Jemput Mas Gavin

191 29 13
                                    

Sabtu pagi, semua anggota keluarga Baskara berada di rumah kecuali Mas Gavin. Pukul 8 pagi, Ayah sudah duduk di teras sembari membaca koran ditemani tempe mendoan dan kopi hitam yang telah dibuatkan Mbak Ratih tadi. Tidak lupa sarung yang terlilit ditubuh lelaki tua itu. Jika tadinya kalian membayangkan Ayah yang rapi menggunakan kemeja rumahan dan celana panjang, kalian salah. Ayah tetaplah bapak-bapak Indonesia yang jika hari libur begini hanya berpakaian seadanya yaitu dengan kaos dan sarung.

Kebiasaan jika hari libur, Ayah akan duduk di teras. Menikmati kopi hitam sembari membaca koran untuk meng-update berita. Lima hari sibuk dengan pekerjaan membuat Ayah ketinggalan berita. Walaupun beritanya juga tidak terlalu berbobot setidaknya Ayah harus tau supaya tidak ketinggalan, apalagi berita gosip artis. Ayah harus tau.

Kalau sudah bosan dengan koran, maka Ayah akan membolak-balikkan setiap halaman koran tersebut untuk bergaya. Kalau bahasa sekarang, Ayah sedang pencitraan ke tetangga. Katanya supaya keren dan terlihat berwawasan. Padahal, paham saja tidak.

Kebiasaan Ayah duduk diteras juga menjadi kesempatan Ayah untuk berinteraksi dengan tetangga yang suka lewat. Apalagi kalau janda kembang dan perawan tua, sekalian cuci mata. Siapa tau ada yang bisa dijadikan calon bunda tiri untuk anak-anak. Tidak, cuma bercanda. Ayah tidak pernah sekalipun punya pikiran untuk mencari istri lagi. Lagipula jika Hansel dan Saga tau, bisa tamat riwayat Ayah. Kedua anaknya itu yang paling tidak setuju jika Ayah punya istri baru. Lebih baik cari aman saja.

Dulu saat Eyang masih ada, beliau sempat berniat menjodohkan Ayah dengan seorang guru, anak dari temannya yang juga telah berpisah dengan suami pertamanya. Tapi dengan halus Ayah menolak dan berkata, "Dharma lagi pengen fokus ke pekerjaan dulu, Bu. Sekarang yang penting kebahagiaan anak-anak. Dharma bisa membesarkan anak-anak sendiri. Lagi pula belum tentu anak-anak setuju. Nanti kalau ada jodoh juga pasti akan ada jalan. Kalau tidak, maka kami berdelapan berarti sudah cukup. Kalau soal ibu pengganti, sudah ada Ibu yang selalu ada untuk anak Dharma terutama Tara. Terimakasih sudah merawat anak Dharma dan atas niat Ibu. Tapi maaf Dharma belum bisa, Viona (bunda) masih melekat di kenangan Dharma maupun anak-anak."

Lalu Eyang hanya mengangguk dan menghormati keputusan Ayah. Sepasang ibu dan anak itu tidak sadar jika ada seseorang yang dari tadi menguping. Si pelaku yang tentu saja tau semua yang dibicarakan langsung pergi berlari ke ruang keluarga dimana ke-enam kakaknya tengah berkumpul. Iya, yang dari tadi menguping itu Inu.

"Mas, Bang! Masa ayah mau dijodohin kaya Siti Nurbaya," ucap Inu tepat setalah duduk di samping Dante.

"Maksud lo apaan? Ngomong yang jelas, ege," sahut Saga yang tidak paham.

"Ck, Eyang mau jodohin Ayah sama janda," balas Inu.

"Tau dari mana lo? Jangan sembarangan." Kali ini Hansel ikut bersuara. Jelas dari nada bicaranya ia sangat tidak setuju.

"Tadi gue nguping Eyang sama Ayah lagi ngobrol."

"Aduh, Mas, kenapa lu noyor gua?," protes Inu ke Dante.

"Enggak sopan nguping pembicaraan orang lain kayak gitu."

"Enggak sengaja tadi, gue cuma lewat terus denger ya gue lanjutin karena kepo."

"Sama aja, enggak boleh kaya gitu. Jangan suka nimbrung tanpa diundang gitu, Nu. Kan lo bukan setan." Dante memberikan nasehat ke adik bungsunya itu. Memang, ya, Dante ini pemikirannya  yang paling waras diantara semuanya.

Sementara di sisi lain, ada Hansel dan Saga yang kini telah berubah raut wajahnya. Mereka berdua sangat tidak senang dengan berita ini. Hansel tidak mau bundanya digantikan, sedangkan Saga tidak mau punya ibu tiri. Ia tidak mau disiksa seperti yang ada di sinetron. Pokoknya tidak mau.

BASKARAWhere stories live. Discover now