04. Hujan dan Gyu

15 5 2
                                    

"Kata Mama, enak nya hujan itu karena bisa liat pelangi setelah hujan, kalau kata ku sih ga perlu nunggu hujan, karna senyum Gyu juga seindah pelangi".

***
Sore itu, Ardera baru saja keluar dari kelas nya. Pelajaran hari itu sudah berakhir, namun  tidak dengan kelas Mingyu, kelas sahabatnya itu belum juga menandakan tanda-tanda akan pulang.

Awan di langit tampak kelabu, sepertinya akan turun hujan sebentar lagi. Di iringi angin yang berhembus cukup kencang menerbangkan rambut gadis kecil yang tengah berjingkit di jendela kelas sebelah. Mengintip keadaan kelas sahabat nya itu.

Di meja nomor tiga dari depan, Mingyu tengah fokus mendengarkan pelajaran matematika yang sedang diterangkan. Materi mengenai bangun ruang. Materi yang Ardera tidak sukai.

"Fokus banget sih mentang-mentang pinter". Delik Ardera masih setia berjingkit di jendela.

"Sok pinter". Ucapnya mengunakan gestur bibir kala Mingyu tiba-tiba menatap ke arah nya. Disertai mata yang berotasi tak suka membuat Mingyu di dalam kelas sana tertawa kecil.

"Emang pinter, emang nya kamu..". Balas Mingyu, juga menggunakan gerakan bibir, lengkap dengan senyum jahil membuat Dera menggerucutkan bibir nya sebal.

"Aku juga pinter tau, cuma ga mau aku tunjukin aja!". Kesal nya mampu membuat Mingyu tak dapat menahan tawanya. Membuat seisi kelas menatap Mingyu heran.

Sedangkan Dera buru-buru berjongkok untuk bersembunyi.

"Mingyu, kamu main-main ya? Ga dengerin penjelasan bapak di depan? Apa mau gantiin bapak berbicara di sini?!". Sentak sang guru membuat Mingyu tersadar. Kembali mengalihkan pandangan nya ke arah papan tulis.

"Maaf pak". Cicit nya kembali mencoba untuk fokus pada pelajaran.

Dengan Ardera yang menahan tawa nya sambil berjongkok di bawah jendela.

***
"Mingyi kimi miyin-miyin yi? Gi dingirin pilijirin bipik. Hahaha ngakak banget". Ardera masih saja tertawa sepanjang perjalanan, mengejek Mingyu mengenai kejadian di kelas tadi tanpa henti.

Mereka baru saja dapat pulang dari sekolah, seperti biasa menyusuri jalan setapak yang sedikit berbatu dengan berboncengan sepeda. Mingyu yang membonceng dan Ardera yang dibonceng sambil berdiri di belakang. Memegang pundak sempit Mingyu sebagai pegangan agar tidak terjatuh.

Mingyu hanya diam awal nya mendengar olokan dari sahabat nya itu. Namun lama-lama kesal juga karena tawa Ardera yang tak henti-henti. Menyebalkan!.

Sampai ia harus menggoyangkan stang ke kiri dan kanan membuat Ardera mengaduh ketakutan karna tubuh nya yang menjadi tak seimbang.

"Ih gyu nanti aku jatuh tau!". Protes nya di sertai pukulan ringan yang Mingyu terima pada bahu nya.

"Makanya diem, kamu kok ngeselin banget sih!". Balas Mingyu masih asik menggoyangkan stang membuat pegangan Ardera pada bahu nya semakin kencang.

"Abis nya muka mu tadi lucu, haha..".

"Gyu, jangan kenceng-kenceng dong!".

"Makanya kamu stop ngejek nya!". Ucap Mingyu mulai memperlambat gowesan pada sepedanya. Ardera menghembuskan nafas nya lega.

"Oke oke aku diem, tapi tadi tuh kamu--". Mulai, Mingyu hendak menggowes kencang sepeda nya lagi.

"Iiih iyaa aku diem nih..". Ucap Ardera menutup rapat bibir nya, membuat Mingyu mengurungkan niat nya untuk melaju kencang.

Ardera diam, Mingyu fokus menggayuh. Semilir angin berhembus menerpa mereka dengan lembut. Menghilangkan bulir keringat kedua bocah itu, juga sedikit menenangkan pikiran mereka setelah dari pagi sampai sore berkutat dengan pelajaran.

"Gyu, gerimis..". Ardera kembali bersuara kala setetes air jatuh mengenai tangan nya. Setitik demi setitik awal nya namun tak lama berubah menjadi sedikit deras.

Mingyu membawa kayuhan sepada nya menuju sebuah pondok kecil di pinggiran sawah, berteduh sebelum mereka basah kuyup.

Ardera turun lalu duduk sedkiti masuk ke dalam pondok di susul Mingyu yang ikut duduk di sebelah nya. Untung nya hujan turun ketika mereka dekat dengan pondok, kalau tidak mungkin mereka sudah basah kuyup sekarang dan Ardera sudah dipastikan tidak masuk sekolah besok karena sakit. Karna gadis itu sungguh gampang sekali jatuh sakit. Kena hujan sedikit saja sudah demam.

"Nih pake jaket ku". Ucap Mingyu memberi jaket bergambar robot milik nya pada Ardera.

"Kenapa ga kamu aja yang pake?".

"Kamu mau sakit? Aku mah kuat". Songong Mingyu menepuk dada nya dengan tampang belagu.

"Hih, dasar!". Kekeh Ardera mulai memasang jaket sahabat nya itu sehingga menutupi seluruh tubuhnya.

"Gyu, kamu cita-cita nya apa?". Tanya Ardera menatap Mingyu yang tengah memandangi hamparan sawah di depan.

"Jadi orang kaya".  Balas Mingyu enteng masih setia memandangi hamparan sawah.

"Kamu ga mau nanyain aku balik nih?". Sungut dera.

Mingyu menghela nafas sebentar, "kalo kamu..?".

"Mau jadi istri Gyu!". Jawab Dera membuat Mingyu tergelak.

"Kenapa?".

"Cita-cita Gyu kan jadi orang kaya, nah cita-cita Dera nikah sama orang kaya. Berarti Gyu dong..". Jawab nya polos, kembali di hadiahi gelak tawa Mingyu disampingnya.

"Pinter dulu baru jadi istri ku". Terdengar nyelekit memang, namum tidak Dera hiraukan.

Ia terpaku terlalu fokus atau terjatuh kala manik nya melihat senyum tipis Mingyu namun masih menampakan taring kecil nya. Seakan waktu berhenti Ardera bahkan tak sempat berkedip menatap senyum sekilas  itu dari samping.

"Gyu, Senyum lagi dong..".

"Kenapa?".

"Senyum kamu manis, Dera suka".

Kepada hujan terimakasih telah menahan kami berdua dalam sebuah pondok kecil di pinggiran sawah. Di iringi suara hujan yang turun menyentuh atap yang terbuat dari jerami, menjadikan nya layak nya melodi yang mengalun indah. Kepada angin yang berhembus sejuk membelai rambut dengan lembut,

Kepada senyum mu, Gyu. Yang mampu menghilangkan penat walau hanya terlihat sekilas.

Teruntuk pelangi, maaf warna warni indah mu mungkin kalah dengan indah nya senyum  tipis milik Mingyu, Sahabat ku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hi Gyu |Kmg|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang