「Chapter 04: Butterfly and Illusion」

23 5 17
                                    

'Tenanglah, dia tidak melihatku...!' itulah kata-kata yang Arianna ucapkan dalam benaknya keras-keras.

Gadis itu kini berhadapan langsung dengan sosok yang menjadi antagonis utama sekaligus tuan rumah dari Thereau Hill, Demeanor. Berdiri di sana dengan raut muka mengerikan, wajah yang retak dan penuh luka serta pakaian putih keruh yang sudah compang-camping. Arianna menelan ludah, berusaha setenang mungkin untuk tidak panik. Bohong jika ia merasa tidak takut. Selama menjadi Hunter, baru kali ini dirinya berhadapan langsung dengan Demeanor. Biasanya ia hanya mendengar rumornya saja, tetapi sekarang makhluk itu berdiri tepat di depannya.

Arianna terkesiap, reflek menahan napasnya sendiri agar kehadirannya tidak ketahuan. Meskipun membawa Lentera Suci, bukan berarti ia akan selamat seratus persen karena benda tersebut juga memiliki batas waktu untuk berfungsi. Digerakkan oleh akal sehat, Arianna melangkah mundur dengan perlahan. Satu langkah, dua langkah, semuanya baik-baik saja hingga langkah ke lima, makhluk itu tiba-tiba bergerak.

Karena tidak menginjak tanah, Demeanor bergerak dengan terbang alias melayang. Makhluk itu kini bergerak lurus ke arah Arianna dan tentunya gadis itu langsung menghentikan langkahnya. Jarak mereka terpaut 10 sentimeter, hanya dipisahkan oleh sesosok mayat entah siapa yang tergeletak begitu saja di atas tanah.

Gerakan Demeanor itu mendadak berhenti tepat di atas mayat tersebut. Dia tidak bergerak juga tidak menunjukkan tanda-tanda aneh, hanya diam dan berdiri di atas mayat tersebut seolah dia adalah jiwa yang terlepas dari tubuhnya. Karena hal ini Arianna mencoba untuk mengamati dengan seksama, menatap seolah tak berkedip hingga akhirnya makhluk itu tiba-tiba menghilang.

"Apa?"

Arianna bingung. Menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari keberadaan makhluk mengerikan yang tadi baru saja berada di depannya dan menghilangkan begitu saja. Namun matanya tidak menangkap apapun, hanya ada pohon menjulang tinggi serta kabut tebal yang tak kunjung reda. Lantas atensi Arianna kembali lagi pada mayat yang tergeletak tersebut. Sebuah pemikiran muncul dari kepalanya, apakah mungkin makhluk itu masuk ke dalam tubuh mayat ini? Begitulah kira-kira isinya.

Sedetik kemudian, kegelapan pekat mulai muncul dan menelan sekitarnya. Pemandangan yang mulanya adalah hutan berkabut, kini berubah berubah menjadi kegelapan tanpa ujung. Lentera Suci yang dibawanya juga tiba-tiba terbakar dan Arianna terpaksa melemparkannya ke sembarang arah. Hal ini menyebabkan satu-satunya sumber cahaya gadis itu lenyap, tetapi anehnya ia bisa melihat dengan jelas di dalam kegelapan tersebut.

Namun, meskipun Demeanor itu telah menghilang, tetapi hawa dingin masih menyelimuti di sekitar Arianna. Entah ini hanya perasaannya saja atau bagaimana, ia kini merasa merinding. Gadis itu pun lantas meningkatkan kewaspadaannya. Sayangnya kewaspadaan Arianna sepertinya menurun akibat perasaan bingung serta panik karena secara tiba-tiba seseorang mencekik lehernya dari arah belakang meskipun gadis itu sudah dalam mode waspada.

"Ukh...!"

'Sesak dan tidak bisa bernapas...'

Arianna terus meronta, tetapi semakin banyak gadis itu bergerak, kakinya terasa semakin jauh dari tanah, seolah diangkat. Demi menyelamatkan diri sendiri akhirnya Arianna mengeluarkan debu es dan api miliknya melalui telapak tangannya yang mencengkram tangan kering nan menjijikkan milik Demeanor.

Campuran hawa panas dan dingin langsung merambat dari sana, mengakibatkan makhluk tersebut langsung melonggarkan cekikan di leher Arianna dan ia pun kembali menginjak tanah. Tak mau membuang kesempatan, gadis itu langsung berputar dengan tangan yang masih memegang lengan makhluk tersebut lalu melemparkannya ke sembarang arah. Makhluk itu terhempas dan Arianna akhirnya bisa bernapas dengan benar. Sayangnya, hal ini belumlah berakhir karena secara tiba-tiba Demeanor tersebut kembali menghilang ditelan  kegelapan.

Butterfly BlessingWhere stories live. Discover now