"Ko-korban? Maksudnya gimana?"

"Kamu nggak mungkin menghindarinya tanpa alasan, bukan? Saya yakin kamu mengerti maksud saya. Saya pun nggak akan menanyakan apa yang Saga lakukan padamu karena itu privasi."

Gisca paham betul Saga pasti pernah berbuat hal buruk pada adik Barra juga, seperti yang dialaminya sekarang sampai harus bersusah payah menjauh dari pria itu. Hanya saja, haruskah Gisca memercayai apa yang Barra katakan? Apa Barra sedang berkata jujur? Bukan sedang mengada-ada agar Gisca semakin terperangkap ke dalam jebakan.

"Melihat kamu gelisah di lobi, membuat saya teringat adik saya dulu," sambung pria itu.

"Saga memang seperti pria gila. Tindakannya bukan seperti orang normal. Dia nggak waras," balas Gisca. "Pertanyaannya kalau sebelum aku udah ada korban, kenapa sekarang dia bebas berkeliaran? Bukankah seharusnya dia dituntut dan mendekam di penjara?"

Barra mengangguk. "Benar, sayang sekali dia punya orang-orang di belakangnya yang hebat sehingga dia hanya didenda dan mendapat hukuman percobaan selama satu bulan kurungan. Baginya denda itu hal kecil baginya, karena dia memang banyak uang. Dan sekarang kita bisa lihat sendiri, dia bebas mau ngapain aja."

Astaga ... kalau begitu sebenarnya bukan hanya Gisca yang dalam bahaya. Tapi Sela juga. Apa Sela tahu kelakukan pacarnya yang mengerikan ini? Bagaimana bisa Sela memiliki pacar yang menakutkan seperti Saga?

Jujur, mendengar penuturan Barra barusan, Gisca malah semakin takut pada Saga.

"Untuk itu, saya bersedia membantumu keluar dari sini tanpa ketahuan oleh Saga." Setelah mengatakan itu, Barra kembali menjalankan mesin mobilnya lalu mulai melajukannya perlahan.

"Entah bagaimana ceritanya kamu bisa terlibat dengan Saga, yang pasti mulai sekarang berhati-hatilah. Dia bisa melakukan apa aja tanpa kenal rasa takut. Saya bilang begini bukan untuk menakut-nakuti, tapi saya mau kamu lebih waspada."

Mobil berjalan semakin ke depan mendekati gerbang, dan dengan santainya Barra mengemudikan mobilnya melewati Saga yang tampak masih berdiri menunggu Gisca.

"Lihat, dia masih di situ," kata Barra.

Refleks Gisca menunduk, khawatir Saga menoleh pada mobil Barra lalu menemukan keberadaannya, meskipun sebenarnya mereka tidak terlihat dari luar. Gisca hanya berjaga-jaga saja.

Sungguh, Gisca sampai gemetaran saking takutnya pada Saga.

"Kamu bisa tenang sekarang, kita udah menjauh dari tempat Saga menunggu," ucap Barra. "Saya yakin dia masih di depan gerbang karena mengira kamu masih di lobi."

Gisca menarik napas lega. "Makasih ya, Pak Barra. Aku nggak tahu bakalan sampai kapan diam di lobi kalau nggak dibantu sama Bapak."

"Berterima kasihnya nanti aja ya, karena kita belum selesai sampai di sini."

Gisca terkejut. "Maksudnya belum selesai?" Jangan bilang Barra ingin meminta imbalan yang aneh-aneh. Jika iya, artinya Gisca keluar sarang macan malah masuk ke kandang singa.

"Saya nggak mungkin menurunkan kamu di pinggir jalan. Jadi, rumah kamu di mana? Biar saya antar sekalian."

"Aku bukan mau pulang ke rumah."

Barra mengernyit. "Lalu?"

"Ah, kalau dari pakaian yang kamu kenakan ... kamu ini habis melamar pekerjaan, ya?" lanjut Barra.

"Lebih tepatnya baru selesai interview, Pak," jawab Gisca. "Kalau Bapak nggak keberatan, tolong antar ke stasiun aja."

"Stasiun?" Barra pun mulai paham. "Oh, kamu pendatang? Mau langsung pulang kampung?"

Teman tapi KhilafTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon