BAB 3

11.4K 766 27
                                    

Cahya P.O.V

Aku masuk ke dalam kafe.

Ping !

Jonny: jalan ke arah kanan.

Aku tak membalasnya. Aku langsung berjalan ke arah Jonny. Dia duduk di sana sambil meminum kopi miliknya.

Segera saja aku duduk di depannya.

"Kamu nggak merasa diperhatikan sama Genda dan Rafli? Tatapan mereka, seperti menyimpan sesuatu. Aku takut kalau itu tatapan membahayakan." Kata Jonny. Dua anak itu padahal setauku adalah anak yang paling malas di kelas. Tapi si Rafli pintar.

" Jadi, mana mungkin mereka mau membuat kecelakaan pada diri kita? Sepertinya nggak mungkin deh. Kayak mereka kurang kerjaan aja.."Kataku menyahutnya.

"Ya tapi, aku benar-benar merasakan firasat buruk tentang apa yang aku rasakan. Temanku pernah memainkannya dan berakhir tragis." Kata Jonny. Pantas saja dia mengajakku kemari. Rupanya ada halnpenting yang akan diberitahukannya kepadaku.

"Tragisnya bagaimana? Kumohon dengan senang hati agar kau menceritakannya padaku" Kataku sambil menatap lekat matanya. Tersimpul kesedihan dari ujung matanya.

" Pada waktu itu, mereka memainkannya saat jam sepuluh malam. Namanya Gerry dan Yusuf. Sudah kubilang agar mereka jangan memainkan permainan itu. Tetapi mereka malah mengancamku ." Kata Jonny.

"Sama sepertiku " Ucapku dalam hati.

" Sesudah aku pulang ke rumah dan saat aku akan tidur, tepatnya pukul setengah sebelas, Hpku berdering. Yang menelepon ternyata Yusuf. Napasnya sudah kabur sana sini. Suaranya ngos-ngosan. Bantu kami, itu yang dia ucapkan. Dengan terpaksa aku segera menyiapkan sepeda motorku dan segera menuju rumah Gerry. Tapi aku ingat, di dalam peraturan, bila ada orang yang memasuki wilayah yang digunakan untuk bermain Hitori Kakurenbo, secara tidak langsung dia akan terkena dampak dari permainannya." Kata Jonny lalu meminum kopinya .

" Setelah itu, kau hanya berdiam diri di rumah? Atau kau menuju ke rumah Gerry?" Tanyaku. Cerita ini semakin menarik.

"Tentu aku tidak berdiam diri, nanti mereka pikir aku hanya sahabat yang tidak berguna. Aku segera menuju rumah Gerry. Di sana gelap. Aku menelepon Yusuf. Katanya dia sudah memuncratkan air garam dari mulutnya. Itu tandanya permainan sudah selesai. Aku segera masuk ke rumah Gerry. Aku melihat Gerry dengan leher tertusuk pisau. Darah segarpun bercucuran. Dengan segera, aku dan Yusuf membawanya ke rumah sakit dengan mobil milik Yusuf."Cerita Jonny.

"Apakah dia selamat? Semoga iya."Jawabku dengan tangan merinding. Astaga, sekejam itukah?

"Aku tau kau merinding, kupesankan minuman ya,"Kata Jonny.

"Baiklah, darimana kau tau kalau aku merinding?" Jawabku dan tanyaku.

"Haha, tampak jelas di wajahmu nyonya."Jawab Jonny.

"Pelayan, saya pesan minuman blue Kiss satu ya"Kataku kepada pelayan yang terdekat dan disertai dengan sebuah senyuman dan anggukan.

"Mau kulanjut nih?" Tanyanya dengan senyum yang bukan dipaksa. "Gerry nggak bisa disembuhkan dan akhirnya dia mati. Sedangkan hidup Yusuf, selalu digentayangi oleh boneka itu dalam bentuk yang utuh. Walaupun udah dibakar olehnya. Selesai" Kata Jonny.

"Kasian ke.. Kedua temanmu"Kataku dengan bibir gemeteran . Jangan sampai hal itu terjadib pada kedua temanku.

"Iya memang, nasib mereka berakhir tragis setelahnya" Kata Jonny.

Lalu minuman yang dipesan sudah datang.

-----------------

Waduh jangan tegang ya, thanks udah mau baca...

ToDUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum