"Apa?"

"Kenapa kita nggak duduk di dalem?"

Elah. Rere menghela napasnya. "Biar lo ngerokok."

"Emang kenapa sih lo pengen banget gue ngerokok depan lo?"

"Ya mau liat aja." Rere menepuk pelan meja. "Biar lo nyaman juga."

Insan menatap Rere dengan raut aneh.

"Ya kan lo selama ini nggak pernah ngerokok depan gue," tambah Rere, memperjelas maksudnya. "Gue nggak mau lo tuh kayak terkesan terlalu nahan diri kalo lagi sama gue."

"Maksudnya?"

Perempuan berkaos putih itu menghela napas, dan memutar matanya, mencoba bersabar. "Intinya kalo mau ngerokok mah ngerokok aja," jelasnya. "Gak usah yang ngerasa nggak enak ke gue gitu."

"Bukan gitu," Insan menjeda sejenak. Ia menaikkan satu tangannya, menopang dagu. "Emang lo nggak keganggu kalo lagi ngobrol sama gue, kehalang sama asap rokok?"

"Dih? Apaan sih? Masa gitu alesannya?"

"Itu baru salah satunya," sahut Insan, kalem. "Yang paling klise ya gue gak mau aja lo keganggu sama baunya."

"Tapi gue terbiasa kok sama bau rokok, temen-temen gue yang laki malah gak ada yang gak ngerokok."

"Iya sih," Insan diam sejenak. Dua detik selanjutnya bertanya lagi, "Emang lo nggak takut kayak yang di iklan-iklan itu?"

"Yang mana?" Rere melirik Insan dengan sorot heran. "Cewek yang batuk alay gitu ya gara-gara gak sengaja nyium asap?"

Insan membalas lirikan Rere dengan sorot yang sama. "Emang ada ya iklan rokok terus ditampilin adegan ceweknya batuk-batuk?" tanyanya, bingung.

Rere mengangguk samar. "Ada, nanti gue yang casting," jawabnya, kalem.

Insan mengernyit lalu tertawa. "Tapi serius deh, kadang gue mikirnya cewek gitu caper doang," jelasnya. "Ya walaupun memang ada sih tipikal yang alergi asap langsung batuk-batuk. Tapi yaudah gitu loh, kalo yang gak alergi ya act normal aja kenapa sih?"

Dalam diamnya, Rere mencerna sekaligus menunggu kalimat Insan selanjutnya.

"Tapi maksud gue tuh ini lebih ke yang akibat dari menghirup asap rokok itu loh, yang ibu-ibu tenggorokannya bolong. Pernah kan lo liat di internet?"

Rere memutar matanya, menimbang-nimbang. "Pernah sih, tapi yaudah lah ya. Bismillah aja," balasnya, pelan.

Insan merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sebungkus rokok berwarna putih merah berlogo Philip Morris. Tatapannya tertuju pada perempuan yang kembali menyeruput Froster. Ia menepuk bungkus rokoknya lima kali sebelum mengeluarkan sebatang.

"Lo tuh selalu gini ya?"

Rere menjauhkan Froster, dan menatap Insan bingung. "Kenapa?" tanyanya.

"Pinter bikin nyaman?"

Pertanyaan Insan terdengar serius, dan raut wajah laki-laki itu tak terlihat menyesal sama sekali. Hal ini memicu Rere mengganti posisi duduknya, ia menyipitkan matanya, menatap Insan tak percaya.

"Kenapa sih jago banget bikin suasana awkward?" Seru Rere, wajahnya memerah.

"Maaf-maaf, yaudah gue ngerokok nih ya?" ujar Insan, sebatang rokok sudah diapit bibirnya yang terlipat.

"Iyaa..."

Insan menyalakan lighter, dan membakar rokok. Laki-laki itu mengikuti arah pandangan perempuannya ke beberapa orang yang berlalu lalang di area parkiran mobil.

Real TalkWhere stories live. Discover now