[Kebiasaan Buruk]

26 4 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Ambil yang baik, buang yang buruk:)

🌼🌼🌼

Gue terlalu astaghfirullah, buat lo yang masyaallah.

Seorang gadis nampak kerepotan dengan sapu di tangan kanan, dan pengki di tangan kirinya. Perlahan ia menyerok beberapa sampah berupa kertas dan debu-debu yang sudah ia kumpulkan, lalu memasukkannya ke dalam tempat sampah.

Dia, Mardhea Najwa Humaira. Gadis berusia 17 tahun yang biasa dipanggil Najwa oleh teman-temannya. Hanya ada satu yang memanggilnya Wawa, seseorang di masa lalu yang sekarang entah hilang ke mana. Seperti ditelan bumi. Lelaki itu, bahkan Najwa sudah lupa bagaimana bentuk wajahnya. Sebelas tahun agaknya bukan waktu yang cepat untuk melupakan seseorang.

Jam di pergelangan tangannya yang terbalut seragam panjang menunjukkan pukul 06.50. Masih ada waktu 10 menit lagi sebelum bel tanda masuk berbunyi. Usai memasukkan semua sampah-sampah itu, Najwa pun meletakkan sapu beserta pengkinya, menempel pada dinding. Selanjutnya, ia membawa tempat sampah untuk membuang semua isinya di dekat gudang sekolah.

Langkahnya sengaja ia percepat karena sudah tak tahan dengan bau sampah yang menyeruak masuk ke hidungnya. Agak jijik memang, namun jika bukan dia yang hari itu mendapatkan tugas piket, mau siapa lagi? Sebenarnya ini adalah tugas lelaki. Hanya saja, mendadak semua lelaki yang sudah hadir menghilang begitu saja ketika ia sedang sibuk dengan pengkinya.

"Astaghfirullah," ucap gadis itu pelan saat melihat seseorang yang sedang mengisap rokok di tangannya.

Kini Najwa sudah sampai di dekat tempat pembuangan sampah, tepatnya di depan gudang sekolah. Saat ia melihat punggung lelaki itu langkahnya sontak berhenti. Dia Muhammad Najwan Alfarisi, yang kerap disapa Faris.

Najwa mengenalnya. Lelaki itu adalah teman satu kelas yang sudah sejak kelas 10 selalu dijodohkan dengan Najwa. Nama mereka ini mirip, bahkan lahirnya pun dalam waktu yang sama. Hal itu menimbulkan berbagai prasangka dari penghuni kelas bahwa kedua manusia ini memang sudah ditakdirkan untuk bersatu.

Lelaki itu menoleh, mendapati sosok Najwa yang menatapnya dengan tatapan cengo. Sepertinya gadis itu terlalu terkejut, hingga lupa mengalihkan pandangan.

Ia mematikan rokoknya, kemudian menghampiri Najwa yang sudah tersadar akan kesalahannya. Kini gadis itu telah mengalihkan pandangan ke gudang sekolah yang tertutup rapat.

"Lo ngapain?" tanya Faris dengan raut muka datar seperti biasa. Tatapannya juga ia alihkan ke sebarang tempat. Lagi pula, untuk apa memandang gadis di hadapannya yang sama sekali tak menarik?

"Mau buang sampah." jawab Najwa dengan nada yang tak kalah datar.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Faris langsung mengambil tempat sampah itu, membuat Najwa kembali menatapnya heran.

"Ngapa---

"Duduk situ, biar gue yang buang sampahnya!"

Belum selesai Najwa bertanya, Faris segera memberikan perintah kepadanya. Ia menurut, membiarkan Faris pergi ke sebelah gudang sekolah sembari menenteng keranjang bau itu.

Hal seperti ini yang terkadang sangat Najwa sayangkan. Ada saja takdir yang mempertemukan dirinya dan Faris. Membuat seluruh teman satu kelas semakin yakin bahwa kedua insan itu berjodoh.

Najwa baik, bahkan hatinya tidak merasakan apa-apa. Tidak terbawa perasaan, juga tidak merasa risi dengan lelaki itu. Hanya saja dia merasa heran dengan kelakuan Faris belakangan ini. Biasanya lelaki itu selalu cuek dengan perempuan manapun. Dengan Najwa juga seperti itu, seperti saat kelas 10 dan 11. Namun, akhir-akhir ini dia seperti mendekati Najwa. Ah, mungkin ini hanya perasaannya.

"Lain kali minta tolong anak cowok buat buang sampah. Jangan sendiri!" tak lama setelah pergulatan Najwa dengan pikirannya sendiri, Faris datang sembari memberikan nasehat yang tentu membuat Najwa merasa heran.

"Cowok-nya ngga ada!" jawabnya dengan raut muka kesal, karena menghadapi kelakuan Faris yang penuh ketidakjelasan.

"Ya udah."

"Ish!" gadis itu mencebik, mendengar respons Faris yang sangat tidak masuk akal. Ia pun bangkit dari duduknya, mengambil tempat sampah yang tergeletak, kemudian hendak kembali ke kelas.

"Lo jangan nekat laporin gue ke BK, kerjaan lo udah gue bantu tadi," Najwa berhenti, sedikit tercengang dengan ucapan Faris. Ah, menyebalkan memang.

"Kalo ada masalah tuh larinya ke Allah, bukan ke rokok." ucapnya penuh penekanan, sebelum kembali melangkahkan kakinya untuk pergi.

"Shit!"

"Astaghfirullah..."

"Oh, iya," Najwa kembali menghentikan langkahnya, kemudian membalikkan badan ke arah Faris yang kembali menyulutkan korek ke rokoknya.

"Lo bilangin Ibra sama Ucup buat nemuin gue di sini."

Ibrahim Sayyid Al Hasan, dan Yusuf Abdurrahman. Mereka adalah teman, sekaligus sahabat Faris sejak SMP. Kelakuan keduanya juga tak jauh beda dengan Faris. Toxic people, badboy. Hanya saja mereka lebih terlihat gila daripada lelaki yang sekarang sedang berada di hadapan Najwa.

"Bolos ya?"

"Ngga usah sok care!"

"Ck! Pelajaran pertama agama, ada praktek ngaji di masjid. Kalo ngga dateng, nilai kamu kosong, dan ngga bisa ikut ujian!"

"Anj*ng!" umpat lelaki itu yang kini telah berpindah tempat. Rokoknya sudah ia matikan, dan langkahnya hendak menuju kelas, sebelum sebuah suara menghentikannya, "Astaghfirullah!"

Merasa risi dengan respons gadis di belakangnya, ia pun menoleh, "Lo istighfar mulu, kenapa sih?!" tanya Faris dengan emosi yang tertahan.

"Refleks, lihat kelakuan manusia kayak kamu!" setelah mengatakan itu, Najwa segera mempercepat langkahnya untuk pergi. Dia lewati tubuh Faris begitu saja, membuat lelaki itu menampilkan senyum smirk khas-nya.

"Gue terlalu astaghfirullah, buat lo yang masyaallah..."

.
.
.

Aaaaaa, akhirnya aku comeback, setelah 1 tahun hiatus☺

Tiba-tiba aja, pengin lanjutin cerita mereka. Dan aku ubah sedikit alurnya. Maunya tuh, Faris punya masalah keluarga gitu, tapi jangan perceraian, karena udah aku pake di dua ceritaku yang lain.

Intinya, stay tune🧡

Jangan lupa tinggalkan jejak, untuk kalian yang masih menapak🐾

Jazakillah khairan katsiran sudah membaca kisah Najwa🌼

10 Maret 2022

Tentang Kau dan Sebuah RasaWhere stories live. Discover now