Untungnya Malvin datang ke halte bus saat hujannya belum sederas ini. Lalu memposisikan tubuhnya menyender pada tiang halte bus, tangannya ia masukan kedalam saku celana. Matanya terpejam, menikmati perpaduan rintikan hujan yang membasahi tanah dengan alunan musik di earphone yang sudah terpasang di telinganya.

Saat sedang menikmati alunan musiknya, tiba-tiba Malvin mencium aroma bunga Lily yang menguar pada seseorang disampingnya. Karena penasaran Malvin dengan segera membuka matanya.

Terlihat seorang gadis tengah tersenyum manis menatap rintikan hujan yang terus membasahi tanah.

'gadis aneh' pikirnya dalam hati.

Namun matanya malah terus memperhatikan gadis itu.

Sadar ada seseorang yang memperhatikannya, sontak gadis itu menolehkan kepalanya.

"Ada apa tuan? Kenapa kau terus saja memperhatikanku?" tanya gadis itu dengan penasaran.

Malvin menaikan alisnya "Kau terlalu percaya diri nona, aku tak pernah memperhatikanmu. Kurang kerjaan sekali" jawabnya angkuh.

Gadis itu menatapnya sengit "Oh ya? Kau pikir aku bodoh, aku sadar kau terus saja memperhatikanku dari tadi".

Malvin mengendalikan bahunya acuh "Terserah padamu nona, aku tak peduli".

Gadis itu berdecak sebal "Dasar menyebalkan".

Malvin hanya mengacuhkannya.

Hari berikutnya Malvin bertemu lagi dengan gadis sederhana itu. Kebetulan hujan kembali turun, dan Malvin ikut meneduhkan tubuhnya di halte.

Namun sepertinya gadis itu menenteng sebuah keranjang ditangannya.

"Kau membawa apa?" tanya Malvin penasaran.

Gadis itu menoleh. Kemudian berdecak saat Malvin yang bertanya "Apapun itu tidak ada urusannya denganmu" jawabnya ketus. Mengapa ia harus di pertemukan kembali dengan pria angkuh sepertinya sih.

Malvin menatapnya datar "Aku serius nona" ujarnya dingin.

"Aku berjualan kue. Kau mau membelinya?" tawar gadis itu.

"Tidak" jawab Malvin singkat.

Gadis itu kembali berdecak. Kesal karena bertemu makhluk se menyebalkan Malvin.

"Kau tidak sekolah? Kenapa tidak memakai seragam mu?" tanya Malvin kembali. Ya, gadis ini hanya memakai pakaian sederhananya, Malvin tak pernah melihat gadis ini memakai seragam sekolahnya. Padahal di jam seperti ini, anak-anak sekolah berhamburan keluar untuk pulang. Jika di pikir kembali sepertinya gadis ini seumuran dengannya.

Baiklah tolong catat, Malvin akan sering berbicara hari ini.

Sesaat mata gadis itu berubah menyendu. Namun dengan cepat kembali seperti semula "Aku putus sekolah" jawabnya lirih.

Malvin melihat tatapan sendu itu "Kenapa kau putus sekolah?"

Gadis itu menatap lurus kedepan. Menerawang rintikan hujan yang terus saja berjatuhan "Aku harus menghidupi adikku, dia harus sekolah dengan normal seperti yang lainnya. Aku tak ingin adikku bernasib sama sepertiku, cukup aku saja yang menderita adikku jangan" ucapnya dengan sedih.

Malvin tertegun melihatnya ternyata gadis ini menyimpan penderitaan seberat ini "Lalu dimana orang tuamu?" tanyanya dengan dengan hati-hati.

Gadis itu terdiam. Dengan segara Malvin menyela "Err... Maafkan aku kau tak perl—"

BRIANNA [Proses Revisi]Kde žijí příběhy. Začni objevovat