Chapter 9

815 185 63
                                    

Terimakasih untuk vote dan komentarnya
Seperti janjiku ya aku update lagi
^^
Happy Reading
Jangan lupa dukung cerita ini ya

Alexandra pikir Keenan akan langsung datang dan mengkonfrontasi dirinya. Ternyata dugaannya meleset. Seperti ucapannya, laki-laki itu membiarkan Alexandra beristirahat dan tidak diganggu hingga keesokan harinya. Saat matahari terbit, dua orang pelayan masuk ke dalam kamar gadis itu. Salah satu di antara mereka membawa pakaian untuk dirinya. Sekarang setelah identitas dirinya terbongkar, Alexandra harus membiasakan diri mengenakan gaun.

Hal itu sama asingnya dengan sikap mereka yang memperlakukannya seperti seorang wanita. Sejenak Alexandra melupakan fakta itu. Ia sudah terbiasa menjalani hidupnya dalam penyamaran hingga terkadang ia sendiri lupa bagaimana rasanya. Sejak kecil Alexandra bukanlah gadis anggun, ia lebih banyak menghabiskan masa kecilnya menonton kakaknya Iain berlatih.

"Anda ingin mandi sekarang My Lady?"

Alexandra mengangguk. Kedua pelayan itu mendekatinya. "Aku bisa melakukannya sendiri." Ia menolak dengan halus.

Kedua pelayan itu saling memandang, salah satu diantaranya mengangguk ke yang lain, seperti sebuah tanda untuk tidak membantah. "Baik. Jika anda membutuhkan sesuatu anda bisa memanggil saya."

"Terimakasih.." ia terdiam sejenak, "Aku harus memanggilmu apa?" tanyanya.

"Nama saya Winnie dan ini Edith." Kata pelayan bernama Winnie itu.

"Senang bertemu kalian Winnie, Edith."

Mereka berdua mengangguk, "Kami akan meninggalkan anda."

Kedua orang itu meninggalkan Alexandra. kini setelah dirinya hanya seorang diri di sana, Alexandra mengedarkan pandangan. Untuk pertama kalinya ia melihat sekitar, Keenan telah memberinya kamar yang mewah. Setidaknya itu adalah kamar terbagus yang pernah ia lihat. Ini baru baginya, jika dihitung mungkin seluruh jarinya takkan habis untuk menghitung berapa kali ia tidur di dalam kamar yang layak. Uang yang ia dapat bersama Royce paling-paling hanya cukup untuk menyewa satu bilik sederhana di suatu pondok. Alexandra lebih memilih menggunakan uang itu untuk mencukupi kebutuhan perutnya.

Gadis itu memeriksa berkeliling. Ruangan itu didominasi warna merah, warna khas klan MacLean. Ranjangnya terbuat dari kayu kokoh, di belakangnya sebuah lukisan ksatria berbaju zirah terpajang di atas kepala ranjang. Alec mendekati jendela, tangannya yang tak terluka membuka gerendel kemudian membuka jendela, membiarkan udara masuk ke sana. Ia melongokkan kepala keluar, dari tempatnya berdiri ia bisa melihat luasnya padang hijau tempat biasanya pasukan Maclean berlatih. Pagi ini, tidak terlihat pasukan yang berlatih. Waktunya terlalu pagi, mungkin mereka sekarang sedang makan pagi.

Alexandra meletakkan tangan di atas pinggiran jendela, ia menyenderkan kepala di atasnya. "Bagaimana caranya aku bisa keluar dari sini?" bisiknya pada diri sendiri. Pertanyaan itu terus mengganggunya tapi sampai dengan sekarang ia tidak mempunyai jawaban. Gadis itu menghela napas panjang.

***

Luka Alexandra sudah benar-benar sembuh, ia akhirnya bisa keluar meninggalkan ruangan setelah beberapa hari ini menyerah disuruh istirahat dan tidak melakukan apa pun. semua itu ulah Keenan, ia melarang dirinya keluar dari kamar, bahkan pria itu sampai menyuruh anak buahnya berjaga di depan pintu kamarnya, hal itu membuat Alexandra merasa kesal sekali.

Gadis itu keluar dari kastil Maclean, merasa sangat lega terbebas dari kungkungan empat tembok. Memang ia bukannya sedang dipenjara, tapi setiap hari hanya melihat empat tembok mengelilinginya dari ia membuka mata hingga memejamkan mata, sungguh membuat ia frustasi.

Steal The Heart Of HighlanderWhere stories live. Discover now