LIMAPULUH TIGA

255K 30.6K 1.7K
                                    

****

"Aby itu rumah apa?"

Zara melirik rumah kayu yang berada di belakang Abyan, membuat Abyan ikut melihat apa yang Zara lihat.

"Another our house."

"Kamu yang bikin?"

Abyan mengangguk.

"Cuma kita aja yang tau tempat ini?"

Abyan kembali mengangguk.

"Aku mau kesana!"

"Tentu boleh, sayang."

Abyan tersenyum kecil, ia segera membopong tubuh Zara menuju rumah kayu tersebut, masuk kedalam yang ternyata sudah terdapat furniture.

Terdapat foto-foto Abyan dan Zara yang terpajang di dinding rumah kayu ini, terdapat sofa panjang, televisi, beberapa perlengkapan lainnya dan tentu saja ranjang.

"Kamu belum makan, Sayang."

"Aku gak laper."

"Aku gak nanya kamu laper atau engga," ucap Abyan.

"Kita makan siang dulu," ucap Abyan dengan menuntun Zara menuju kursi dan meja yang sudah tersedia banyak makanan.

"Ini siapa yang masak?"

"Aku."

Zara terkejut, ia menatap banyaknya macam-macam makanan yang ditutup oleh plastik wrap.

"Serius kamu yang masak ini semua? Kok bisa berbagai macam makanan kayak gini?"

Abyan terkekeh, "bertahun-tahun aku tinggal sendiri, Zar. Di Negara lain pula, ya aku mulai belajar masak sendiri, kan gak setiap hari aku membeli makanan diluar."

"Wah, ternyata aku punya chef pribadi."

Abyan tertawa, mendudukan Zara di kursi, setelah itu membuka plastik wrap, membuat wangi makanan tersebut memasuki rongga penciuman Zara.

"Aku masak semua makanan kesukaan kamu."

Abyan mengecup pucuk kepala Zara, setelah itu ikut duduk di kursi hadapan Zara. Ia memberikan senyuman manisnya pada Zara.

"Di makan, sayang."

Zara mengangguk, ia mengangkat tangan untuk doa bersama Abyan, setelah itu mulai memakan makanannya.

"Masya Allah, masakan suami aku enak banget, kalau dibandingin sama masakanku udah kayak makanan kasta tinggi dan kasta rendah."

"Semua makanan itu enak, Zar. Gak ada kasta dalam makanan, apalagi makanan termasuk rezeki yang Allah berikan. Jadi, apapun makanannya, suka gak suka, kita harus mensyukuri nikmat Allah."

"Alhamdulillah," ucap Zara.

Abyan tersenyum, ia mengusap punggung tangan Zara dengan lembut.

Mereka melanjutkan makan bersama, dan tiba-tiba saja hujan turun. Abyan segera menuju jendela untuk menutupnya dan menutup curtain.

"Allahumma shayyiban nafi’an," gumam Abyan dengan kembali duduk di kursinya.

Zara tersenyum kecil, dalam keadaan apapun, suaminya itu selalu berdoa. Pria itu benar-benar melakukan doa sehari-hari dalam hidupnya.

"Aamiin," ucap Zara yang membuat Abyan menatapnya.

Abyan terkekeh, "langit mendukung kita untuk menghangatkan tubuh."

"Iya, abis ini kita hangatin tubuh sama-sama ya suami."

Setelah makan selesai, Abyan segera membereskan piring-piring kotor. Tadinya Zara ingin membersihkan, tetapi Abyan melarangnya, ia meminta Zara untuk menunggunya saja.

A dan ZWhere stories live. Discover now