TSMOC 9

1K 28 1
                                    

Berada di apartemennya sekarang. Ia tidak menyangka kalau Arlan sudah duduk manis di sofa seraya rebahan tanpa dosa. Liana memutarkan bola matanya jengah, kata sandi belum dia ganti yang lain. Arlan tahu, itu kebiasaan Liana sejak mereka bersama. Kali ini apa yang akan pria itu lakukan padanya. Memohon atau memaksanya kembali?

"Sudah lama ya, kita tidak bertemu Liana. Perceraian kita belum sepenuhnya sah dan aku ingin meminta hakku sebagai suami. Untuk terakhir kalinya." ucap Arlan, seketika itu juga Liana menahan tangannya untuk tidak melempar apapun.

Selama 2 tahun terakhir mereka jarang sekali berhubungan badan di karenakan Arlan jarang meminta dan Liana pun memahami hal itu. Tapi, mereka juga melakukannya pada saat Liana di masa subur, jujur saja wanita itu tersenyum remeh mendengar hal itu.

"Kau gila atau pura-pura gila?" celetuk Liana.

"Ya, apa salahnya. Aku ini masih suamimu Liana bagaimana sih, wajar meminta sesuatu yang masih menjadi kewajiban mu." balas Arlan.

Dengan amarah yang melonjak, Liana melemparkan foto-foto Arlan bersama selingkuhannya di hotel, di ranjang dimana pun mereka melakukan hal mesum itu. Tercengang, ya? Liana ingin meludahi wajah lelaki itu tetapi dia masih memiliki hati nurani.

"Apa dirimu belum puas? Lakukan saja pada wanitamu, buatlah sampai menjadi seorang anak!" cetusnya kasar. Jadi selama ini Allah tidak pernah puas dengan wanita lain kecuali Liana.
Lelaki itu merasa tidak berdosa atau bersalah sedikitpun kepadanya. Lelaki yang sudah mentalak istrinya itu sudah dianggap cerai dan tidak bisa memiliki hubungan lagi atau meminta berhubungan badan.

Tentu saja Liana sangat membenci Arlan. Dia baru saja pulang kerja seharusnya istirahat dan melakukan aktivitasnya di rumah tanpa harus menghadapi sikap lelaki itu lagi. Sudah satu minggu ini dia tenang tetapi Arlan kembali mengusiknya.

Arlan mendekatinya langsung menahan pergelangan tangan wanita itu dengan kuat. Liana mencoba memberontak sekuat tenaga, sama sekali dia tidak menginginkan Arlan menyentuhnya lagi. Kewajiban, ini, itu dan tidak Liana terima begitu saja. Arlan memaksanya. "Kamu itu masih milik aku, dan akan tetap jadi MILIKKU! Liana."  bisik Arlan berusaha menyobek baju Liana serta rok mini yang wanita itu pakai.

"Aku tidak peduli, intinya sekarang kau melecehkan aku, Arlan!" Liana tercekik. Jika dia mati ditangan Arlan itu tidak mungkin, ini hanya ancaman tetapi sakitnya luar biasa saat Arlan memasukkan milik lelaki itu ke dalam miliknya. Tangannya benar-benar ditali oleh dasi sampai Arlan bebas bermain di area bawah sana. Lebih baik menggigit bibir bawah daripada harus mendesah, air matanya juga turun deras kenapa dirinya sekotor ini.

Bahkan Arlan tidak menghiraukan Liana sedikitpun. "Jika kamu bisa Hamil, kita tidak akan bercerai sayang. Aku akan meninggalkan wanita itu dan memilih kembali bersamamu. Kita akan menjadi keluarga kecil yang bahagia." Angan-angan Arlan cukup tinggi, bayangannya masih tentang Liana dan Liana. Padahal setelah mereka sah cerai Arlan akan menikahi Stefanie, wanita pilihan ibunya.

"Bajingan!!!!!" batinnya dalam hati. Pergerakan itu dipercepat oleh Arlan sama sekali Liana tidak menatapnya. Memejamkan mata untuk mengalihkan pandangan, begitu jijik dan betapa kejamnya Arlan melakukan ini kepadanya.

****

Hari ini Liana bangun siang karena semalam kelelahan habis lembur sampai pagi. Ia meminta Leony untuk menggantikannya pagi ini, dengan sigap wanita itu mengiyakannya. Malah Liana disuruh cuti satu hari agar tidak kelelahan nantinya, tapi tidak bisa. Morgan lebih membutuhkannya.

