9

1.1K 118 10
                                    

24 Desember 201x
Siang hari,


Changkyun menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia semakin sering berkunjung ke rumah sakit hanya untuk memeriksa keadaan penyakitnya.

Ia melihat kalender yang berada di sampingnya. Sudah 6 hari berlalu, yang artinya, Jooheon seharusnya sudah selesai dengan perjalanan bisnisnya. Tapi entah bagaimana, hingga sekarang ia tidak dapat menghubunginya ataupun mendapat kabar darinya.

"Tidak apa. Ia sudah berjanji akan pulang," rapalnya meyakinkan ketika ia mengingat perkataan Jooheon.

Malam hari,
Malam natal


"Bagaiaman disana?"

Changkyun menggigit bibir dalamnya gugup. Sekarang, ia sedang menunggu kepulangan Jooheon di sofa empuk miliknya. Ditemani dengan selimut dan bantal di dekapannya.

Tujuan itu sudah pupus ketika Jooheon menelponnya dengan suara sedih.

"Tidak ada yang spesial," jawab Changkyun seadanya.

"Changkyun-ah, sepertinya aku akan pulang terlambat."

Changkyun melumat bibirnya yang terasa kering sebelum menjawab ucapan Jooheon. Benar, ia sedang berbicara dengan Jooheon menggunakan telpon genggamnya. Yang artinya, Jooheon belumlah sampai ke kediaman mereka.

"Disini terjadi badai. Apakah disana baik-baik saja?" tanya Jooheon yang sedari tadi tidak mendengar Changkyun berbicara.

"Hyung, disini sangat dingin....." Changkyun mengeratkan selimut yang ia gunakan. Ia semakin merapatkan tubuhnya ke dalam dekapannya sendiri.

"Pakai selimut dan nyalakan penghangat," titah Jooheon yang sebenarnya sudah Changkyun lakukan.

"Sudah."

"Aku akan segera pulang setelah badai ini berhen-" Jooheon menghentikan ucapannya ketika seseorang memanggilnya.

"Jooheon."

"Sebentar," dengan suara yang sangat kecil, Jooheon memberikan isyarat kepada orang itu untuk menjauh.

"Changkyun-ah, aku ada urusan. Nanti akan ku telpon lagi," Jooheon berbicara dengan terburu-buru.

Changkyun dapat mendengar jika ada suara seseorang yang bersama Jooheon disana. Ia mengenali suara itu. Sangat mengenalnya. Siapa lagi jika bukan sang kakak?

Ia hanya menggigit bibir dalamnya kuat menahan suara tangisannya yang tak sanggup menahan rasa sakit di hatinya.

"Changkyun?" panggil Jooheon memastikan. Pasalnya, tidak ada jawaban apapun dari Changkyun. Ia hanya mendengar suara isakan tangis kecil yang hampir menghilang.

"Kau menangis?" tanyanya memastikan.

Changkyun semakin mengeratkan bibirnya kuat sebelum menjawab pertanyaan Jooheon.

"Ti-tidak," Changkyun menggelengkan kepalanya walaupun Jooheon tidak melihat. Ia kembali membekap mulutnya kuat. Rasanya sangat sesak. Entahlah, seharusnya ia merasa senang jika mereka sedang bersama. Tapi ia tidak dapat menyembunyikannya jika ia juga merasakan sakitnya.

"Aku akan mengabari mu nanti."

"Y-ya."

Changkyun langsung menjatuhkan handphonenya setelah sambungan terputus. Tiba-tiba bibirnya terasa kelu. Tangan dan tubuh lainnyapun tidak dapat ia gerakkan.

"Mengapa harus sekarang?" tanyanya dalam hati.

Dengan tenang, Changkyun berusaha menggerakkan tangannya yang berakhir sia-sia. Ia tidak ingin mati sekarang.

Bukan sekali atau dua kali ia mengalami hal ini. Akhir-akhir ini, ia sering mengalaminya. Terkadanga, ia memcahkan gelas, piring atau hal lainnya ketika penyakitnya kambuh secara tiba-tiba. Ia merasa lelah dengan ini semua. Tapi dilain sisi ia harus tetap bertahan hingga waktunya tiba.

Changkyun bernapas lega ketika tubuhnya kembali bergerak sesuai keinginannya. Ia lantas menelusupkan kepalanya kedalam lipatan lututnya.

