SL-W(?). 11.

2.2K 253 10
                                    

Fia pov

Setelah drama 'tahu bulat' tadi, lagi-lagi untuk kesekian kalinya rencana yang sudah kususun rapih gagal untuk kesekian kalinya.

Aku berakhir diruang Tv dengan dua bocah yang tidak pernah bosan berkelahi.

Siapa lagi kalau bukan Kak Devan dan Kak Ezza.

"Ezza!! Balikin buku gambar Kakak!!" Teriak Kak Devan sambil mengejar Ezza yang berlari mengelilingi ruang Tv.

"Gak kena wlee.." Balas Kak Ezza sambil terus berlari.

Bruk...

"Aduh pantat Eja." Pekik Kak Ezza.

"Sukurin." Gumamku dalam hati tanpa berniat mengalihkan pandangan dari layar Tv yang menayangkan film India kesukaan Mami.

"Papi kok udah pulang?" Suara Kak Devan, berhasil mengalihkan atensiku.

Aku menoleh, melihat kearah Papi yang sedang berdiri menatap kearah Kak Ezza yang masih terduduk di lantai, tanpa ada niatan membantu.

Namun yang membuatku bingung adalah tampilan Papi yang sangat berantakan. Rambut dan kemeja nya tidak beraturan, dasi yang sudah hampir terlepas, dan jangan lupakan memar di pelipis dan sudut bibirnya.

"Loh, kamu sudah pulang?" Kali ini giliran Mami yang bertanya. "Kamu kenapa? Habis berantem sama siapa? Kok berantakan gini?" Sambung Mami, sambil mengelus pelan sudut bibir Papi, raut wajah Mami terlihat jelas sedang khawatir.

Keningku semakin mengernyit, melihat Papi yang hanya diam sambil menatap sendu kearah Mami.

"Kamu kenapa? Jangan diem aja." Tambah Mami dengan suara bergetar menahan tangisnya.

"Maaf." Ucap Papi lirih.

"Aku tanya kamu kenapa? Bukan minta kamu minta maaf." Balas Mami, dengan air mata menggenang di pelupuk matanya.

"Aku nggak apa-apa." Ucap Papi, namun tak berhasil menenangkan ke khawatiran Mami.

"Aku titip anak-anak ya. Aku sayang kalian." Lanjut Papi lalu memeluk Mami, dan seketika tangis Mami pecah begitu saja.

"Maaf." Lirih Papi, langsung melepaskan pelukan nya pada Mami, yang masih menangis sambil termenung.

"Sebenernya ada apa? Kenapa kamu tiba-tiba begini?" Tanya Mami sambil menatap nanar kearah Papi.

Papi menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. "Semua akan baik-baik aja."

Kemudian Papi berjongkok lalu menggenggam tangan Kak Devan dan Kak Ezza yang sedari tadi berdiri di dekat Mami dan Papi.

"Kalian jangan nakal ya, jangan sering-sering berantem, kasian Mami." Ucap Papi lalu mengelus kepala keduanya.

Entah paham atau tidak Kak Devan dan Kak Ezza kompak mengangguk. Setelahnya Papi memeluk mereka berdua.

"Pinternya anak Papi." Ucap Papi sambil tersenyum, namun matanya berkaca-kaca.

"Jangan jahilin Kakak sama adik kalian juga loh." Sambung Papi lalu tertawa hambar, terlihat sangat di paksakan. "Janji." Tambah Papi seraya mengacungkan jari kelingkingnya.

"Janji." Ucap Kak Devan dan Kak Ezza bersamaan, sambil menautkan jari kelingking mereka bertiga.

Setelahnya Papi beranjak dan berjalan kearahku. Tanpa banyak bicara Papi langsung menggendongku dan memeluk ku erat.

"Kesayangan Papi." Ucap Papi, suara bergetar dan bisa aku tebak kini Papi sedang menangis.

Meskipun sudah menyimak dan memperhatikan dari tadi, sampai sekarang aku masih tidak paham dengan situasi saat ini.

Aku hanya diam karena tidak tahu harus melakukan apa, sedari tadi dikepalaku sudah muncul berbagai pertanyaan, namun lidahku terasa kelu, dan akhirnya hanya keheningan yang menyelimuti ruang Tv ini.

"Sekarang aku paham, ternyata kamu emang laki-laki paling egois." Ucap Mami setelah keheningan beberapa saat.

"Ini pilihan yang terbaik." Ucap Papi, masih memeluk ku.

"Apanya yang terbaik?!!" Bentak Mami. "Demi persahatan dan janji konyol kalian, kamu ngorbanin istri dan anak kamu sendiri!! GILA!! GILA KAMU!!" Teriak Mami.

Dan sepersekian detik kemudian aku sudah berpindah kedalam gendongan Mami.

"Aku tau awalnya ini berat, tapi aku yakin kamu bisa tanpa aku, kamu perempuan paling kuat dan paling hebat yang pernah aku kenal." Sahut Papi.

"Aku--" Ucapan Mami terhenti setelah suara bel berbunyi beberapa kali.

Ting tong.

Ting tong.

Tanpa menunggu kelanjutan ucapan Mami, Papi langsung berjalan kearah luar rumah. Dan Mami pun langsung mengikuti arah langkah kaki Papi.

"Selamat Sore, betul ini rumah Bapak Freddy Darnawirawan?" Tanya salah seorang bapak-bapak berseragam polisi.

"Iya, saya sendiri." Sahut Papi.

"Bapak kami tangkap sebagai tersangka pembunuhan pasangan suami istri di perkemahan, serta penculikan pada putri mereka." Ucap polisi tadi.

Deg!

Mendengar ucapan Bapak Polisi itu, dada ku tiba-tiba terasa sesak. Papi? Tersangka pembunuhan? Suami istri? Perkemahan?

Tiba-tiba berbagai pemikiran menyerang dan langsung memenuhi kepalaku. Rasa-rasanya aku tidak bisa berfikir dengan jernih.

Dan entah bagaimana kelanjutan nya setelah itu. Sekarang aku sudah duduk di tempat tidur kamar orang tuaku.

Mami menangis tanpa henti sambil memeluk lututnya sendiri.

Kak Devan dan Kak Ezza juga nangis sambil berpelukan satu sama lain.

Dengan pikiran dipenuhi kekacauan aku berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.












Tbc.

Haii guyss,,
I'm back.

Setelah beberapa saat akhirnya aku bisa balik lagi.
Dan melanjutkan cerita ini.

Walau sangat pendek😅.

Maaf kalau kecewa, 🙏
Semoga suka, dan stay tune ya..




Menjadi Bayi - Why (?) HIATUSWhere stories live. Discover now