Bagian Dua - Undangan Arsyad

5 1 0
                                    

Menunggu itu kadang membuang-buang waktu - Alya

Alya kembali memandangi undangan yang dikirim Arsyad via sosmed. Sesekali Alya tersenyum miris. Masih gak nyangka juga. Padahal dulu saat SMA Alya selalu bilang kalau salah satu dari mereka menikah, harus Alya yang terlebih dulu menikah. Karena Alya tidak sanggup jika harus kehilangan harapan terlebih dahulu. Dan nyatanya Arsyad yang dahulu menikah. Terlintas dibenak Alya, seperti apa perempuan yang menjadi istrinya?

Menangis? Tidak, Alya tidak menangis hanya saja dadanya terasa sangat sesak mendapat kenyataan tersebut. Rasanya dia seperti ditertawakan oleh dunia dan isinya.

Ingin rasanya marah, tapi untuk apa? Apa haknya marah. Alya memutuskan tidur dengan segala perasaan yang kacau balau.

***

"Bu Alya." Rahma yang langsung menghampiri rekan ngajarnya. Rahma memberikan satu gelas kopi. Ia mengajak Alya untuk duduk bersantai dulu selagi jam istirahat.

"Ada apa? Saya perhatikan Bu Alya gak konsen tadi ngajar? Ada masalah?" Seperti terhantam batu. Alya kecewa pada diri sendiri, kenapa masalah pribadi harus dibawa ke sekolah.

Alya hanya diam. Ia tidak memberikan jawaban apapun. Sesekali Alya meneguk kopi yang Rahma berikan tadi. Tatapannya sendu, pikirannya seperti hilang begitu saja.

"Kalau sakit, Bu Alya bisa izin ke bagian piket," ucap Rahma yang menepuk-nepuk tangan Alya. Alya hanya mengangguk pasrah.

Pilihannya masuk sekolah dengan keadaan kacau bukan hal yang baik. Kenapa ia memaksa untuk tetap mengajar ditengah permasalahan hati yang rumit ini.

Benar kata Rahma. Mungkin lebih baik Alya izin setengah hari daripada terus seperti ini. Mengajar tanpa konsentrasi.

Alya membereskan beberapa barang yang berserakan. Ia langsung pamit pulang dengan alasan sakit. Untungnya pihak sekolah tidak mempersulit dengan pertanyaan-pertanyaan pribadi lainnya.

Kini Alya hanya rebahan mengingat semua kejadian yang telah dilewatinya.

Alya benar-benar tidak mengambil kegiatan lagi. Kegiatan les beberapa muridnya pun terpaksa ganti hari di hari libur nanti. Terdengar tidak profesional, tapi siapa sangka kabar pernikahan itu seperti hantaman terburuk.

Satu DM Instagram masuk.

@Arsyad_ghifary
Assalamu'alaikum, Alya. Saya harap kamu bisa datang ya ke acara walimahan nanti.

Alya hanya tersenyum miris membaca DM darinya. Apa pria itu tidak sadar kalau Alya sudah lama jatuh hati padanya. Haruskah Alya blak-blakan sekarang jika dirinya amat sakit dengan berita yang Arsyad buat.

@N.Alyaqolifah
Waalaikumusalam warahmatullah, insyaAllah. Saya usahakan hadir. Selamat, ya :)

Alya langsung memblokir akun Arsyad. Bukan apa-apa, hanya Alya tak nyaman jika nanti Arsyad sudah menikah, banyak fotonya memenuhi beranda.

Alya membuang napas kasar. Alya masih mengingat ucapan Arsyad saat kelulusan. Di sana mereka bertukar pikiran, bertukar mimpi. Dan entah kenapa saat itu Alya semakin jatuh hati.

"Semoga kita bisa bertemu di waktu yang pas. Kamu fokus dengan apa yang kamu inginkan dan saya fokus dengan apa yang saya inginkan. Kita berjalan di jalan yang berbeda," ucap Arsyad setelah mengetahui bagaimana perasaan Alya lewat teman-temannya.

Mendengar ucapan Arsyad. Alya hanya tersenyum miris. Ya, Arsyad memang tidak tertarik sama sekali.

