Bab 22 - Di Ambang Keputusasaan

Start from the beginning
                                    

Joshua menoleh sekilas ke arah Budiman sembari berbisik, "Saya juga nggak tahu, Pak."

Lalu kembali memandang ke depan dan wanita itu sekarang berdiri persis di depan mereka.

Wanita yang kira-kira berusia lima puluh tahunan tersebut mengeluarkan telunjuk ke hadapan mereka.

"Wah ... kalian ngomongin saya di belakang, heh!" jeritnya lagi.

Tanpa diberi kesempatan bicara sedikitpun kepada Budiman dan Joshua, wanita itu kemudian mendorong paksa tubuh mereka berdua keluar. Lantas buru-buru mengunci pagar.

"Bu! Dengarkan saya dulu! Kami kemari mau ketemu sama Evans Chandra. Bu!" seru Joshua seketika.

Tangan wanita itu berhenti mengunci gembok. Lalu menelisik wajah Joshua dan Budiman bergiliran dari balik besi pagar.

"Evans Chandra?" tanya wanita itu.

Joshua mengangguk karena dia sudah menantikan hal ini sejak lama. Sorot mata teduhnya tersirat sebuah harapan.

"Iya, Bu. Saya ... saya anaknya. Apa beliau ada di rumah?" ujar pemuda itu sedikit tersendat, suaranya bergetar.

Wanita itu berpikir sesaat lalu berujar, "Owalah, Pak Evans. Beliau sudah menjual rumah ini sejak lama dan sayalah
yang menempatinya sampai sekarang."

Kedua netra Joshua memelotot. "Sejak kapan, Bu?"

"Enam bulan lalu."

Itu sudah lama sekali.

Berarti kemungkinan besar ayahnya beberapa bulan menetap tinggal di rumah ini lalu memutuskan untuk menetap tinggal di tempat lain lagi.

Nomaden.

Seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang purba terdahulu.

Bahkan Budiman ada bercerita kalau Evans dan Seo Mi pernah membeli rumah sebelum akhirnya menetap tinggal di Busan.

Lalu sekarang? Ketika Budiman mengatakan kalau Evans pernah membeli rumah baru setelah tinggal di sana, justru tak lama Evans menetap di tempat yang baru lagi?

Joshua merasa kecewa karena perjalanan untuk bertemu dengan ayahnya masih panjang.

Joshua memperhatikan lamat-lamat rumah itu dari kejauhan, sesaat dia menoleh ke wanita tadi.

"Kira-kira Ibu tahu informasi tentang beliau?"

"Mana saya tahu, bukan urusan saya juga. Lah wong (orang) urusannya cuma jual-beli rumah," jawab wanita itu ketus.

Dan benar dugaan, tak ada lagi petunjuk yang mengarah ke situ.

Joshua dan Budiman pulang dengan membawa harapan kosong. Budi yang sedari tadi mendengar semuanya, bahkan tak dapat akal untuk memberi arahan kepada Joshua.

Pemuda tersebut sedang dibayang-bayang keputusasaan. Sekarang dia harus mencari kemana lagi?

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Jendela Joshua (End)Where stories live. Discover now