Cinta Dari Langit Ke-7

631 45 0
                                    

Disclaimer:

Cerita ini hanya fiktif belaka. Apabila ada kemiripan nama tokoh, tempat, dan lainnya terhadap kisah lain, itu semua murni ketidaksengajaan. Dan jika ada kesalahan penulisan, istilah, dan hal-hal lain, mohon untuk dikoreksi, ya.

Selamat membaca! 

Salam Prajurit Baret Jingga.

***

Menaati suami dan mengetahui hak-hak mereka (dapat menyamai jihad di jalan Allah), tetapi sedikit dari kalian yang melakukannya.

(HR. Thabrani)

**

Dua hari lalu, saya rapat bersama Letnan Kolonel* Pas Guntur Afrianto, selaku Komandan Batalyon 461 Paskhas. Kami membahas soal Latihan Uji Siap Operasi (LUSO) Satuan yang akan diagendakan minggu depan. Itu artinya, rencana family photoshoot harus ditunda karena saya mesti mengikuti LUSO Satuan.

Latihan Uji Siap Operasi dilakukan selama empat hari meliputi beberapa materi, yaitu menembak, halang rintang, lintas medan jarak tempuh 10 kilometer dengan beban 10 kilogram, Batalyon perebutan pertahanan pangkalan**, dan gelar senjata bantuan. Tujuan dari kegiatan ini untuk mengetahui juga mengevaluasi, mempertajam kemampuan tempur dalam kesiapan operasi satuan, serta ajang kompetesi bagi seluruh prajurit batalyon 461 Paskhas dan jajaran korpaskhas agar menjadi satuan yang memiliki kesiapan operasi maksimal dalam pelaksanaan tugas di masa mendatang.

Latihan dilaksanakan di Lanud Halim Perdanakusuma. Meski masih berada di wilayah yang sama dengan rumah dinas saya, tetapi saya dan seluruh personel Batalyon 461 Paskhas tidak diperkenankan pulang. Kami berada di kawasan LUSO selama waktu yang telah ditentukan.

"Mas, kenapa? Kayak lagi banyak pikiran gitu, sih?" Radya menyentuh pundak saya dan memeluknya dari belakang saat saya duduk di ruang makan.

Saya menarik lengannya, menyuruh dia duduk di sebelah. "Minggu depan saya ada latihan uji siap operasi. Untuk photoshoot diundur enggak apa-apa?"

Dia menggeleng. "Kewajiban kamu sebagai prajurit lebih utama, Mas. Jadi, enggak apa-apa. Ngomong-ngomong, berapa hari latihannya?"

"Empat hari doang, tapi saya enggak bisa pulang."

"Di mana?" Radya menatap waspada, di matanya seperti ada ketakutan akan saya yang meninggalkannya jauh seperti hari-hari lalu. "Enggak beda pulau lagi, kan?"

Saya meraih tangannya di atas meja makan. "Enggak jauh, masih di Halim kok."

"Alhamdulillah enggak ditinggal lagi," jawabnya yang membuat saya tersenyum lebar. 

"Selama saya tinggal, jangan ke mana-mana, ya? Kecuali keperluan PIA sama kalau mau ke rumah orang tua enggak apa-apa."

"Masa aku enggak boleh ke pasar? Kalau kebutuhan masak atau rumah tangga habis gimana?"

Saya tertawa kecil seraya mengusap kepalanya. "Iya, sama kecuali kalau ada hal mendesak kebutuhan rumah."

"Siap, Suami!" Radya menghambur ke pelukan saya. "Mas, tidur yuk?"

"Enggak mau pacaran dulu?" ledek saya.

Kontan dia mencubit perut saya. "Jangan rese. Ini udah malam tahu!"

"Pacaran di kasur, Sayang. Yuk?"

"Enggak boleh, Mas," tolaknya. "Haram."

Saya mendelik. "Kok? Kan, udah nikah. Justru berpahala, Radya, sayangku."

Cinta Dari Langit [TERBIT]Where stories live. Discover now