1

252 24 0
                                    

Aku pernah jatuh cinta.

Aku pernah percaya.

Aku pernah merindukan.

Aku pernah berharap.

Aku pernah memberikan hatiku sepenuhnya.

Jangan mengajakku debat tentang perasaan, duka, bahkan luka.

Orang bilang jangan jatuh cinta sendirian, karena tidak enak.

Orang bilang jatuh cintalah pada seseorang yang lebih mencintaimu.

Orang bilang jangan menggantungkan harapan pada manusia, karena pada dasarnya manusia hanya bisa mengecewakan. Aku sudah mendengar beribu-ribu kata mengenai jahatnya manusia dan bodohnya manusia ketika jatuh cinta, bahkan aku pernah menulis kisah mengenai dimanapun yang namanya jatuh itu sakit, apalagi jatuh sendiri. Tapi aku hanya anak manusia yang tergoda dengan kenyamanan yang tidak akan pernah selamanya ada. Aku jatuh cinta padanya, pada dia yang terlalu sering menyepelakan hal-hal kecil yang menurutnya sepele tapi tidak untukku.



-----------------------



''Sudah selesai mengirim file pada atasanmu?''

Kaget, sedikit berjengit kaget dan menenangkan jantungnya dan berasa akan lepas dari tempatnya.

''Sudah aku katakan ketuk pintu dulu, Joong.''

Pria yang di panggil Joong hanya tersenyum dan berjalan menghampiri temannya tersebut yang duduk fokus di depan komputer. ''Apa enaknya jadi penulis?'' Tanya Joong.

''Dapat uang?'' Jawab Phuwin.

Joong terkekeh. ''Pusing, iya.'' Cibir Joong yang mendapatkan lemparan ketas yang sudah Phuwin remat-remat tidak berbentuk. Anggap saja Joong angin lalu yang menganggunya, tidak perlu di ladeni. Pria itu kemari pasti Dunk sedang sibuk dengan pekerjaannya, kalau saja tidak mungkin pria dengan senyum manis itu tidak ada disini dan pastinya sedang bergelayut manja pada Dunk, kekasihnya.

''Anggap saja rasa pusingku, ku tuangkan ke tulisanku.''

''Wowww seram.''

''Asal kau tahu saja rasanya masuk dalam alur cerita yang kau bayangkan dalam pikiranmu, kau akan____"

''Stop it, Phu. Aku belum memiliki minat untuk menjadi penulis atau merangkai kata-kata menjadi kalimat.'' Potong Joong akan ucapan Phuwin yang membuatnya bergidik, hei dia lebih minat ke Dance ketimbang duduk manis di depan layar putih yang bisa saja merusak penglihatan kita, dan merangkai kata-kata yang Joong saja sudah pusing terkadang untuk bicara. Phuwin hanya memutar bola matanya dan menatap Joong malas.

''Keluar kalau begitu, aku malas padamu.'' Ujar Phuwin dengan nada malasnya, dia sudah terbiasa dengan tabiat Joong.

''Pond saja yang kau ajarkan menulis, aku tidak mau.''

''.....''

''Kalian belum berbaikan?'' Tanya Joong memastikan rasa penasarannya.

''Kenapa?'' Timbal Phuwin dengan nada acuhnya.

''Hei ini sudah hampir setahun dan kalian  masih saja diam-diaman, inilah alasanku terkadang mendapat ocehan Dunk karena gagal membawamu untuk pertemuan kita seperti dulu.'' Joong meraih ponselnya yang Ia taruh di meja Phuwin, dia menatap Phuwin yang berekspresi datar seperti biasanya, tapi ini lebih dingin dan membuat Joong menghela nafas.

''Katakan saja pada Dunk jika ingin bertemu denganku, datang saja ke ruanganku.'' Perkataan Phuwin mendapatkan balasan lemparan bantal sofa dari Joong.

''Kau ini.'' Joong melempar bantal sofa lagi. ''Bukan salah Pond jika dia menghamili anak orang, dia di jebak, Phu. Kenapa kau masih saja menyangkal fakta dia di jebak? Apa Pond harus bersujud di depanmu dan meminta maaf? Dia menderita karena kau tidak memaafkannya, Phu.''

Our LineWhere stories live. Discover now