35. Kisah

273 69 4
                                    

Note : sebelumnya baca part ini mungkin bisa baca part sebelumnya. Ada di part 4, 23, 26, 33 (walau cuma dikit-dikit tapi itu udah kode)

***

Empat tahun yang lalu...

Di pantulan cermin besar itu, sesosok gadis tersenyum puas melihat penampilannya. Seperti biasa, ia menggerai rambut panjangnya dengan gaya belah tengah. Hanya saja, rambut yang biasanya tidak dihiasi apa-apa kini diberikan sebuah jepit berbentuk bunga yang tampak cantik. Gadis itu membungkus tubuh dengan tunik lengan panjang magenta-nya, sementara betisnya dibiarkan terbuka. Disemprotkannya parfum aroma stroberi, memberikan kesan segar pada tubuhnya. Setelah memastikan penampilannya terasa sempurna, barulah ia keluar dari kamar.

"Kak, Na, mau ke mana?"

Kakinya belum menyentuh lantai satu rumah ini, tetapi adiknya yang lagi menonton televisi itu langsung bertanya begitu mengetahui keberadaannya.

"Kerjain tugas."

"Hari ini mau imunisasi Arra, setelah itu makan malem bareng lho, Kak." Papa menyahut dari arah dapur.

Gadis itu menyusul ke dapur, duduk di salah satu kursi meja makannya. "Aku nggak ikut. Mau ngerjain tugas sekalian cari sponsor buat OSIS, Pa."

"Aku ikut Kak Na." Anak laki-laki yang tadi menonton televisi kini juga ikut ke dapur.

"Nggak bisa, Bian," tolaknya. "Nanti kamu capek. Mendingan sama Mama Papa, di mobil adem."

"Sampe malem, Kak? Kamu nggak bisa izin pulang duluan?" tanya Mama dengan adik bayinya di gendongan yang sibuk meminum ASI itu.

Gadis itu menggeleng, "Aku perwakilan dari divisi Sponsorship. Papa Mama kalo mau pergi setelah itu nggak apa-apa, aku jaga rumah."

"Berani?" Sang Papa terlihat nggak yakin, tetapi dibalas dengan anggukan mantap gadis itu.

"Kamu nyusul aja, Kak," saran sang Mama. "Tetangga sebelah lagi pulang kampung, serem."

Tidak mau membantah, gadis itu mencoba mengangguk. "Lihat nanti."

***

Pukul empat sore, kumpulan dari anak SMP yang baru saja membahas mengenai festival di sekolahnya membubarkan diri. Sekolah mereka termasuk unggulan, sehingga segala acara dipersiapkan dengan benar oleh siswa-siswi pilihan. Gadis yang mendapat kesempatan itu nggak bisa menahan kegirangannya. Terlebih, laki-laki yang memberikan jepitan ini --hadiah tempo hari-- juga berpartisipasi. Bahkan, ia enggan beranjak dari tempatnya walau sebenarnya sudah bisa pulang atau menyusul keluarganya seperti kata mama.

Dia menyelipkan anak rambut di belakang telinga, matanya nggak lepas dari seorang lelaki di depan sana yang tengah membereskan barang bawaan. Laki-laki yang merasa diperhatikan itu menoleh, membuat gadis itu terperanjat karena tertangkap basah memergoki seseorang.

"Kenapa belum pulang?" Suara rendah dari lelaki itu terdengar. Tiap perlakuan kecil yang dilakukan oleh orang itu berdampak besar bagi hatinya. "Lo cantik pake jepitan itu."

Sontak saja hal itu semakin membuat hatinya nggak karuan. "Ma--makasih. Ini kan dari lo."

"Mau pulang bareng?"

Kesempatan itu tidak dibiarkan terbuang sia-sia. Sebagai remaja yang pertama kali merasakan hal semacam ini, dia merasa cintanya akan dibalas. Banyak tindakan-tindakan kecil dari orang ini yang selalu membuatnya menghangat. Seperti sekarang, dirinya berada di belakang pundak lebar sang lelaki. Menyusuri jalanan Jakarta yang menggelap dengan motor yang dikendarai Airlangga --nama cowok itu.

N O R M A L ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon