Bab 21 - Kepastian

Mulai dari awal
                                    

     "Lah, kok mahal banget, Mas? Biasanya sekali naik juga bayar 3.500 per kilometer," ujar Joshua dengan separuh hati tak terima.

     Waktu itu dia pernah naik angkot bersama Hendra dan tarif yang dikenakan hanya tujuh ribu untuk dua kilometer.

     Kenapa jadi sampai segitu? Biarpun sang kenek angkot tampilannya hanya memakai singlet dan celana pendek. Justru tak membuat hati Joshua terenyuh apalagi sekedar berbelas kasihan. Begitupun sang sopir yang wajahnya agak (entah bagaimana menyebutnya), menyebalkan. Mengingatkan Joshua pada wajah Marzuki.

     "Udah ngantarnya cuma satu orang, jauh pula tuh. Nggak tahu terima kasih. Belum lagi dia entah dari planet mana punya kulit seputih itu."

     Sang sopir yang berada di depan kemudi, menyindir sambil memanyun-manyunkan bibir.

     Joshua tertegun.

     Tentu sindiran itu ditanggapi pula oleh sang kenek sambil menoleh Joshua dari bawah hingga atas.

     "Betul, memang betul. Aku nggak pernah lihat orang punya kulit seputih ini di sini. Kebanyakan sawo matang. Ah penyakitan kali nih."

     Joshua menunduk dalam. Suara dalam dirinya meraung-raung.

     Keterlaluan. Mereka tidak menyadari bahwa topik itu sangatlah sensitif.

     "Eh ... malah bengong. Dek! Ongkosnya bayar dong!" tagih sang sopir sambil mencondongkan tubuhnya ke arah jendela. Wajahnya tertekuk masam.

     Joshua menyampirkan ransel yang melorot ke pundak. Merogoh saku celana, menyelipkan lembaran uang ke telapak tangan sang kenek angkot. Kemudian bergegas berbalik badan. Berjalan menjauh dari angkot melintasi ke sebuah gang sempit yang diapit dua tembok.

      Sang kenek tampak tertawa renyah, menoleh ke arah sang sopir.

     Ketika uang direkahkan, sang kenek lantas terdiam. Kemudian memperhatikan betul lembaran di tangannya di bawah pendaran lampu sorot jalanan.

     Lalu berpaling ke sebuah gang gelap dan melihat punggung Joshua yang mulai menjauh.

     "Woi! Dek! Kurang 40.000 nih! Dek! Dek!"

      Sementara Joshua terkekeh ketika disahut dari belakang. Dia masih mengingat apa yang dibisikkan Dodit beberapa saat yang lalu.

     Dodit mengatakan, banyak oknum nakal yang biasa menagih ongkos di atas biaya standar angkutan umum.

     Sangat licik.

     Jadi ada baiknya berjaga-jaga. Joshua bersyukur setidaknya mereka tidak sampai mengancam. Walaupun begitu dia ikhlas membayar mereka sepuluh ribu yang seharusnya itu tujuh ribu.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jendela Joshua (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang