Merasa bersalah terus

988 109 12
                                    

"Mirip kamu, kan?"

Mata rubah Renjun terus menatap seorang bayi kecil bahkan lebih kecil dari bayi biasanya, didalam ruangan. Air mata sudah berada dipelupuk mata, Renjun mengangguk saat Guanlin bertanya. Tangan Renjun menyentuh kaca penghalang antara ia dan putranya. Rasanya sangat sakit mengingat anak pertamanya lahir prematur, membuat tubuh anak itu lebih kecil dari bayi umumnya.

Melihat Renjun yang sudah berkaca-kaca. Guanlin tersenyum tipis, ia berjongkok didepan Renjun yang duduk dikursi roda. Perlahan tangan besarnya menggenggam erat tangan mungil itu dan dielus dengan lembut, disertai senyum.

"It's okay, sayang. Yang penting Baby bisa selamat." Guanlin meyakinkan Renjun agar si manis tidak terus-menerus merasa bersalah.

Renjun hanya diam. Ia menatap mata Guanlin yang menatapnya lembut. Lalu kembali mengalihkan pandangan pada anaknya yang terlelap begitu tenang tanpa terganggu. Memang, mungkin ini bukan salahnya. Ini takdir. Namun tetap saja Renjun merasa bersalah dan gagal menjadi seorang Ibu yang baik.

"Renjun!!"

Sebuah suara mengudara dikoridor rumah sakit. Terlihat Irene dan Suho berjalan mendekati mereka dengan senyum lebar. Yang justru semakin membuat Renjun merasa bersalah.

Sampai didepan anak dan menantunya. Irene memeluk mereka satu persatu. "Selamat ya! Kalian udah jadi orang tua!" Ucap Irene, suaranya begitu ceria dan bahagia.

Bukannya tersenyum seperti Guanlin. Renjun malah meneteskan air matanya. Tiga orang didepan Renjun langsung terdiam dan dibuat bingung dengan Renjun.

Irene menunduk, menatap Renjun yang menangis. Ia tersenyum tipis. Jangan kira Irene tidak tahu kenapa menantu mudanya ini menangis. Guanlin sudah menceritakan semuanya dari sambungan telpon. Guanlin bilang bahwa anak mereka lahir prematur dan Renjun merasa bersalah karena tidak bisa menjaga dengan benar.

"Renjun..." Irene memeluk Renjun dengan erat. Mengelus surai lembut itu penuh kasih sayang. "Dengerin, Mamah. Kamu jangan ngerasa bersalah oke? Ini bukan salah kamu. Takdir itu udah ada yang ngatur, kalau memang anak kalian harus lahir prematur itu nggak masalah."

Irene melepas pelukan itu, menangkup pipi Renjun, menyuruh untuk menoleh kearah bayi kecil itu lagi. Sejujurnya Irene juga tidak tega dan sedih melihat Cucu dari putra bungsunya harus lahir prematur. Tapi Irene tahu jika Renjun lebih sedih lagi. Seorang Ibu tentu sedih saat melihat anak mereka berbeda dengan yang lain.

"Anak kamu. Dia sehat, sayang. Meski dia beda dari bayi yang lain, tapi dia lahir dengan sehat tanpa ada kekurangan. Jangan merasa bersalah karena dia lahir prematur. Nanti kalo dia udah tumbuh dewasa, pasti dia bakal kayak yang lain." Ucap Irene tersenyum pada Renjun.

"Mah... Renjun minta maaf, ya."

"Nggak perlu. Yang penting adalah, kamu dan anak kamu selamat. Dengan itu Mamah udah bersyukur."

Mendengar ucapan Irene, Renjun menjadi tersentuh. Ia langsung memeluk Irene disertai tangisan. Renjun merasa sangat beruntung memiliki mertua seperti Irene dan Suho yang sangat menyayanginya, layaknya anak sendiri.

-------

Diruang rawat VIP ini. Sedang berisik karena Renjun dan Irene berbicara dengan Yangyang lewat sambungan telpon.

"Njun, maaf nggak bisa dateng ya. Kun Ge masih sibuk dikorea." Ucap Yangyang dari sebrang.

"Iya, nggak papa ko, Yang. Kamu baru pindah satu bulan lalu disana. Nggak mungkin kesini lagi."

"Selamat juga, kamu udah jadi Ibu. Laki-laki, kan?"

"Iya."

My Husband My Wife | GuanRen✔️Where stories live. Discover now