"O, ya. Kalau suatu hari nanti datang. Aku harap aku yang duluan nikah. Jangan kamu, deh." Alya berkomentar. Dan berharap Arsyad dapat mengabulkannya.

"Jadi gak ada niatan buat nikah sama saya? Kan hati gak ada yang tahu, lho." Alya kembali membeku mendengar jawaban Arsyad. Alya pasti jauh berharap kalau tiba-tiba Arsyad jatuh hati padanya dan membalas segala perasaannya.

Alya kembali tersadar. Kenapa semua kenangan itu kembali tanpa permisi. Sayangnya ucapan Arsyad saat itu hanya sebuah ucapan bukan janji. Alya terlalu bodoh saja menganggap hal itu janji yang akan ditepati Arsyad.

Ucapan Arsyad itu yang menjadi pegangannya saat ini. Bisa saja itu salah satu alasan kenapa Alya tidak kunjung menikah.

Satu notifikasi WhatsApp muncul di ponsel Alya.

Meysa Putri
Alya sayang kamu gak mau sekolah? Tadi aku ke sekolah loh.

Alya Nadira
Setengah hari, aku lagi gak enak badan, Sya.

Meysa Putri
Masih galau? Aku ke rumah, ya.

Alya Nadira
Iya.

Forum percakapan pun selesai. Alya tinggal menunggu sahabatnya itu.

Rumah Alya selalu sepi. Selain dia anak semata wayang. Kedua orangtuanya selalu di luar kota, paling sesekali pulang jika urusan dinas selesai.

Tidak memakan waktu yang lama. Meysa sudah datang dengan kehebohannya. Ia menenteng beberapa kresek putih berlabel Alfamart.

Kerudung paris hitam dipasang asal dengan home dress. Terlihat cuek dalam berpenampilan tapi tetap terlihat cocok dengan keriweuhannya.

"Al, nih aku bawain beberapa makanan untuk menetralisir kegalauan." Meysa yang langsung duduk di samping Alya dan mengeluarkan beberapa makanan yang telah dibelinya. Alya sendiri tidak kepikiran untuk beli makanan sebanyak ini ketika galau.

Alya menggeleng dengan senyuman tipis. Tidak disangka Meysa begitu memperhatikan dirinya.

"Makasih, lho, Sya."

"Dimakan, dong!" Suruh Meysa dengan menyodorkan coklat yang telah dia buka. Alya menerimanya dengan senang hati.

Meysa terus menyerocos, ia membacakan beberapa manfaat coklat untuk menghilangkan kesedihan. Sesekali Alya tertawa melihat ekspresi sahabatnya itu.

Makasih, Sya. Batin Alya.

"O, Ya, Sya. Ini flashdisk yang waktu itu sempat hilang. Eh, kemarin ketemu di saku rok aku. Tapi pas aku lihat gak rusak, kok. Sorry, ya." Alya langsung menerimanya. Flashdisk ini adalah harta Karun yang paling berharga. Isinya memang random tapi cukup untuk mengingat masa-masa dulu.

"Penting banget, ya, Al?" Tanya Mesya penasaran. Meskipun Meysa sudah cek flashdisk-nya tetap saja ia tidak berani membuka file-file lainnya tanpa seizin empunya.

Alya hanya tersenyum dan mengangguk.

Meysa berhasil memecahkan suasana. Tanpa disadari beban pikiran Alya semakin ringan. Mereka berdua menghabiskan waktu bersama. Dari mulai mengingat masa lalu awal pertemuan Meysa dan Mas Reza dan hingga Meysa benar-benar bucin pada suaminya itu.

Jika boleh meminta, Alya tidak ingin kehilangan sahabatnya ini. Alya sangat menyayangi Meysa dan begitupun sebaliknya. Keduanya memiliki sifat yang bertolakbelakang tapi jika disatukan akan tetap nyambung.

Begitupun perkara pasangan. Alya tidak mencari pasangan yang sama persis sifatnya seperti dirinya. Tapi Alya mencari sosok yang membuat nyaman. Sosok yang bisa menjadikannya jauh lebih baik lagi.

***

Hi hi ...
Kemarin Minggu jadwal padat. Jadi gak sempat update.

Karena labil, saya memutuskan post cerita jika waktu luang saja. Wkwk~

See you
Babay

Love

Dear, Mas JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang