4. Life is Choice

10 4 1
                                    

Happy Reading🌟


°°°°

Suasana sekolah yang biasanya hanya dipenuhi keheningan karena aktivitas pembelajaran kali ini ramai karena ada event Expo Campus. Salah satu yang menggiurkan dari event ini di mata mayoritas siswa bukanlah materi yang akan dibawakan tentang kuliah nanti tetapi stand makanan yang berjajar mengelilingi panggung utama.

Sayangnya mereka hanya boleh menikmati berbagai makanan dan minuman lezat itu saat jam istirahat dan expo usai.

"Rice bowl enak nih! Gak sia-sia aku gak bawa bekal," ucap Laras sambil menengok ke belakang, tempat stand itu berada karena acara belum dimulai.

Rania yang duduk di sebelahnya juga menyahut. "Beli itu yuk nanti! Aku juga pingin."

"Sekalian teh pocinya pasti seger banget siang-siang!" Balas Laras lagi.

Lain dengan kedua temannya yang membahas makanan, Aila dan Kemala membahas jurusan. Dimulai dari Kemala yang lebih dulu bertanya apakah Aila sudah menemukan jurusan yang dia impikan atau belum.

"Semoga habis ini dapat pencerahan," jawab Aila jujur karena sampai kini hatinya masih belum menemukan satu yang pas.

"Beneran gaada satupun, La? Gak mungkin!" Kemala tidak percaya. Sebab dia sudah memutuskan akan memilih jurusan kedokteran di snmptn nanti.

"Ada sih, La beberapa. Aku pingin pendidikan, data science, kadang juga sempet kepikiran pingin psikologi tapi aku gamau linjur." Aila akhirnya mengakui kegelisahannya.

Kemala berpikir sejenak. "Tapi kamu cocok kok, La kalau jadi guru. Cepet nyambung aku kalau kamu yang jelasin."

Terkadang akhiran yang sama-sama La membuat keduanya merasa aneh saat berbicara. Tapi mau bagaimana lagi sudah menjadi kebiasaan. Hanya saja ketika ada yang memanggil di kelas mereka juga sering menoleh bersamaan.

"Iya La cocok kamu kan sabar banget orangnya," sahut Rania yang sudah selesai menetapkan menu makan siangnya bersama Laras.

"Kamu sendiri udah dapet hidayah Ran mau ambil apa?" Tanya Laras.

Rania hanya menghela napas kemudian menggeleng dan menyengir tanpa dosa. "Masih ada waktu tiga minggu lagi kan?" Itu artinya dia belum memutuskan.

"Awas kebablasan harinya loh Ran. Kamu kok kesannya nyuantai gitu," ujar Kemala sedikit khawatir.

"Gapapa Mala sayang. Jangan mikirin aku! Kamu fokus belajar aja calon dokter!" Gurau Rania membuat Kemala tersipu malu.

"Kamu sendiri jadi ambil apa, Ras?"

"Pilihan satu ilmu politik di UNNES dan pilihan dua administrasi publik di UPN." Laras menjawab dengan sangat mantap membuat takjub ketiga temannya.

Sejauh ini Laras yang paling jelas tujuannya. Kedua Kemala. Dan ketiga Aila dan Rania yang masih bimbang.

"Loh kok lurkot? Yah, kita pisah dong! What do you think, Ras?" Rania yang pertama kali sadar kalau pilihan pertama Laras ada di luar provinsi bahkan dengan mereka.

Aila menepuk paha Rania pelan. "Gak boleh gitu, Ran. Itukan haknya Laras untuk lanjut dimanapun. Masak harus kita ngikutin temen buat pilih jurusan? Nggak kan? Ya kalau satu tempat alhamdulillah tapi kalau enggak ya gak papa."

"Bener, jarak bukan berarti pemisah. Kalau kata Aila biar doa yang mendekatkan kita. Bukan begitu, La?" Kemala sengaja mengambil kalimat yang biasa Aila ucapkan.

"Iya iya aku cuma bercanda kok. Sebagai teman yang baik udah jadi tugas aku buat ndukung apapun keputusan kamu asalkan itu baik, Ras. Bukan malah nyuruh kamu tetap di samping aku dan bikin kamu stuck di tempat. Toxic itu namanya. Iri sama keberhasilan temen." Jiwa cerewet Rania terpancing keluar.

CALON MABAWhere stories live. Discover now