“Kemungkinan besar Brian juga mengalami amnesia akibat benturan dan melupakan statusnya bersama Asavella. Dan bisa jadi, Jysa menyuci otak Brian demi keuntungan pribadi.”

 “Fuck!” Ia begitu kesal dengan sorot mata yang mengumpat banyak dendam.

“Katakan selain itu! Apa informasi terbaru tentang Brian hari ini.”

“Dia baru saja keluar dari tempat pemakaman. Dan selain itu, ia mendapat telepon dari ibundanya jikalau ibundanya sedang bersama Asavella untuk menjemputnya.”

“Di mana? Kirim lokasi.”

ฅ^•ﻌ•^

Laki-laki itu bisa melihat gadis dengan sweater hitam dengan ukuran begitu besar hingga menenggelamkan tubuh kecilnya sampai paha, tengah berdiri di antara orang-orang yang sibuk berlalu-lalang keluar masuk stasiun.

Brian melihat bagaimana kening gadis itu ada handsaplast bermotif batik. Di balik masker hitam, ada dua ujung bibir yang tak pernah menerbitkan kurva naik dengan bekas lebam.

Mata bulat dengan kantong mata mungil yang terlihat basah dan memerah. Alis yang tidak terlalu tebal  menjadi perpaduan sempurna dengan kelopak mata indah walaupun banyak bekas luka. Itu bukan berarti menghalangi kecantikan gadis itu.

Dia begitu cantik. Cantik sekali.

Pandangan Brian turun—melihat bagaimana gadis itu menjinjing sekantong berisi jeruk mini. Dia adalah Asavella. Sementara di sisi tangan lainnya, ada genggaman tangan hangat dari wanita cantik yang tak lain adalah Riri.

Iyah. Kehadiran Asa di sini adalah permintaan Riri. Riri meminta izin pada Kunti untuk membawa Asa bersamanya sejenak.

Asa melambaikan tangan samar ke arah kereta yang di mana di sana ada Brian dan ia menurunkan kembali ketika melihat laki-laki itu keluar dari kereta—berlari ke arahnya dengan kegirangan.

“Bunda,” panggil Brian lembut.

“Makasih udah ajak, langitnya semesta.”

Riri mengangguk—meraih tubuh Brian dan memberikan pelukan singkat.

Asa bisa melihat itu. Ia kemudian meyodorkan tangan yang menjinjing kantong kecil berisi jeruk mini.

Brian meraih kantong tersebut. “Makasih.”

“Makasihnya nanti sama, Jysa. Itu dari Jysa bukan dari gue,” timpal Asa cepat sebelum ada kesalahpahaman.

“Lo ngapain sih, pakai acara mau aja putus dari kakak gue? Bocah jeruk, prik banget, enggak lucu candaan lo. Udah nyakitin kakak gue.”

Apa Brian tidak salah mendengar? Brian menyipitkan kedua matanya. Bagaimana Asa tahu soal ini? Dan kenapa gadis ini, justru seolah-olah lebih mendukung hubungannya bersama Jysa?

“Balikan sana. Cewek tuh, kalau mau ngajak putus, tandanya dia gamau itu terjadi. Lo goblok banget jadi cowok.” sambung Asa begitu kesal.

“Oh! Gausah beralasan demi menghargai perasan gue ya, Bi. Nasi udah jadi bubur. Lagi pula, apa untungnya gue dapet lo dari rusaknya hubungan orang? Iya, emang gue cinta sama lo, gue sayang sama lo, tapi kenyataan agama kita beda. Kita beda dari segi agama dan segi perasaan. Bahkan dari segi hati lo sayang banget sama kakak gue.”

"Kalo lo ambil alesan cinta gue. Basi tau nggak. Kalo cinta gue, yang lo pacarin seharusnya gue, lo nembak gue, bukan kakak gue!"

"Cinta enggak harus memiliki, Asa," sela Brian cepat dan menekan tiap kata.

“Barangkali lo lupa, Sa,” balas Brian dengan santai.

“Lo lupa, kalau gue juga beda agama dengan kakak lo. Gue mungkin bisa kembali tapi enggak bisa memiliki.”