Kepalanya terasa sangat pusing. Penghangat ruangan dan selimut yang menutupi tubuhnya sama sekali tidak dapat membantu menghangatkan tubuhnya yang terasa sangat dingin. Ia hanya membutuhkan seseorang yang mendekapnya dengan erat. Setidaknya dapat membantunya menghangatkan tubuhnya. Dan Jooheon adalah orang yang ia butuhkan sekarang.


•~•~•~•~•



30 Desember 201x

"Kau pulang," Changkyun melempar bajunya secara asal. Ia lantas memeluk Jooheon yang baru saja membuka pintu kamarnya.

"Yaa, aku pulang," Jooheon mengangkat Changkyun dan menggendongnya ke atas kasur.

Sebenarnya, Jooheon sudah pulang dari perjalanan bisnisnya sedari pagi hari. Namun ia pergi kesuatu tempat untuk menyiapkan berbagai kebutuhan yang sekiranya akan ia gunakan bersama Changkyunnya ini. Hingga tanpa ia sadari, jam sudah menunjuk pukul 5 sore. Jika bukan karena sekertarisnya memperingatkannya, mungkin ia akan melanjutkan kegiatannya itu. Ia hanya ingin malam tahun barunya kali ini akan berjalan dengan lancar. Tidak seperti malam natalnya kemarin.

Jooheon mendudukkan Changkyun di atas pahanya secara miring. Ia mencium dahi Changkyun cukup lama.

Changkyun sendiri merasa malu dengan apa yang terjadi kali ini. Tidak biasanya, ahh tidak, bahkan tidak pernah Jooheon memperlakukannya seperti ini. Karena itu, ia hanya menyembunyikan wajahnya di dada Jooheon dengan semburan merah yang senantiasa mewarnai wajahnya.

"Kau merindukan ku?"

"Eum!" Changkyun mengangguk semangat. Ia masih setia menunduk.

"Tapi, kenapa kau tidak menatap ku?"

"A-aku malu," ujar Changkyun jujur yang dibalas dengan tawa Jooheon yang menawan.

Jooheon menarik dagu Changkyun pelan yang membuat Changkyun menatap tepat ke manik indah Jooheon.

Dengan perlahan, Jooheon menyatukan bibir mereka dengan lembut. Changkyun sendiri menikmati apa yang Jooheon lakukan. Dan ketika Jooheon menggerakkan bibirnya, rasanya Changkyun melayang entah kemana.

Sangat nikmat hingga Changkyun tidak ingin menghentikannya. Air matanyapun mulai menetes dari sudut matanya. Ia bahagia sangat bahagia mendapatkan hal manis seperti ini dari Jooheon. Namun kenyataan pahit yang akan ia hadapi dimasa mendatang membuatnya sadar jika ini hanyalah sementara.

Jooheon melepaskan tautan keduanya. Ia menatap Changkyun yang kewalahan dengan ciuman mereka.

"Besok malam kau ada waktu?" tanya Jooheon setelah mengecup kembali bibir Changkyun sekilas. Ia mengusap air mata yang menetes di sudut mata Changkyun.

"Tentu," jawab Changkyun semangat, "Kau mandilah dahulu. Aku akan menyiapkan makanan," Changkyun turun dari pangkuan Jooheon dan manunggu lelaki itu untuk membalas perkataannya.

"Baiklah," Jooheon menarik Changkyun menuju kamarnya.

"Tolong pilihkan pakaian ku," pinta Jooheon setelah keduanya berdiri di depan lemari besar milik Jooheon. Sedangakan si pemilik kamar malah meninggalkan Changkyun dan memilih duduk di pinggiran kasur. Membiarkan sang istri memilih sesuka hatinya.

Changkyun terkekeh sebentar. Ia lantas menyetujui kemauan sang suami. Ia memilih pakaian dengan asal. Lagipun, Jooheon tidak pergi kemanapun dan hanya ia yang dapat melihatnya.

"Ini," Changkyun menyodorkan kaos hitam dan celana pendek hitam pada Jooheon. Tidak lupa dengan pakain dalam milik suaminya itu.

"Tunggu aku," Jooheon segera bergegas menuju kamar mandi yang berada di dalan kamarnya.

Senyuman Changkyun luntur seketika ketika Jooheon menutup pintu kamar mandi itu. Ia kembali memikirkan satu hal yang ingin ia katakan pada Jooheon.

TBC

it's hurt •Jookyun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang