LIMA

108 9 0
                                    

"Hai, lo Diva kan?" Tanya seorang laki-laki pada Diva yang baru saja mendudukkan dirinya di perpustakaan sekolah mereka.

Diva menganggukkan kepalanya kecil sebagai jawaban 'iya' darinya.

"Kalau begitu, boleh gue duduk disini?" Tanya orang itu lagi, namun langsung duduk tanpa mendengar jawaban dari Diva terlebih dahulu.

"Oh iya, kenalin gue Athaya Raja Pramudiaji. Panggil aja gue Raja," katanya lagi.

Kali ini, wajah Diva berubah was-was dan tidak nyaman. Dia takut kalau seseorang memergokinya yang akan berujung pada salah paham lagi hanya karena dia mau menerima laki-laki yang didepannya ini untuk duduk bersamanya. Pengalamannya yang menerima bully dari Laura hanya karena dia menerima bantuan Redo saat dia jatuh kemarin, belum hilang dari ingatannya sama sekali.

"Hei, rileks. Lo nggak perlu nunjukin wajah setakut ini karena gue nggak punya pacar atau punya seseorang yang lagi dekat sama gue kok yang bakal nge-bully elo kalau ngelihat kita berdua dekatan. Selain itu, gue yakin kalau nggak bakal ada yang berani ngebully elo setelah apa yang dilakukan Deva kepada Laura." Kata Raja sambil memberikan senyum ramahnya yang membuat Diva sedikit lebih rileks dari rasa takutnya.

Perkataan laki-laki itu mengingatkan Diva akan kejadian sekitar beberapa bulan yang lalu, saat dimana Deva melihatnya dalam keadaan mengenaskan. Saat itu rambut Diva acak-acakan, pipinya memerah akibat tamparan Laura dan juga baju yang robek akibat tarikan dari Laura beruntung robekan itu sudah ditutupi kemeja Nathan. Yang Diva ingat hanya kata 'terima kasih' yang keluar dari mulut Deva pada Nathan saat itu karena setelahnya Deva langsung menarik Diva dengan lembut menuju kantin. Tepatnya menuju Laura dan teman-temannya berkumpul.

"Lo yang buat dia gini?" Tanya Deva tanpa tedeng aling-aling saat dia dan Diva tiba dihadapan Laura dan teman-temannya.

Saat itu, semua orang yang ada di kantin langsung diam dan memilih untuk menyaksikan apa yang akan dilakukan Deva kepada Laura. Sedangkan Diva, dia memilih untuk menundukkan kepalanya karena jujur saja dia takut kepada perempuan itu.

Siapapun yang melihat Deva saat itu, sangat tau kalau dia sangat marah. Jadi lebih baik diam dan menjauh daripada merasakan kemarahannya. Tapi sepertinya hal itu tidak berlaku pada Laura, dia malah memilih untuk menantang Deva dengan sombongnya dia berkata, "Iya. Kenapa?" katanya lalu berdiri dari duduknya sambil melipat tangannya, "adek lo pantas mendapatkannya karena dia murahan." Lanjutnya lagi yang membuat Deva benar-benar mengeluarkan emosinya.

Deva melayangkan tinjuannya tepat di depan wajah Laura. Hal itu membuat Laura terkejut dan berubah pucat seketika saking takut dan terkejutnya akan pukulan Deva tadi.

"Gue tipe laki-laki yang membatasi penggunaan kalimat seorang pria tidak akan pernah memukul seorang wanita. Gue nggak peduli lo cewek atau cowok karena gue orang yang akan melakukan apapun kalau itu bisa ngejaga dan ngelindungi orang-orang yang gue sayangi." Kata Deva menurunkan pukulannya yang tidak benar-benar mengenai wajah Laura karena memang Deva tidak akan pernah memukul seorang perempuan. Perkataannya tadi hanyalah sebuah ancaman saja. Kenyataannya pukulan itu berjarak sedikit berjarak dari wajah Laura.

Sejak saat itu, Laura berhenti mengganggunya. Tidak hanya Laura, beberapa orang yang awalnya tidak menyukai Diva juga saat itusecara terang-terang menjauhinya karena menurut mereka, Diva orang yang manja yang akan mengadu pada Deva atau Divo kalau dia merasa tidak senang atau sakit hati dengan siapapun.

"Apalagi sekarang lo udah jadi pacarnya Nathan," ucap Raja itu yang berhasil menarik perhatian Diva setelah membayangkan kejadian antara dia, Deva dan Laura beberapa waktu yang lalu.

DIVADonde viven las historias. Descúbrelo ahora