02.Tigaraksa

198 10 4
                                    

Allegro

"Sayang ya? " Terdengar suara Bariton yang hangat di belakang punggungku.... Aku terdiam sesaat memandanginya.... Aku mencoba tersenyum memandangi laki laki itu... Wajah dengan bekas cukur kebiruan... Matanya yang teduh dengan bibir tipis berulas senyum...

"Semua hal kan ada waktunya.... Pagi jadi malam.... Muda jadi tua.... " Timpalku perlahan

"Kaset jadi CD...? " Ujarnya sambil menunjuk tas  plastik besar yang kubawa sejak tadi

"Kaset jadi murah... " Koreksiku... Dia terbahak

Hari itu adalah hari terakhir toko musik di daerah mahakam ini membuka gerainya... Semua harus terjual... Sedikit merasa bersalah karena mereka memberikanku selera musik yang bagus dan aku mengais sisa sisa keagungan mereka atas nama clearance sale...

"jenis musik apa?" ujarnya ingin tahu... aku mengibaskan tangan tak perduli

"gak penting lah..." ujarku tak antusias... Dia seketika merebut plastik yang kupegang...

"Songs in A minor...?.... 2000 km/h in the wrong lane.... Kenapa semua album 2000 awal?" ujarnya tertarik...

Aku mengangguk perlahan "kasetku tertinggal semua di Jogja..."

Dia tertawa renyah... "aku di Pingit... Kamu?"

"tam... Gowongan... Aku di Gowongan..." ujarku memperbaiki kata kataku...

Dia tersenyum samar... "Teguh, kau?"

"Allegro.... Aku Allegro..." ujarku meraih tangan laki laki yang terulur itu

*******
Aku terduduk memandangi langit sore... Sedikit menarik napas akibat angan dan memori yang tertarik paksa akibat pertemuan konyol di toko yang hampir tutup tadi siang.....

Aku dan Pria sipit itu berbicara tentang selera musik kami.... Lagu yang biasa diputar dalam loop winamp dari speaker speaker usang CPU warnet yang menjamur sepanjang jalan Kaliurang....

Dengan Antusias dia menceritakan tentang gadisnya.... Penyuka Tanah basah dan lagu Kita nya Sheila on 7 .... Yang terpaksa ditinggalkannya di Kota Gudeg karena perjodohan orangtuanya di Malang...

Matanya berbinar binar... Rambut halusnya yang dipotong rapi tampak bergerak gerak tertiup angin...

Kami Berbicara sambil makan gultik dan menikmati hangatnya Jakarta... Hal yang sudah lama sekali aku tidak nikmati...

Jadi apakah ini membuka hati? Gerutuku pada langit....

Mama berkali kali membuat janji untukku pada psikolog.... Mereka tahu aku punya trust issues...mereka pergi... Mereka selalu pergi dan aku selalu sendirian...

Jadi untuk apa aku buka pintuku?

"Untuk udara bersih, langit indah, jalanan macet dan celoteh orang orang tentang tikungan dan belokan hidup mereka?"
Ujar teguh  dalam pembicaraan dalam kami di pinggiran jalan Mahakam

Aku gak tahu mengapa pembicaraan setengah jam itu benar benar terpahat di kepala ku. Aku sendirian dan dia begitu dalam... Mungkin itu jawabannya...

Kalau kau gak mau bukakan dia pintu... Buka saja jendelamu, biarkan sekejap dia melihat lihat... Siapa tahu mau menetap....

Dan ini mungkin lebih baik dari psikiater... Lamunku seraya menyesap teh hangatku
Tiba tiba PDA ku bergetar sesaat...

Pintu

Gak usah dibuka dulu... Mungkin rikuh
bernapas dahulu, resah mungkin luruh
Maaf mengetuk saat kau mengantuk
Tapi ada urgensi berbagi persepsi

the eternity origins : 2009Where stories live. Discover now