"happy birthday" (Ihsan - Lisa)

Start from the beginning
                                    

---

"Happy birthday, Sa!" Suara Ihsan kali itu diakhiri dengan rintihan karena tangannya sedikit tergeser. Ada suara sirine yang menjadi latar belakangnya.

Lisa menghela napas. "Happy birthday, San." Balasnya, meringis melihat darah pada tangan kanan Ihsan. 

Sehari sebelumnya, keduanya bertengkar hebat. Lisa juga tidak ingat persisnya tentang apa, mungkin tentang sesuatu yang bodoh. Jadilah di malam ulang tahun mereka, keduanya malah melampiaskannya dengan sengaja tidak saling mengucapkan. Ihsan yang menghabiskan malamnya berpikir mau mengucapkan atau tidak, besok sorenya mengantuk dan menabrak trotoar SMPnya—hampir saja menabrak tukang bakso dan salah seorang temannya yang sedang asik menyendok sambal ke dalam mangkuk bakso yang baru diterimanya. Tubuh Ihsan terbanting ke kanan dan tangannya patah.

Alhasil di sinilah ia dan Lisa (yang dipanggil teman-teman saksi kejadian kecelakaan tunggal yang bodoh itu), di dalam ambulans yang mengantarnya ke rumah sakit.

"Maaf ya, Sa." Ucap Ihsan, Lisa tidak ingat mengapa Ihsan yang mengatakan maaf duluan. Mungkin takut hidupnya akan usai.

"Maaf juga, jangan mati, lo baru aja ulang tahun."

Lisa benar-benar serius mengatakannya, tapi Ihsan malah ketawa.

---

Lisa mendengar ketukan di jendela kamarnya. Begitu membuka tirai, ia tergelak. Ternyata bukan jendela kamarnya, tapi jendela kamar Ihsan yang diketuk. Pelakunya tak lain sahabatnya sendiri.

Jarak rumah antarkeduanya begitu dekat, jendela kamar keduanya pun berhadap-hadapan. Di seberang sana, Ihsan sedang memasang wajah konyol, campuran antara kaget dan senyuman. Kedua tangannya memegang sebuah kue tart dengan lilin berbentuk angka '1' dan '7' yang sudah menyala.

Lisa kira Ihsan akan ketiduran malam itu, mengingat besok ia akan pergi menjadi salah satu peserta lomba debat yang lumayan bergengsi. Sudah beberapa sore belakangan pun, Lisa pulang duluan ke rumah karena Ihsan harus mengikuti persiapan lomba di sekolah. Walau sejujurnya, Lisa tetap berharap Ihsan ingat sih. Buktinya, ia begadang malam itu.

Lisa membuka jendelanya, udara dingin malam langsung menerpa wajahnya.

"Happy birthday, Sa!" Ucap Ihsan.

"Happy birthday, San!" Balas Lisa.

"Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang ju-" di tengah-tengah nyanyian Ihsan yang disusul Lisa, angin malam berhembus dan mematikan lilinnya. Ihsan monyong, Lisa tertawa.

It was the sweetest sweet 17 she could ever hope for.

---

"Happy birthday, istri." Ucap Ihsan 3 tahun yang lalu, memandang wajah Lisa yang duduk di sebelahnya. Nadanya lembut, berbeda sekali dengan beberapa detik lalu, saat ia mengucapkan ijab kabul dengan semangat '45.

"SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA EDELYN MELISSA..."

"SAH?!" Pak penghulu jadi kebawa semangat.

"SAAAAH!!" Balas penonton sama hebohnya. Di sini, suara Gio CS terdengar paling kencang.

"Happy birthday, suami." Balas Lisa tersenyum. Sungguh ada sesuatu yang penuh mengisi hatinya.

"Toss!" Ihsan refleks mengangkat tangan kanannya. Lisa menyambutnya dengan semangat. Para undangan tertawa melihatnya.

"Eh, kok malah toss? Aduh pengantin ini... Salim dulu dong, hayo bagaimana saat gladi bersih?" Goda MC pernikahannya, Tante Ria, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Oh iya lupa, hehe." Kata Lisa, kemudian menunduk, meletakkan tangan Ihsan di depan dahinya. Ihsan yang awkward setengah mati, malah salim balik. 

"Eh lhooo kok malah salim-saliman piye." Komentar Tante Ria yang mengundang tawa para undangan.

---

"Hngggg." Ihsan mengerang ketika merasakan tempat tidurnya bergerak. Ada 2 anak laki-laki yang sedang berlompatan bergantian.

"Ayah! Ayah! Mangunnnnnn" 

"Maanguunnn" Kata yang satunya lagi.

Lisa hanya terkekeh melihat 2 anak kembarnya yang begitu bangun 5 detik yang lalu, langsung berlompatan. Ia sendiri masih berbaring menyamping menikmati adegan ini.

"Iya iya Ayah bangun." Kata Ihsan dengan suara seraknya. "Happy birthday, Sa." Ia tersenyum di tengah kantuknya saat menyadari Lisa sedang memperhatikannya.

"Happy birthday, San." Balas Lisa. Perasaan penuh di hatinya itu timbul kembali. Bersyukur rasanya, bisa melihat wajah yang sama itu, senyum yang sama, dan ucapan yang sama setiap tahunnya. Mau itu dengan suara riangnya anak TK, suara begernya anak ABG, suara menahan sakitnya, suara lembutnya, atau suara bangun tidurnya yang diiringi rengekan 2 bocah kecil.

Ucapan itu sempat tidak didengarnya selama beberapa tahun ia perang dingin dengan Ihsan. Menyiksa rasanya saat itu. Untung ia bisa kembali menemukan jalan pulangnya. Musuh terbesarnya saat itu adalah egonya, dan ia puas bisa mengalahkannya. Kalau tidak, sungguh nikmat pagi ini bisa terlewat begitu saja.

"Enaknya diapain nih anak-anak yang ganggu Ayah tidur ini?" Ihsan mengangkat alisnya. Tampan sekali ya Tuhan, batin Lisa.

"Gelitikin aja gimana?" Lisa ikut mengangkat alisnya.

Kedua anak itu berteriak kegelian ketika kedua orang tuanya masing-masing berhasil menangkap salah satu dan menggelitikinya.

---

Hospitalship (extended stories)Where stories live. Discover now