ONE

23K 815 39
                                    

Sebuah malam di musim dingin yang sendu memperlihatkan sebuah rumah besar yang tampak dari luar begitu gelap seperti tanpa penghuni, membuat siapa saja yang akan melewati rumah itu memilih untuk mengambil jalan lain.

Lampu jalanan di sekitar rumah itu yang sering kali berkedip tanpa henti yang tak kalah membuat suasana semakin mencekam. Ketika angin semakin kencang bertiup, di saat bersamaan terdengar suara jeritan seorang pria dari dalam rumah tersebut. Seorang wanita tua yang memberanikan dirinya berjalan di depan rumah itu langsung terperanjat, kemudian seketika lari tergesa-gesa.

Setiap malam, pria itu terus mengerang seperti orang kesakitan di dalam kamarnya, tepat di atas tempat tidur. Selalu seperti itu setiap kali dia memberanikan dirinya untuk terlelap tidur.

"Han Baram..."

Dia akan berakhir dengan mata terbelalak lebar sambil membisikkan nama tersebut berkali-kali lewat mulutnya yang masih setengah terengah. Dia tidak pernah memimpikan orang lain selain orang yang selalu dia sebut namanya barusan. Tidak pernah sekalipun semenjak kematian orang itu.

Setelah mendapatkan mimpi buruk, dia akan selalu berjalan ke dapur untuk mengambil sebotol air mineral dari dalam kulkas kemudian meneguknya sampai habis tak tersisa. Dengan perlahan, dia menaruh kembali botol itu di atas meja makan, kemudian bersandar di depan pintu lemari es sambil menutup kedua matanya. Dia mendesah dalam-dalam sambil menggumam lagi.

"Han Baram..."

Tanpa ada niatan untuk menerangi seluruh rumah dengan cahaya, pria itu tetap membiarkan rumahnya dalam kegelapan dan suasana sepi.

Orang-orang di sekitar rumahnya memang tidak pernah beranggapan bahwa rumah itu berhantu, tetapi mereka tahu betul kenapa mereka tidak pernah mencoba untuk mendekati rumah itu karena kejiwaan pria itu yang mereka kira sudah tidak waras.

Bukan seperti itu. Pria itu sangat waras sebenarnya. Dia hanya kehilangan separuh jiwanya yang direnggut oleh orang yang paling berharga baginya, orang tersebut telah membawa pergi jiwa pria itu untuk mati bersama dirinya.

Menyadari dia telah berdiri di sana untuk waktu yang cukup lama, pria itu membuka matanya dan melangkah pelan menuju balkon yang terbuka lebar di hadapannya. Jendelanya terbuka lebar dan membuat gorden berwarna biru tua yang menutupinya berterbangan kesana-kemari mengikuti alunan angin. Pria itu sengaja membiarkannya seperti itu karena dia suka angin.Angin... Baram (바람).

Dia mengingat semuanya dengan sangat jelas. Di bawah alam sadarnya sendiri, dia memegang sebuah cincin yang melekat di jari manis tangan sebelah kirinya. Dia tersenyum, namun kesedihan tampaknya lebih mendominasi di matanya. Pahit dan menyakitkan.

"Eomma! Katakan dimana Kyuhyun? Cepat, Eomma!"

Di dalam keheningan dan kehangatan kediaman keluarga Cho, di sana selalu saja ada seorang pengganggu ketenangan. Dia selalu datang dengan terburu-buru sambil berteriak kencang, tidak peduli siapa yang sedang berhadapan dengannya saat itu. Namun, tanpa dia, kediaman keluarga Cho akan begitu sepi. Wanita itu yang sebenarnya si pembawa kebahagian di keluarga itu, meskipun wanita itu bukan salah satu anggota keluarga tersebut.

"Ada apa memangnya? Kenapa kau terburu-buru sekali?" Nyonya Cho, ibu dari pria yang sedang dicari wanita itu, bertanya dengan nada heran.

"Aku harus segera memberitahu ini kepadanya!"

"Memberitahu apa?"

Nyonya Cho sekali lagi bertanya, kali ini dia mengalihkan pandangannya dari wanita itu. Dia mengembalikan fokusnyapada rajutan yang sedang dia kerjakan. Mereka sebenarnya memang sedang berada di ruang tengah. Tadinya, Nyonya Cho sedang menikmati hari liburnya, tapi kedatangan wanita itu mengacaukan hari liburnya yang tenang dalam sekejap.

A Wedding Ring (Kyuhyun Fanfiction)Where stories live. Discover now