2 hari yang lalu Arlan kembali menyentuhnya. Liana yakin pasti tidak akan hamil setelah cerai, hatinya dongkol. Dia ingin memberi pelajaran kepada lelaki biadab itu tapi apalah daya. Saat Arlan menyentuhnya dia tidak bisa memberontak sedikitpun, tenaga lelaki itu terlalu kuat.

Liana mengusap wajahnya gusar, melihat matahari yang sudah menembus tirai jendela. Kemudian melihat jam di dinding tak lama matanya menyorot ponsel yang ada di meja nakas tengah berdering.

Ternyata Vindra yang menelponnya. "Ada apa, Vin?" tanya Liana dengan suara khas bangun tidur.

"Berangkat siang kan hari ini, eum ... Aku di depan rumah kamu Noona." langsung saja daripada basa-basi membuat Vindra makin bingung mau ngomong apa.

Tentu saja pemilik rumah menjadi gugup dan malu, belum mandi dan rumah masih berantakan tidak ada yang mengurus. Setiap hari bekerja tanpa nonstop Liana buru-buru bangkit seraya membuka tirai melihat kebawah apakah benar. Dan ternyata iya, Vindra sudah berada di bawah dengan pakaian rapi pula.

"Ah ... Tunggu sebentar, kenapa harus pagi ini aku baru saja bangun. Apa kamu tidak bekerja?" ucap Liana memperlambat tapi kakinya menyingkirkan sesuatu yang harus disingkirkan.

Membuka pintu, ruang tamu ada beberapa pakaian dimana-mana dan berserakan. "Tidak ada masalah. Buka saja pintunya, aku bantu berberes nanti hehe." ujar Vindra. Lelaki itu tahu pasti Liana melarangnya masuk dulu karena berantakan, wanita karier emang beda ya.

Liana menguncir rambutnya cepol. Orang cantik belum mandi pun tetap cantik, wanita itu langsung membuka pintu dan berhadapan dengan lelaki tampan yang tersenyum lebar kepadanya. Vindra, membawa 2 kantong kresek berisi makanan tentunya.

"Aku datang tidak membawa tangan kosong, tenang saja hehe."  Vindra memang seperti itu. Liana malu-malu menunjukkan wajahnya tetapi Vindra tidak peduli akan hal itu. "Eum, apartemen ini lumayan besar. Kak Morgan pasti akan memberimu yang lebih besar nantinya." celoteh lelaki itu sembari mengitari ruangan yang terlihat agak rapi.

"Duduklah. Aku buatkan minuman, tumben sekali datang ke sini dan darimana tahu alamat rumahku?" ujarnya sembari berjalan menuju dapur. Bukannya Vindra duduk tapi malah mengikuti Liana ke dapur.

"Aku ini apa sih yang tidak tahu. Haha, apa kakak benar-benar belum mengenal Noona? Sepertinya sikap dan keganasannya masih sama seperti orang tidak kenal saja." ujar Vindra memancing lagi. Pikiran Liana yang semula baik-baik saja jadi mikir lagi tentang Morgan.

"Mungkin dia sudah lupa padaku, kalau kita kan sering bertemu sebagai klien dulu. Apa pernah terjadi sesuatu kepadanya? Sampai sepenuhnya lupa padaku." Liana jadi ingin tahu apa ada sesuatu yang terjadi kepada lelaki itu.

"Tidak ada. Dia hanya penggila kerja yang setiap malam selalu bermain wanita, semenjak putus denganmu. Dia kuliah dan bekerja bagai kuda hahaha." jawab Vindra ditambah celotehan bikin Liana gemas.

"Kau ini. Lelaki itu sama saja, suka sekali bermain wanita pasti kau juga kan?!" kata Liana.

"Dibilang iya, tidak juga. Tapi ... kalau dibilang tidak ya tidak juga hahaha. Aku ingin fokus pada perusahaan agar Ayahku tidak membanding-bandingkan aku. Wanita banyak yang mendekatiku sama sekali aku tidak tertarik." kata Vindra.

"Yayaya. Jadilah lelaki yang bertanggung jawab, jangan pernah sakiti seorang wanita yang mencintaimu dan kau cintai." ujar Liana sembari menyiapkan piring membuka makanan yang Vindra bawa.

"Iya Noona. Aku akan melakukannya nanti. Lalu bagaimana dengan hubungan pernikahan Noona? Baik-baik saja?" tanya Vindra.

Deg .... Menjerit dalam hati kenapa Vindra menanyakannya.

"Sudah berakhir. Tidak ada lagi hubungan di dalam hidupku saat ini. Akan fokus bekerja saja," kata Liana.

The Secret of My CEOWhere stories live. Discover now