“Begitupun sama halnya kek, lo. Lo boleh marah sama gue, kecewa berat ke gue, bahkan, benci sama gue. Tapi inget, Sa. Jika lo terluka, kembalilah kepada gue walaupun gue jugalah penabur luka nanarmu,” jelas Brian.

Asa membuang muka dengan decakan sebal. Kali ini ia kalah bicara oleh Brian. Ia juga menghentak kaki kanan seraya menyibakkan rambut kebelakang.

“Sudah, kalian kalau mau bertengkar masalah rumah tangga dan hati jangan di sini. Enggak enak dilihat orang,” tegur Riri yang menepuk-nepuk masing-masing bahu dari dua remaja yang beradu argumen.

“Kita pulang aja.”

Brian menggeleng samar. “Enggak, Bun. Brian sama Asa mau pergi ke suatu tempat dulu. Mungkin, tempat itu sudah lama enggak pernah kita kunjungi karena pergulatan perasaan yang sama-sama menyakiti. Terlebihnya aku, yang sering memberi luka namun aku juga merasakannya.”

“Kenapa kita harus mengingat hal yang justru akan menimbulkan luka sekalipun itu kenangan indah? Kenapa? Kenapa lo prik banget sih, bocah jeruk!” sarkas Asa yang tidak tahu cara pikir Brian.

Kenapa laki-laki itu terus membuatnya gila dengan luka?

"Jika bukan melukai, bukan Brian Claudius namanya, Sa. Mungkin, Saka Biru Pratama?"

Brian meraih dagu gadis itu untuk menatapnya.

“Walaupun itu akan menimbulkan luka, bukan berarti kita melupakan kenangan indah, bukan? Hanya itu cara kita mengenang,” balas Brian yang kemudian meraih kepala Asa. Ia bisa melihat jelas kemarin malam bagaimana ia sungguh terluka berat oleh amarah Bara.

Tapi lihatlah sekarang, gadis itu menyembunyikan luka dan trauma begitu indah. Seolah-olah semua itu hanyalah mimpi buruk yang membekas ketika terbangun.

Refleks tubuh Brian menangkap tubuh Asa yang terdorong hingga akan jatuh. Seseorang dengan cepat menabrak keras bahu kanan Asa dan membuat beberapa barang  yang ia bawa jatuh.

Secepat mungkin laki-laki berhoodie dengan tulisan I HATE MYSELF pada bagian belakang hoodie—memungut bungkusan dan memasukkan kembali pada saku hoodienya.

Damn!!” umpat laki-laki itu ketika kupluknya terbuka.

"Asa nggak apa-apa, nak?" tanya Riri panik.

"Enggak apa-apa, Bun."

Sorot mata Asa membesar ketika mengalihkan pandangan—menangkap siapa yang baru saja menabraknya tanpa sengaja.

“Tio?” lirih Asa memastikan jikalau itu benar-benar Tio temannya atau bukan.

"Tio? Lo Tio, 'kan?" tebak Asa.

Laki-laki itu membelalak matanya ketika mengenali suara yang menyebut namanya.

“Tio? Lo di sini?” Asavella memegang bahu Tio ketika laki-laki itu beranjak berdiri.

Lantas, Tio menatap kejut akan kehadiran Asavella yang mengenalinya. Dengan cepat, Tio memakai kembali kupluknya. Kemudian, berlari keluar dari stasiun tanpa memperjelas kenapa dia ada di sini.

Kehadiran Tio yang secara misterius ini tidak membuat pertanyaan hanya pada tempurung Asavella. Tetapi kepada Brian.

ฅ^•ﻌ•^ฅ

Lama ya?

Huhu maaf. Tapi hari ini double update. Kalau bisa ini 100 vote. Bisa? Bisa lah. Dan next Part juga sama. Kalau sama, besok bakalan up 🍊

Btw, Apa Tio yang lagi bicara sama pamannya? Tapi, kenapa Tio ketakutan cobak?

Ada yang tau???

makasih banyak yang udah nunggu, vote dan komen.✨ Tanpa kalian entah mungkin—hiatus? Hehe enggak. Gak boleh nyerah.

🍊Thank you and ILYSM BEE🍊

ASAVELLA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now