Bagian III

228 19 0
                                    

"New, bangun sarapan."

"Baik, bunda."

"Huh?" Bundanya terheran melihat anak bungsunya sudah duduk manis di meja makan beberapa menit kemudian.

"Tumben sekali New sudah lebih dulu duduk di meja makan dari pada ayah." New memberi senyum mengejek, namun berganti menjadi senyum tulus ketika ayahnya mengusap kepalanya sebelum menempatkan diri di kursi.

"Hari ini aku pergi check up dengan Yyan."

"New-" Bundanya sudah bersiap untuk ceramah.

"New berjanji tidak akan membujuk Yyan untuk ke kafe, bunda. New berjanji."

"You're saying, New. Bundamu hapal betul kebiasaanmu." Ayahnya tidak ikut membela, namun justru semakin memanasi.

"Bundaaa... New mohon kali ini saja. Aku tidak akan memesan lebih dari tiga potong."

"Satu, New." New mencebik dengan perintah tersebut, namun lebih baik ia menurut daripada bundanya murka dan melarangnya makan dessert sama sekali.

"Baiklah..."

New duduk manis di sofa menunggu seseorang menjemputnya. Ia mengusap perutnya yang sudah mulai menonjol, perasaan sedih mulai menggerogoti, namun syukurlah suara bel rumah menghentikannya.

"Selamat pagi Nyonya Techaapaikhun!" New bisa membayangkan bundanya yang menggeleng jenuh melihat manusia satu itu, walau begitu ia menerima pelukan hangatnya.

"Oh, Yyan."

"Tuan boss! Anda belum berangkat ke kantor."

"Sepertinya kau lebih senang menjadi babysitter New dari pada bekerja di kantor."

"Tidak paman!!! Aku berjanji akan kembali ke kantor setelah menemani New check up. Ku mohon jangan pecat aku, tabunganku belum cukup untuk hidup di jalanan." Drama seperti biasanya, itulah Yyan.

"Ayah, sudah sana cepat berangkat. Aku juga akan segera berangkat." Pusing New jika harus terus memperhatikan drama mereka.

"Kami pamit dulu, tuan boss dan nyonya Techaa."

"Hati-hati di jalan."

"Tolong jaga New."

Hari ini hari di mana New dapat mendengar detak jantung janin dalam perutnya. Ia sangat antusias, namun juga cemas.

"Selamat, janin Anda sehat. Ia pasti kuat seperti mamanya dan pasti senang ada papa juga." Yyan melirik pada reaksi New, ketara sekali lelaki itu menyembunyikan perasaanya dalam senyuman.

"Terima kasih." Senyum palsu itu sudah Yyan saksikan lebih dari seribu kali.

Yyan cukup tahu segalanya sejak New menginjakkan kaki di kantor sang ayah.

Flashback

"Yyan, ini New. Sekarang ia bekerja di sini. Sebenarnya ia spesialis mesin, namun kondisinya saat ini tidak memungkinkan ia terjun di departemen mesin. Jadi aku percayakan ia padamu."

"Siap, boss." Yyan sedikit tidak percaya lelaki putih, bening, dan sedikit tampak feminim ini ahli dalam bidang permesinan, namun jika bossnya berkata seperti itu ia harus percaya.

"Bagus. Aku tinggal kalian."

"Hai, aku Yyan."

"Hai..."

"New bukan?" New hanya mengangguk. "Kau pemalu. Santai saja di sini tidak menakutkan." Mulai dari sana mereka semakin dekat dan Yyan menyadari kehamilan New juga tidak lama setelah perkenalan mereka.

Menjadi Semestinya (TayNew)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang