SL-W(?). 10.

2.9K 302 20
                                    

Fia pov

Seminggu ini aku semakin merasa aneh dengan sikap Papi, ia lebih sering pergi pagi dan pulang malam, atau kalaupun pulang cepat Papi lebih banyak diam dari pada meladenin kenakalan Devan dan Ezza, atau menjahiliku seperti biasanya.

Tak mau ambil pusing dengan sikap Papi, dihari yang cerah ini ku putuskan untuk kembali memulai petualangan yang sempat terhenti sejak aku dibawa paksa kerumah Ganesh.

Dengan persiapan yang lebih matang, setelah selesai memakai sendal bermotif hello kitty yang sebenarnya tidak telalu kusukai, aku berjalan keluar rumah.

Kalau ditanya kemana Mami? Saat ini ia sedang sibuk memarahi Kak Ezza yang baru saja membuka sekantong tepung untuk dia gunakan main dengan mobil truk pasir miliknya.

Dan kondisi Mami yang sedang lengah begini menjadi kesempatanku untuk kabur.

Setelah mengintip dan memastikan tidak ada ibu-ibu yang sibuk bergosip seperti sebelumnya. Aku langsung berlari dengan kaki pendek ini hingga berhasil keluar gang.

Begitu sampai diperempatan aku mendadak berhenti.

Karena sudah cukup lama tidak keluar rumah, tiba-tiba aku tidak tahu harus berjalan kearah mana untuk sampai ke jalan raya.

Bahkan aku tidak ingat dimana letak pos ronda yang sempat aku datangi dengan Papi.

'Tahu bulat, di goreng dadakan, lima ratusan. Ada sotong.'

Sibuk celingukan mencari arah, atensiku di alihkan pada mobil penjual tahu bulat yang sedang mangkal di ujung jalan.

Merogoh saku celanaku, aku tersenyum puas melihat selembar uang berwarna ungu yang berhasil aku ambil dari sisa kembalian belanja Mami tadi Pagi.

Sudah ku bilang kan, persiapan ku hari ini cukup matang. Aku tidak melupakan hal penting, yaitu uang.

"Bang be'i." Teriakku. Karena tinggi yang terbatas ini, kira-kira hanya setara dengan ban mobil pick-up ini, cukup membuatku kesal karena si Abang tahu bulat masih asik menggaduk tanpa menghiraukan teriakkanku. (Bang beli)

Karena kesal akhirnya sengaja ku ambil batu kerikil yang ada di sebelahku dan melemparkanya kearah abang tahu bulat.

"Anj* siape nih ngelempar batu seenak udelnya." Teriak Abang itu tak terima.

"Be'i tau bulat lima libu." Ucapku. (Beli tahu bulat lima ribu)

"Astaga, tuyul." Pekik Abang itu.

"Nak ja. Ue butan tuyul." Balasku geram. (Enak aja. Gue bukan tuyul)

"Pet, tau bulat lima libu." Lanjutki sambil menyerahkan selembar uangku tadi. (Cepet, tahu bulat lima ribu.)

Bukan nya segera mengambil uang dan menyiapkan pesanan ku, si abang malah bengong dengan tangan yang tak henti mengaduk tahu di penggorengannya. Takut gosong mungkin?

"BANG!!" Teriakku dengan suara yang sudah pasti cempreng.

"Eh, iya." Sahut Abang tahu bulat sambil mengerjapkan matanya. Ia segera mengambil uangku lalu tak lama menyerahkan seplastik tahu bulat beserta uang kembaliannya. "Nih" Ucapnya.

"Bang tahu bulat 10ribu, sama sotongnya 5rb aja. Nih duitnya." Ucap seseorang yang menjulang tinggi di sampingku.

"Eh bocil, ngapain lu disini? Kabur lagi?" Tanyanya.

Aku refleks menoleh, dan seperti yang di duga, dia Ganesh. Padahal sekarang jam sekolah kenapa bocah ini malah berkeliaran dan beli tahu bulat?

"Cil, bengong aja, kesembet tau rasa lo." Ucapnya dan tanpa permisi ia malah menggendongku seenaknya.

"Epass!! Tulunin ndak!!" Ucap ku sambil menatap garang kearahnya. (Lepass!! Turunin nggak!!)

Tapi bukannya menuruti permintaanky dia malah tertawa sambil menerima pesanan tahu bulatnya.

"Adeknya Mas?" Tanya Abang penjual tahu bulat. "Kok dibiarin kelayapan sendirian si? Bahaya kalo di culik gimana?"

"Bukan Bang, Anak tetangga." Sahut Ganesh.

"Tulunin." Teriak ku sambil menghentak-hentakan kaki.

"Diem bocil! Liat noh Mak lu udah nangis di depan pager." Balasnya. Refleks aku langsung menengok, dan ternyata benar disana Mami terlihat menangis sambil menggendong Kak Ezza, ia berjalan menghampiri kearahku. Di ikuti dengan beberapa Ibu-Ibu lain di belakangnya termasuk Mama Ganesh.

"Jadi kamu yang nyulik Fia!!" Teriak Mama Ganesh sambil menarik telinga anaknya.

Iya bagus Tante, lanjutkan- Batinku.

"AAKKKHH!! LEPAS MAH!!"

"Mau jadi apa sih kamu ini? Udah sekolah bolos terus, sekarang malah berani-beraninya nyulik anak orang." Teriak Mama Ganesh sambil memukuli punggung Ganesh.

"Aku nggak nyulik Mah, nih Bocil lagi jajan di tukang tahu bulat, masih bagus aku samperin jadi nggak di culik beneran." Ucap Ganesh membela diri.

"Bener Fia? Bukan bocah gendeng ini yang bawa kamu pergi?" Tanya Mama Ganesh.

Seolah mendapat pencerahan tiba-tiba ide jahil melintas di benakku.

"Tadi atu ladi main cana." Ucapku sambil menunjuk kearah gerbang rumah (Tadi aku lagi main disana). "Telus Abang na jak pelgi beli tau bulat." (Terus Abang nya ajak pergi beli tahu bulat.

Mami langsung menurunkan Kak Ezza dari gendongannya, dan segera mengambil alihku.

Sementara dalam hati aku tertawa puas melihat Ganesh yang kini sedang kejar-kejaran dengan Mama nya.

"WOI BOCIL AWAS YA LO!!" Teriakan Ganesh yang berhasil aku dengar.

"Astaga Fia. Kamu nggak apa-apa kan Sayang?" Tanya Mami sambil terisak.

Aku menggeleng pasti sambil tersenyum sangat, sebagai tebusan rasa bersalah karena sudah membuat Mami menangis.

"Mami au tau bulat digoleng dadatan ada cotong?" Tanyaku sambil menyodorkan plastik berisi tahu bulat. (Mami mau tahu bulat digoreng dadakan, ada sotong?)

Mami menggeleng lalu mendekapku, mengeratkan gendongannya.

"Kakak mau tahu bulat." Ucap Kak Ezza yang sedari tadi menatap penuh ingin pada tahu bulat milikku.

"N'da oleh, ini cemua atu punya." Ucapku. (Nggak boleh, ini semua aku punya.)










Tbc.
Hai guyss aku UP lagi.
Tapi yang ringan-ringan aja yaa..

Jangan Lupa Vote dan Komen nya 😘🤗

Menjadi Bayi - Why (?) HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang