Korban

622 126 34
                                    

Tiffany melirik putrinya yang terlihat memainkan sarapannya, ia lantas beranjak dari kursinya untuk menghampiri Yuju. Usapan lembut dari seorang ibu terasa begitu menenangkan, Yuju belum pernah melihat sisi ini. Sangat jarang Tiffany berperilaku sehangat ini, Yuju mengenal ibunya sangat galak.

"Jangan ngelamun, dong."

"Iya, Mih."

"Jangan membenci Sinb ataupun Jessica, ya? Mimih gak mau kamu menjadi orang jahat, kamu itukan sahabat Sinb," jelas Tiffany.

"Kok, Mimih bisa berpikiran kayak gini? Padahal Mimih di sini itu korbannya."

Tiffany menggeleng. "Sudah, pokoknya kamu jangan sampai membenci mereka, ya? Mimih bisa gagal mendidik kamu kalau sampai kamu membenci mereka."

Yuju mengangguk mantap. "Iya, Yuju gak bakalan benci sama mereka, kok!"

"Ya, kamu memang anak yang pintar," ungkap Tiffany sambil mengecup pucuk kepala itu lamat. "Mimih bangga sama kamu, Sayang."

"Tapi, Mimih janji dulu sama Yuju."

"Ada apa, hm?"

"Janji Mimih gak akan kepikiran? Janji Mimih gak akan sakit?"

Sebelah tangan Tiffany terangkat, ia mengulurkan jari kelingkingnya sebagai perjanjian. Kedua sudut bibir Yuju terangkat membentuk senyuman, lalu menautkan jari kelingkingnya dengan Sang mimih.

"Yuju gak mau ngeliat Mimih sakit, jadi jangan sampe Mimih kepikiran terus kenapa-kenapa," oceh Yuju.

"Iya, tenang aja!" Tiffany mengiyakan dengan yakin. "Mimih itukan punya kamu, makanya Mimih belajar masak supaya kamu makin nyaman."

"Biarpun masakan Mimih keasinan dan gak pernah bener-bener, Yuju tetap suka, kok!"

"Apa?" tanya Tiffany. "J-jadi? Jadi selama ini?"

***

"Mama!!!"

"Ada apa, sih? Pagi-pagi udah teriak, gak takut tenggorokan kamu patah, apa?"

Sowon tertawa kecil. "Nanti kita makan di resto Tororong bareng Papa, yuk!"

"Boleh."

"Wah? Semudah itu, Ma?" tanya Sowon kaget.

Yuri menyibak rambutnya ke belakang. "Apa Mama kelihatan lagi bercanda?"

Sowon memajukan bibirnya beberapa senti, kedua tangannya terangkat yang kemudian dengan segera ia menubruk mamanya. Sebuah pelukan karena bahagia mendengar Sang mama tak menolak makan malam bersama lagi.

"Malam ini Mama yang bayar, gantian," kata Yuri.

"Ish, Sowon seneng banget, Ma!" ungkapnya sambil sedikit berjingkrak.

"Aduh, Sowon jangan jingkrak-jingkrak, nanti tubuh Mama makin pendek karena kamu tekan!" protes Yuri.

Sowon tertawa menanggapinya, pelukan itu merenggang dan berganti dengan Sowon yang memegangi kedua bahu Sang mama. Yuri senang melihat Sowon seperti ini, anaknya menjadi lebih dekat dan lebih ceria. Berbeda ketika hari kehilangan kekasihnya, Sowon menjadi gadis murung yang menyedihkan. Yah, namanya juga cinta pertama.

Ibaratnya, Sowon baru berpacaran langsung ditinggal meninggal.

"Eh, tapi keluarga Papa kamu bakalan marah gak?" tanya Yuri.

Single ParentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang