▪︎3▪︎Rencana bertemu?

23 9 1
                                    

Kembali duduk di dalam Kafe dan melihat ke arah seberang, Louis mengulum senyumnya. Melihat putranya mendapat perlakuan yang begitu baik. Percakapan singkat antara anaknya dan gadis itu membuatnya senang.

Terlihat Abella yang tergopoh karena seseorang dengan jaket label ojol menunggunya. Ia terpaksa mengakhiri percakapan agar tak membuat ojolnya menunggu.

Ketika motor itu membawa Abella pergi, Louis keluar lalu berjalan menghampiri putranya. Menggendong Freddie untuk kembali ke dalam kafe. Mereka pun sudah terduduk di tempat semula.

"Papa lihat kakak cantiknya, 'kan?" tanya Freddie yang tak memudarkan senyumnya.

Louis mengangguk mantab sambil berkata, "Iya, Papa tadi lihat, kok. Baik, ya?"

Freddie mengangguk cepat. "I asked his name. Her name is Abella."

"Abella?" Louis mengulang. Freddie mengangguk membenarkan. Ia menciptakan senyum di wajah rupawannya. Pada akhirnya ia tahu nama gadis itu.

"Kakak cantik tadi kasih apa ke kamu?" tanya Louis yang sempat menyerahkan sesuatu pada Freddie.

"Ini." Freddie menunjukkan amplop putih di tangannya. "Papa boleh lihat?" tanya Louis.

"Boleh. Kata kakak cantik, suruh kasih ke papa," katanya sambil menyerahkan amplop itu. Louis menerimanya dengan hati berbunga. Apakah Abella akan menerima cintanya?

"Thank you, Son." Louis menyimpan surat itu di kantong kemeja hitamnya.

"Papa ketemu sama kakak cantik ayo," ajak Freddie tiba-tiba.

Louis nenghela napas. Ia juga ingin bertemu dengan Abella secara langsung, tapi ia masih ingin melihat sejauh mana ia berlaku baik pada Freddie.

"Iya, nanti kita ketemu bertiga, ya?" kata Louis menenangkan Freddie.

______________________

"Terima kasih, Pak." Abella turun dari motor ojol. Memasuki area kos dan segera menuju kamarnya.

Ia menutup pintu kamar dan meletakkan semua barant bawaannya di tepi kasur. Abel duduk dengan gusar. Mengapa ojolnya datang cepat? Kalau sedikit lama mungkin ia akan bertemu duda sialan itu, 'kan?

Tangan Abel meraih boneka beruang yang hanya seukuran tangan orang dewasa dengan surat yang terselip. Ia lebih tertarik dengan secarik keras tersebut. Apa yang duda itu katakan?

Anak saya benar-benar suka dengan kamu. Freddie sering menceritakan paras ayumu. Bagaimana dengan tawaran di surat sebelumnya? Kalau kamu menerima cinta saya, saya akan segera membuat pertemuan di antara kita bertiga.

"Lo kira nikah kayak nerima kado? Gila juga ni duda," umpatnya seusai membaca surat tersebut.

"Tapi, kalau dipikir-pikir lumayan juga sih dapet orang turunan luar. Kalau anaknya aja seganteng itu, pasti bapaknya juga ganteng, 'kan?

Abella berpikir keras akan semua ini. Namun, menikah memang bukan hal mudah. Untuk membayar kos saja Abel harus menahan tidak jajan. Bagaimana dengan biaya nikah? Bisa berhenti makan ia.

"Terus cara gue bales gimana, om duda! Harus banget apa pake surat-suratan gini? Untung tadi gue tulis nomor gue," celotehnya yang sudah teramat kesal.

"Kalau emang lo mau ngehubungi gue lewat pesan atau bales surat gue, gue enggak lupa sama ucapan gue tadi. Gue terima lo tanpa pikir panjang," sumpahnya yang sudah muak.

"Asal lo kaya aja," lanjutnya tertawa sinis.

______________________

Langit sudah menampilkan bintang juga bulan. Angin pun berhembus menusuk tulang. Jam menunjukkan pukul sepuluh lewat delapan belas malam, Louis masih berdiri di balkon dengan amplop putih dari gadis incarannya.

"Enggak siap buka, tapi gue penasaran." Netranya terus memandang benda putih itu.

Dengan tekad bulat, Louis membuka perlahan. Menyiapkan hati apapun isi surat. Berlapang dada dengan jawaban dari Abella.

Hei, Duda! Sebenarnya lo siapa, sih? Nama lo siapa, Om Duda? Kalau lo duda, harusnya berani secara langsung, 'kan? Ngapain lo segala nyuruh bocah lucu kayak Freddie, jadinya 'kan susah nolak!
Kalau lo serius, coba kirim pesan ke nomor gue atau ke akun ekstagram gue. Apalagi kalau lo ngajak gue ketemu langsung, auto gue terima lo, Duda!

028302493129 nomor gue ya, Duda.
@abella.la akun gue. Gue tunggu lo, Duda.

Senyum bahagia seketika tercipta. Louis tak menyangka akan jawaban Abella. Ia lebih berani memberi identitasnya pada seorang yang asing. Namun, itu sebuah kesempatan untuknya.

Tawa ringan terdengar memecah keheningan malam, Louis bergumam, "Lucu juga gue dipanggil duda."

"Segera mungkin Freddie punya mama baru!" serunya girang sembari meninju angin.

Louis kembali masuk ke kamarnya. Meraih ponsel yang tergeletak di kasur. Duduk di tepi kasur dan menyandar, Louis membuka ponselnya. Ingin segera menghubungi calon mama Freddie. Eh, apakah sudah tentu akan diterima? Abella sudah bersumpah.

"Langsung ke nomornya atau ke akun ekstagram, ya?" gumam louis bingung.

Lama berpikir, Louis memilih langsung menyimpan nomor gadia ayu tersebut. "Kirim pesan dulu aja, deh."

Malam Abella. Maaf terlalu larut saya menghubungi kamu. Ini saya, papa Freddie. Jadi bagaimana dengan tawaran saya? Kamu langsung menerima saya, 'kan?

Louis menarik bibirnya, tersenyum. Entah bagaimana ekspresi gadis itu jika langsung bertemu dengannya. Ia juga akan memceritakan bagaimana mereka bertemu.

"Gue tunggu besok ya, kakak cantik," gumamnya yang meniru bagaimana Freddie memanggilnya.

______________________

Don't forget follow me on Instagram @aissagustiin_

Thank u gais

Mr. Tomlinson [END]Where stories live. Discover now