Chapter 9

4.3K 504 15
                                    

Di pagi hari Jaemin mendapatkan telepon dari Tiffany, mertuanya. lantas ia mengangkat telfon itu dengan malas. Dalam hati Jaemin masih tidak menyangka bahwa mertuanya itu melakukan sebuah perlawanan padanya. Rupanya peringatan darinya masih belum cukup untuk membuat wanita tua itu merasa takut. Maka dari itu Jaemin harus kembali bersiap untuk menghadapinya lagi.

"Aku sudah mendengar berita tentang kehamilanmu, selamat."

"Ya Ma terima kasih."

"Lucu sekali, kau sengaja melakukannya untuk membuat benteng pertahanan kan?"

Jaemin tertawa kecil, seolah meremehkan perkataan Tiffany di sebrang sana. Rupanya orang itu paham dengan apa yang ia maksud.

"Aku tahu alasan kenapa mama membawa Haechan ke rumah." dia berkata halus namun memiliki maksud tertentu pada kalimat yang terucap.

Jaemin dapat membayangkan bagaimana raut muka Tiffany yang mungkin berubah di sana, gertakan gigi disebrang telpon sudah cukup menjadi bukti bahwa mertuanya itu kini tengah menahan amarah.

"Tentu, aku harus menyiapkan ini dari jauh-jauh hari, aku harus mengambil satu langkah maju sebelum mama menyerangku." Lanjut Jaemin.

Tiffany semakin menggeram, rupanya melawan Jaemin tak semudah yang dikira.

"Maaf atas berita kehamilanku yang membuat mama tak nyaman, tapi bagaimanapun juga aku harus membuat Jeno untuk tetap berada dipihakku."

Tangan Tiffany bergetar mendengar ucapan Jaemin. Anak itu sengaja memancing emosinya.

"Anak kurang ajar, Ibu dan anak ternyata sama saja."

Jaemin langsung terdiam, ia merasa tersinggung atas kalimat yang dilontarkan oleh mertuanya itu, emosinya naik, apalagi ketika Tiffany menyinggung tentang Ibunya.

"Bukankah sejak awal anda yang memulai?" nada bicara Jaemin berubah sinis. Ia tersenyum miring di balik telepon.

"Semua berawal dari keserakahanmu."

"KAU...Beraninya!!!"

Jaemin segera memutus panggilan itu, ia takut tidak bisa mengendalikan diri karena amarahnya yang sudah berada diujung tanduk. Jaemin menarik napas beberapa kali seraya mengelus perutnya.

Jaemin tidak mengharapkan untuk berinteraksi lagi dengan mertuanya yang menurutnya sialan itu, semua demi keamanan janinnya. Dia juga harus waspada karena saat ini mertuanya sudah mengetahui perihal kehamilannya. pasti ada banyak cara agar Tiffany bisa menghancurkannya.

Jaemin harus lebih waspada lagi.

Setelah mengakhiri telepon itu Jaemin segera kembali menuju ruang makan yang dimana sudah ada Jeno, Jina dan Hyemi disana. Hyemi lantas berdiri lalu segera menggeser kursi untuk Jaemin.

"Mami kenapa lama sekali? Jina udah lapar." Anak kecil bernama Jina itu mengkerucutkan bibirnya cemberut. Dan Jaemin merasa hal itu sangat lucu hingga membuatnya tertawa kecil.

"Maafkan mami ya sayang, sekarang Jina boleh makan."

Anak itu langsung merubah raut wajah kesalnya lalu dengan segera menyantap makanan yang sudah dipersiapkan oleh Hyemi sedari tadi. Jaemin kembali tersenyum ia pun segera membawakan secentong nasi untuk Jeno, namun sepertinya sudah ada yang mendahuluinya.

Jeno melihat Jaemin yang menatapnya heran, Jeno kemudian memegang tangan Jaemin dan mengelusnya.

"Sama seperti Jina aku sudah lama menunggumu disini, jadi aku melakukannya sendiri dan meyantapnya sedikit."

Seketika wajah Jaemin berubah sedih. "Tadi aku sangat lama ya."

Jeno menyangkal dengan memberinya senyuman kecil. "Tidak terlalu lama kok, aku saja yang terlalu lapar. Sekarang mari kita sarapan."

AFTER DIVORCE | NoMin 2022 ✔Where stories live. Discover now