24 POV Langit: Susu pembawa Petaka

10.5K 468 9
                                    

Saya membawa Laila pulang ke rumah atas perintah Bunda. Padahal saya ingin menjaga bunda tapi bunda tidak mengijinkan karena ini malam pengantin kami. Memikirkan hal itu malah membuat saya pusing sendiri.

Sesampainya di rumah saya membawa Laila ke kamar lalu menunjukan kamar mandi kepada Laila agar dia berganti baju. Perempuan itu pasti gerah dan ingin berganti baju karena tidak akan nyaman tidur dengan pakaian yang dikenakannya sekarang.

"Laila kalau mau menggunakan toilet ada di sebelah situ" saya menunjuk toilet di sebelah walk in closet.

"Iya Mas" Ucap Laila singkat. Saya menilai Laila perempuan yang irit bicara ketika bersama saya. Mungkin dia tidak nyaman dengan laki-laki yang kaku seperti saya, tidak seperti saat bersama Raka. Dengan Raka, Laila akan banyak bicara dan tertawa lepas.

Saya masih menungguinya di dalam kamar kalau-kalau Laila membutuhkan sesuatu. Karena dia pasti masih asing dengan rumah ini. Laila cukup lama berada di kamar mandi. Apa mungkin dia mengulur waktu untuk menghindari saya? Entahlah, saya malah menjadi berpikiran negatif sendiri. Akhirnya saya memilih membuka gawai untuk mengurus beberapa pekerjaan.

Beberapa menit kemudian, Laila keluar dari kamar mandi. Rambut yang selama ini ditutupinya dengan kerudung diperlihatkan kepada saya. Oh, God. Rambut hitam panjang yang digerai itu sungguh menambah kecantikan Laila. Paras ayu manis dengan rambut hitam lurus. Cukup lama saya terpesona dengan kecantikan Laila. Sampai sesuatu menyadarkan saya.

Saya tidak tahu kenapa tubuh ini tiba-tiba bereaksi hanya dengan melihat rambut Laila. Mencium wangi citrus dan melati yang menguar dari wangi Rambut Laila membuat otak saya traveling membayangkan yang tidak-tidak. Bisa gila saya dibuatnya.

Saya buru-buru menundukkan pandangan dan pamit keluar kamar untuk mengurus pekerjaan. Saya tidak mau terkurung di dalam kamar berdua. Jujur saja, saya takut berbuat lebih. Saya tidak mungkin menyentuh Laila meskipun sudah halal bagi saya karena ada janji yang harus saya tepati.

Saya masih di depan pintu kamar cukup lama memegang dada saya karena jantung saya berdertak tak karuan. Setelahnya saya memilih menyelesaikan berkas-berkas di ruang kerja yang saya bawa dari kantor. Ternyata tidak banyak yang perlu saya kerjakan. Hanya cukup mengecek dan tanda tangan di beberapa berkas saja.

Mbok Nem mengetuk pintu dan menyajikan segelas susu hangat di hadapan saya. Kebiasaan yang bunda lakukan saat saya menghabiskan waktu di ruang kerja.

"Di minum den" Ucap Mbok Nem sambil meletakkan segelas susu itu di meja saya.

Saya paling suka susu coklat. Entah mengapa hari ini Mbok Nem menyuguhkan susu berwarna putih kekuningan? 

Saya tidak ambil pusing. Saya meneguk minuman itu sampai tandas karena kehausan dan baru menyadari keanehan rasa susu itu setelah tandas tidak bersisa. Rasanya sedikit berbeda dengan susu putih pada umumnya. Ada rasa pedas dan agak sedikit amis menurut saya.

Mbok Nem mengambil alih gelas kosong itu lalu berbalik beranjak pergi. "Mbok kok rasa susunya agak beda?" saya menanyakan karena susu itu rasanya benar-benar aneh.

"Susu telur madu jahe den, untuk stamina buat aden" Jelas mbok Nem.

"Mbok tambahin ekstra telur bebeknya jadi dua den" ucapnya bangga sambil mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya ke arah saya.

Wah Mbok Nem malah bikin perkara semakin runyam. Bisa-bisa meledak tubuh saya menahan hasrat. "Mau mbok bikinin lagi den?" tanya Mbok Nem malah nambah mancing perkara.

