┈─.᪥ָ࣪ Tsukinaga Leo

735 80 58
                                    

CAKE
Tsukinaga Leo X Reader
by :: RiaArxqu95

"[Name]!" Perlahan lengan besar melilit pinggang dengan lembut, menenggelamkan wajahnya pada bahu sang gadis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"[Name]!" Perlahan lengan besar melilit pinggang dengan lembut, menenggelamkan wajahnya pada bahu sang gadis. "[Name] wangi," pujinya. Sesekali menggeliat untuk menikmati penuh aroma khas istrinya.

[Name] terkekeh pelan. Seperti biasa, suaminya sangat manja selepas menghabiskan waktu untuk lembur. Pekerjaan yang mampu mengikis waktu mesra mereka, syukurnya mereka pernah mendiskusikan ini agar tidak ada masalah besar.

"Dasar." Sang istri mengelus surai suaminya lembut. "Nanti ya, aku sedang membuat kue."

Leo menanggapi itu dengan mengembungkan pipi. Semakin agresif untuk menahan gerakan sang gadis.

"L–Leo?!"

"Hmph! Dari pada membuat kue, ayo bermain denganku!" Leo mengecup leher sang gadis, yang di mana titik lemahnya. "Kau tahu, wajah merahmu sangat menggemaskan." Satu ungkapan meluncur mulus. Memperparah rona merah sampai merambat ke daun telinga.

"LEO IDIOT!"

Satu cubitan kasar di pipi membuat Leo merintih. "Sakit!" Leo cemberut. Membelai bekas kemerahannya.

"Lebih baik kau membuat lagu saja!" [Name] menjauh. Suara hentakan kaki terdengar, seakan memperingati Leo untuk tidak mendekatinya.

Namun, bukan Leo kalau secepat itu menyerah. Seringai pun terlukis anggun di ranumnya. "Aku tunggu nanti ya, Princess!" Lalu sang wira berlari dengan senandung merdu meramaikan ruangan.

Bukanya merasa damai. Tubuh [Name] gemetar, dirinya mencoba mengakui hal ini akibat udara musim dingin.

Tetap saja [Name] berdoa untuk kebaikan mentalnya. Tidak ada yang tahu rencana Leo. Sekarang ia jadi berpikir, bagaimana bisa dia berminat menyandang marga Tsukinaga?

...

"Leo?" Beberapa detik berlalu, tak ada sautan bergema. "Aku masuk ya?" Masih terpaku, [Name] mencoba membiarkan waktu berlalu. Namun, tidak ada jawaban. Ia pun memutuskan untuk menggeser pintunya dan nihil.

Merasa udara semakin mendinginkan ruangan, [Name] yakin Leo pergi keluar.

"Leo!" teriaknya. Mencoba mencari keberadaan Leo. Sungguh, ia berharap Leo tidak lupa memakai syal serta mantel. Udara di balkon terasa lebih sejuk, mungkin karena sudah melewati waktu tidur.

Suara tawa khas nyaring menarik atensi. Sedikit ada perasaan lega menyapu kekhawatirannya, [Name] bergegas mendekati asal suara.

"Wahahaha! Inspirasi!" Fokus terpacu pada tumpukan salju, jemari tanpa balutan kain terayun elok mengukir maha karya. Menyadari itu sang gadis tak sengaja membentaknya.

"Wahahaha ini dia! Oh!" Sang wira tidak ada niat mengubris, seperti ia sudah memiliki dunianya sendiri. Ceramah berintonasi tinggi dianggap angin lalu, menembus indera pendengarannya.

"Leo!" [Name] merampas kedua tangan Leo. Memakai paksa sarung tangan miliknya.

Leo ingin sekali protes. Beraninya dia memutus hubungannya dengan inspirasi! Sampai netra menangkap pemandangan menyesakkan. Iris kemerahan serta pelupuk membendung bulir. Tidak ada isakan, tapi rasa sakitnya seperti telah terbagi.

"Maaf." Menarik sang kasih untuk jatuh ke dekapannya. Secara perlahan ia memperpendek jarak. Berharap suara tempo detak jantungnya tidak menganggu moment ini.

....

"Lagi pula kau sedang apa di luar?"

"Hm? Membuat karya."

[Name] memutar bola matanya malas. Alasan terlontar persis seperti asumsinya. Memang butuh sekali membeli se-truk kewarasan demi pasangannya ini.

"Oh Princess! Mana kue bagianku?" Uap panas mengelilingi tubuhnya, ia pun masih membawa handuk di kepala dan berlari kecil menuju meja makan. "Wahahaha kue ya. Jangan bilang ini hadiah natalku."

[Name] sedikit memiringkan kepalanya saat menyadari nada resah pada kalimat tadi. "Tidak, ini hanya perayaan kecil."

Iris peridot berbinar dan senyuman yang terus mengembang.

"Apa sih." [Name] memberikan satu piring potongan kue ke Leo. "Nikmati dengan santai."

"Umn!" Ia menyenandungkan lagu natal buatannya.

Alat perak memotong sebagian kecil kue lalu menusuknya pelan. Saat berniat melahapnya, atensi iris peridot pun terkunci pada ranum figur di depannya.

"[Name], bibirmu kering?"

"Oh!" Jarinya mengusap untuk memastikan. "Ahaha, aku lupa memakai pelembab bibir. Wah ini pasti karena tadi aku ke balkon."

Decitat kursi terdengar kasar lalu tubuh berdiri secara terburu-buru.

"Aku tahu obat yang lebih ampuh!" ungkapnya. Kemudian melahap potongan kue.

"Aku tidak menyangka kau memerhatikan itu." Yaampun, suaminya ternyata ada sisi yang tidak ia ketahui.

Semua pujian itu hancur saat Leo memasang raut serius dan mengangkat dagunya pelan.

Cup

𝘄𝗶𝗻𝘁𝗲𝗿 𝗽𝗿𝗼𝗷𝗲𝗰𝘁 ; apricityWhere stories live. Discover now