Cinta Dari Langit Ke-4

626 52 11
                                    

Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu untuk dirimu sendiri.

(Qs. Al-Isra' : 7)

**

Sepanjang perjalanan dari pasar menuju rumah, Radya banyak diam. Ketika saya tanya, dijawab seadanya aja, tanpa senyum atau basa-basi lainnya. Tumben banget. Apa mungkin dia marah gara-gara kejadian tadi?

"Aku yang jemput Alfarez ke rumah Mbak Fika. Mas ke dalam duluan aja," katanya saat kami sudah sampai di rumah.

"Saya antar."

Dia menolak sambil mengambil kunci rumah dari handbag yang dibawanya. "Aku bisa sendiri. Ini kuncinya. Aku ke rumah Mbak Fika sekarang, kasihan anakku udah kesorean juga." Lalu dia pergi. Saya memperhatikan langkahnya menjauh. Kentara sekali bila Radya menghindari saya.

Setelah memastikan Radya berbelok, saya masuk. Tujuan saya cuma mengambil kunci mobil dan menjemput Radya bersama prajurit kecil. Saya letakan paper bag asal dan tanpa mengganti pakaian juga, saya bergegas ke rumah Lettu Rayyan—suami Fika.

Karena jarak rumah dinas saya dan Lettu Rayan hanya berbeda blok, jadi sekitar lima menit saya sudah tiba di kediamannya. Dari dalam mobil saya melihat Radya sedang pamitan ke Fika dan Lettu Rayyan dengan Alfarez digendongannya. Saya segera turun menghampiri mereka.

"Loh, perhatian banget, Dar, sampai nyusulin istri," ucap Rayyan. "Naik mobil segala lagi, kayak jauh aja."

"Iya, mau ajak jalan sekalian," jawab saya. Radya menoleh, wajahnya terlihat kaget. "Oh iya, makasih, ya, Fik, udah mau direpotin jagain Alfarez."

"Ya ya ya ya," suara Alfarez menyambut ketika dia melihat saya datang. Saya tersenyum dan mengambil alih dia dari ibunya.

Fika tersenyum menanggapi. "Anytime, Mas. Aku senang kok dititipin Alfarez, enggak rewel juga."

"Thank you juga, Yan. Kalau gitu kita pamit, ya." Saya meraih tangan Radya. "Yuk, pulang."

Dia menurut, juga berpamitan. "Mbak, sekali lagi makasih banyak, ya, maaf merepotkan."

"Enggak kok, Rad. Nanti main-main lagi, ya? Eh, besok, kan, kita jadi bikin kue?" tanay Fika memastikan.

"Iya, Mbak. Insyaallah habis Zuhur aku ke sini. Kami pamit, ya, Mbak, Mas. Assalamu'alaikum."

**

Sampai di mobil, Radya kembali diam. Sesekali bicara, tapi hanya mengajak ngobrol Alfarez, tanpa melibatkan saya.

"Kamu kenapa?" tanya saya akhirnya karena tidak tahan dengan sikap Radya. "Kalau saya ada salah, kasih tahu, jangan diamin begini."

Radya melirik sekilas. "Putar balik aja ke rumah, aku capai. Malas ke mana-mana." Nada bicaranya terdengar ketus. Saya tidak suka dia seperti ini. Saya menepikan mobil di depan taman Dwikora.

"Kita makan malam di luar, saya mau jalan-jalan sama kamu dan Alfarez."

Radya mengembuskan napas pelan. "Aku enggak lapar. Kalau kamu enggak mau antar kita, ya udah, aku pesan taksi online aja," ujarnya seraya mengambil HP di tas.

Lantas saya mengambil benda itu dari tangannya. "Apa, sih, Mas!" protesnya. "Balikin, aku mau pulang."

Saya mengantongi ponselnya. "Enggak. Saya bilang, kita makan malam di luar."

"Aku bilang, aku capai."

"Saya tetap mau ajak kalian ke luar."

"Aku enggak peduli." Radya menatap saya tajam. Tangannya bergerak membuka pintu mobil, tapi kalah cepat dengan pergerakan saya yang mencekal lengannya. "Lepasin. Aku mau pulang. Kamu dengar enggak, sih? Aku capai. Kalau kamu enggak mau putar balik atau balikin HP-ku, aku bisa jalan kaki ke rumah." Di pangkuannya, Alfarez mulai uring-uringan dan menangis.

Cinta Dari Langit [TERBIT]Where stories live. Discover now