Berita Bahagia

16 0 0
                                    

Pikiran Arawinda dibawa ke memori masa lalu yang begitu sentimentil, suasana sendu hujan membawa pikirannya kembali kesana. Menerawang kembali nasib teman kecil laki-lakinya yang kini entah berada dimana. Sejak pernyataan yang terlontar dari mulut Habibie, Arawinda pun tidak mempunyai keberanian untuk sekedar menanyakan lewat ponsel. Hingga akhirnya Ia tersadar, semua sudah terlambat.

Selepas liburan sekolah di bulan Januari, Habibie sudah pergi pindah ke lain kota beserta dengan keluarga. Hanya penyesalan tertinggal di diri Arawinda. Ia kehilangan teman semasa kecilnya. Seandainya, saat itu Ia mempunyai keberanian dan menyampingkan ego nya tentunya Ia tidak akan berpisah seperti ini dengan Habibie. Nomor ponsel Habibie pun sudah tidak aktif lagi, begitupun dengan akun sosial medianya.

Arawinda menghembuskan nafas dalam-dalam, mencoba menjernihkan pikirannya. Ia menepis pikiran-pikiran yang mulai mengingat kejadian masa lalu. Ia membuka ponselnya, jarinya mulai berselancar di ponselnya mencari info tentang lowongan pekerjaan. Ia bertekad untuk membantu perekonomian keluarga, Ayahnya sudah tidak bekerja lagi dan hanya mengandalkan usaha warung kecil-kecilan yang dirintis oleh Ayah dan Ibunya. Sementara ia masih mempunyai dua adik kecil dalam usia sekolah yang tanpa paksaan dari orang tuanya, Ia ingin membantu mereka.

Terlepas dari persoalan pelik itu, Arawinda adalah gadis yang mempunyai segudang mimpi. Ia ingin menjadi seorang traveler, menjelajahi penjuru Indonesia serta penjuru negeri di dunia. Mencari tau berbagai cerita yang tersebar di berbagai daerah. Ia yang terlihat rapuh namun ceria diantara teman-temannya, sebenarnya adalah sosok yang tangguh dengan segudang impian. Ia lebih memilih menyembunyikan impiannya untuk dirinya sendiri ketimbang bercerita dan mengumbarnya dihadapan orang lain.

"Kak, bisa kah membantuku mengerjakan PR?" Tanya Banyu, adik laki-laki Arawinda yang duduk dibangku sekolah dasar kelas 5. Ia menghampiri Arawinda dan membangunkannya dalam lamunannya.

"tentu saja, oiya...apa kamu mau makan mie instan?"

"yeah, aku sangat setuju"

"jadi, makan dulu atau mengerjakan PR dulu?"

"tentu saja kita makan dulu, kak. Kau yang memberikan ide"

"okay...okay"

Arawinda menuju dapur, mengeluarkan mie instan dari atas lemari dan mulai memasak dua porsi mie instan rebus. Cuaca dingin seperti ini tentunya lebih cocok untuk memakan makanan yang hangat. Sebelum menggunakan otaknya untuk berpikir mengerjakan tugas adiknya, Ia lebih memilih mengenyangkan perutnya terlebih dahulu.

Aroma masakan memenuhin ruangan, dengan semangat Banyu meraih mangkok berisikan mie instan rebus yang dimasak oleh kakaknya. Dengan lahap mereka mulai menikmati makanan mereka.

"kalau sudah kenyang jangan lupa langsung kerjaan PR, nanti alasannya ngantuk lagi"

"baik, kak...tenang saja" jawab Banyu sambil mengunyah, mulutnya penuh dengan makanan

"bau mie rebus nih" seru Anisa, Adik Arawinda yang duduk dibangku sekolah menengah pertama. Ia baru saja terbangun dari tidur siangnya, dan terbangun akibat aroma makanan.

"bikin sana sendiri" ucap Arawinda

"aarrgghh...curang, kenapa aku nggak dibikinin" rengek Anisa

"kamu mau bikin mie sendiri atau membantu Banyu mengerjakan PR?"

"okay...okay...aku akan bikin sendiri" Anisa berjalan menuju dapur, dengan semangat Ia pun memasak mie instan.

Notifikasi email baru muncul dilayar ponsel Arawinda, dengan cepat Ia pun membukanya. Betapa terkejutnya Ia, email pemberitahuan bahwa Ia lolos tes sebagai kasir di salah satu mini market ternama. Dengan gemetar, Ia memegang ponselnya menatap lekat-lekat layar ponselnya. Refleks, Ia pun berlari menuju Ibunya yang sedang menjaga warung yang terletak dibelakang rumah. Ingin dengan segera berbagi berita gembira.

ArawindaWhere stories live. Discover now