Part 31.1 - Something About Friendship

Mulai dari awal
                                    

Dan memang Raphael menemukannya. Desa itu desa yang kecil dengan sedikit penduduk sehingga semua saling mengenal satu sama lain. Namun, desa itu memiliki fasilitas cukup memadai, ada beberapa toko bahan kebutuhan sehari-hari, pandai besi, gereja, pemakaman kecil, bahkan ada seorang dokter yang bertempat tinggal di sana dan membuka klinik. Desa itu juga dilewati sungai kecil dikelilingi oleh ladang dan tanah pertanian tempat anak-anak kecil bermain.

Kereta kuda Raphael berhenti di depan sebuah rumah kecil dengan pekarangan depan yang sempit. Saat turun dari kereta, ia berdecak kesal mengetahui sepatu bot hessian-nya tak sengaja menginjak kotoran ayam.

"My Lord, akan kami bersihkan," ujar salah satu pelayan yang melihat.

"Tidak perlu," sergah Raphael datar dan menuju rumput dekat pagar untuk mengais-ngais sepatunya di sana seperti keset.

Karena kesialan sudah datang, berarti Josephine ada di dekatnya. Raphael yakin itu. Dan memang benar karena tak lama kemudian terdengar suara wanita.

"Siapa?" Josephine muncul dari pintu rumah yang dibiarkan tidak tertutup. Raphael hampir tidak mengenalinya karena setahun sudah berlalu sejak terakhir mereka bertemu. Ia tampak lebih cantik dan lebih dewasa karena rambut pirangnya kini ditata dengan rapi, tidak seperti dulu yang dibiarkan tergerai.

"Lord kecil?!" Mata Josephine melebar terkejut, lalu ia menyonsong dan menggamit siku Raphael dengan riang.  Meski berusia sepuluh tahun, Raphael sudah hampir setinggi Josephine yang terlahir mungil sebagai wanita. "Aku sudah menantikanmu. Masuklah."

Berusaha mengabaikan rasa kebingungannya, Raphael tidak menolak masuk ke dalam sembari meneliti sekeliling. Rumah kecil dengan dua kamar itu memiliki halaman belakang yang sedikit lebih luas. Di sana ada sebatang pohon willow, lalu sisanya sayuran dan jagung yang sepertinya baru ditanam. Jarak antara rumah itu dan tetangga berhimpitan hanya berbatas satu tembok atau dinding.

"Kau tidak menyuruh pelayan dan kusirmu masuk?"

Raphael menoleh dari lamunan. "Tentu saja tidak. Mereka pelayan."

"Astaga, di luar akan hujan." Dengan keras kepala, Josephine meninggalkan Raphael ke pintu depan hanya untuk memanggil para pelayan itu. Tentu saja mereka tidak mau dan bergeming di kereta meski Josephine bersikeras.

"Aku akan membuatkan teh," putus Josephine saat kembali ke dalam.

"Kau akan membuatkan teh?" Raphael mengulang dengan pertanyaan.

"Benar. Kau tahu teh, bukan?"

"Apa kau tidak punya pelayan?"

"Tidak." Josephine menggeleng. "Jangan khawatir, aku belum pernah meracuni orang dengan teh." Ia meyakinkan dengan riang sementara Raphael masih terperangah.

"Lupakan itu." Menyudahi basa-basi dengan jengah, Raphael segera menuju inti pembicaraan. "Untuk apa kau ada di sini?"

"Aku tinggal di sini sekarang."

"Di sini? Ada apa dengan rumahmu?"

"Aku kabur dari rumah."

Raphael tercengang sejenak mencerna kata-kata itu. Lalu beberapa saat kemudian ia tersentak. "Ini konyol! Kau harus pulang! Aku akan mengantarmu pulang sekarang juga!" Ia menggamit pergelangan tangan wanita itu, tetapi Josephine menolak.

"Aku tidak bisa, Raphael."

"Bagaimana bisa?"

"Aku sudah menjadi istri dari seseorang."

Pengakuan itu bagai petir di siang bolong. Dan memang kebetulan ada petir yang menambah efek dramatis karena sebentar lagi hujan. 

"Kau...sudah menikah?!" Raphael harus bertanya sekali lagi untuk meyakinkan pendengarannya dan juga memastikan Josephine tidak bergurau. 

Something About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang