MHT - Chapter 19

98 15 1
                                    

Chapter 19 – Joe Menghilang?

JANGAN LUPA

"VOTE+COMMENT+SHARE"

**HAPPY READING**

*

*

*

"Ampun.. ampun, Nek. Huu"

"Harusnya kau mati saja bersama keluargamu. Dasar anak kurang ajar pembawa sial"

"Huu..Sakit.. ampun, Nenek. Panas.. panas.. Nek.. Huu"

Anak kecil berumur sekitar lima tahunan itu menjerit kesakitan. Ia menangis tersedu menahan rasa sakit dideritanya. Bukannya apa, seorang wanita berkulit sudah terlihat berkeriput menyiksanya dengan sangat kejam. Menyiksa anak yang masih belia itu. Menenggelamkan kepala kecil anak itu kedalam bath up berisi penuh air hangat yang bahkan uapnya masih terlihat sedikit mengepul di udara.

Anak kecil itu meronta meminta ampun pada wanita tua yang ia panggil dengan sebutan Nenek. Malah si wanita tua sama sekali tidak menggubris jeritan serta tangisan rasa sakit di rasakan oleh anak itu. Dia nyatanya tidak peduli sama sekali seakan sedikit pun tidak memiliki hati nurani.

"Zara"

"Zara"

Terdengar suara memanggil nama seseorang berulang kali. Suara panggilan itu bercampur dengan suara jeritan sakit dari si anak kecil. Namun, samar-samar masih terdengar.

***

"Zara. Hei, nak"

"A-ampun.. T-tidak!!"

Zara terduduk dari tidurnya. Seluruh badannya sudah dibanjiri keringat. Ia tersengal-sengal bahkan bola matanya bergerak tak menentu menatap selimut. Orangtua Zara memeganginya dalam keadaan panik.

Mama duduk di pinggiran kasur lantas memeluk tubuh Zara yang masih bergetar. Ditepuknya lembut punggung Zara sekaligus memberikan kenyamanan.

"Tidak apa-apa, sayang. Hanya mimpi. Itu hanya mimpi" bisik Mama lembut.

Zara melepaskan pelukannya. Dan mencoba mengatur napasnya, sesak. Ia memandangi wajah Mama dan Papanya bergantian, masih tampak mengkhawatirkan dirinya.

"Kau tidak apa-apa, nak?" tanya sang Papa. Meskipun dari tadi beliau hanya diam saja. Tetapi, beliau lah yang terlihat paling panik. Terlihat dari tingkah beliau yang tak menentu setelah melihat putri kesayangannya pucat pasih usai mengalami mimpi buruk.

Tidak mau orangtuanya larut dalam kekhawatiran, Zara menghembuskan napas pelan lantas mencoba bernapas dengan teratur. Tidak lupa ia tersenyum sebelum mengatakan sesuatu agar orangtuanya bisa lega.

"Aku tidak apa-apa, Ma, Pa. Aku hanya mimpi buruk saja" ucapnya tersenyum.

Mama mengelus lembut pucuk kepala sang tuan putri kesayangan "Iya. Hanya mimpi, sayang. Mimpi buruk harus dilupakan."

Benar. Mimpi buruk harus dilupakan. Tapi, mengapa mimpi itu terlihat nyata. Siapa anak perempuan kecil dan wanita tua yang ia panggil Nenek itu? Aku sama sekali tidak mengenali mereka. Tetapi mengapa aku memimpikan mereka?

Zara mengangguk, membenarkan ucapan sang Mama.

Mama sedikit menggerakkan badannya kesamping untuk melihat jam didinding "Sudah jam lima pagi. Sebaiknya kamu mandi dulu. Mama akan menyiapkan sarapan kesukaanmu ya, sayang" ucap Mama tak lupa mengelus sayang belakang kepala putrinya.

My Hantu TampanWhere stories live. Discover now