"Ga perlu mbok. Besuk lagi jangan buat yang seperti ini" pinta saya.

"Kenapa den? Ini bagus buat pengantin baru seperti aden. Biar tambah kuat sampai pagi" jelasnya dengan mengangkat lengannya seperti agung hercules.

"Mbok pikir saya lemah? Rasanya aneh saya ga suka" bisa gila saya bila setiap hari minum susu itu dan malamnya harus tidur dengan Laila.

Mau tidak mau saya mengahabiskan malam untuk ngegym. Menguras tenaga saya membuat tubuh saya kelelahan setengah mati agar hasrat ini bisa saya tekan. Ini semua gara-gara susu aneh buatan Mbok Nem.

Setelah cukup lelah saya bergegas mandi dan segera menemani Laila tidur. Melihat Laila yang tertidur pulas membuat hati saya menghangat. 'Andaikan raga dan hatimu milik saya, pasti saya menjadi laki-laki yang sangat bahagia hari ini batin saya.

Saya memilih tidur memunggungi Laila. Lebih baik saya melihat tembok daripada wajah ayu itu. Saya hanya takut tidak bisa mengontrol hasrat saya. Takut jika saya menginginkan hak saya dan tidak bisa menahannya lagi.

---------------------

Pagi ini Laila membuatkan sarapan untuk saya. Saya merasa menjadi suami yang seutuhnya. Laila sangat tahu makanan yang saya sukai. Siapa lagi kalau bukan bunda yang memberi tahu? Tapi sayangnya rumah tangga ini tidak sungguhan, Ini seperti drama rumah-rumahan yang sebentar lagi akan bubar.

Selesai sarapan, saya memberikan kartu debit kepada Laila sebagai nafkah. Saya memberikan tiga digit perbulannya hanya untuk keperluan pribadi Laila. Tapi penolakan yang dilakukan Laia saat saya memberikan kartu debit itu membuat ego saya sebagai seorang laki-laki terluka. Tidak bisakah kamu membuat ini lebih mudah La? Jika kamu menolak nafkah yang saya berikan membuat saya tambah digerogoti rasa bersalah.

Kamu sebagai malaikat yang menyelamatkan bunda dengan pernikahan ini. Sedangkan saya sebagai penjahat yang merampas kebahagiaan kamu.

Saya tahu nada ucapan saya cukup dingin. Tapi tolong jangan pernah menolak pemberian saya. Karena dengan ini saya bisa menebus sedikit rasa bersalah saya kepadamu.

Selesai sarapan, saya mengantarkan Laila pergi mengajar. Saya menghentikan mobil tepat di depan pintu gerbang agar Laila tidak jauh berjalan. Saya merasa bingung ketika Laila mengulurkan tangannya ketika hendak berpamitan.

"Mas...salim" Ucapnya pelan.

Ada rasa yang tidak bisa saya gambarkan ketika Laila mencium tangan saya. Rasa bahagia karena di perlakukan sebagai seorang suami.

"Laila pamit Mas, Assallammuallaikum" Saya menarik lengan Laila dengan lembut. Ada rasa tidak rela melepas dirinya pergi mengajar.

"Nanti Pak Sukri supir bunda yang akan menjemputmu" Ucapku mengulur waktu untuk tetap bersama

"Iya Mas" jawabnya singkat. Karena Laila memang perempuan yang irit bicara ketika bersama saya.

Aku menunggui Laila sampai masuk ke pintu gerbang. Seperti biasa, perempuan penyayang itu akan di sambut beberapa murid-muridnya yang memang menunggu kedatangannya di balik pintu gerbang.

Iya seperti biasanya. Terkadang ketika hati ini masih merasakan sedikit rasa, saya sering pergi ke kantor lebih pagi dengan alasan ada meeting pagi kalau bunda bertanya. Sengaja lewat sekolahan dimana Laila mengajar meskipun saya harus putar arah menuju kantor. Melihat perempuan itu dari kejauhan bagi saya sudah cukup. Tidak berharap lebih. Hanya saya lakukan ketika hati ini tidak bisa diajak berkompromi dengan kenyataan.

Istri Pilihan Bunda (End)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora