[Chapter 9] Gejala pulih.

314 53 29
                                    

"Saya ingin bercerai dengan Arin."

"Dia udah nyuri uang saya dengan lancang."

"Saya gak cinta dengan Arin dan saya gak bisa cinta sama dia."

"Saya juga udah gak nyaman kerja disini."

"Saya berjanji akan melunasi hutang Bapak Minhyuk setelah saya resmi bercerai dengan Arin."

Dua pekan berlalu semenjak Arin diusir pergi dari gubuk polos pelindung pasutri renjana atas tindakannya menggelapkan uang tabungan.

Soobin mengubah atmosfer hangat didalam ruangan sang direktur yang semula damai menjadi tak halus.

Emosi mengintrospeksi Soobin hingga mampu mengutarakan keluh kesah sendiri selama menikah bersama Arin kepada Minhyuk petang ini, saat waktu istirahat kerja.

Arin juga ada disana, bohong apabila tak ingin mengelak—memotong alur pembicaraan Soobin—namun terlarut akan lamunan yang menghakimi diri.

"Saya udah bilang, kan? Kamu gak usah bayar hutang ke saya." Minhyuk menyeruput secangkir kopi hitam yang terletak diatas meja kerja.

Beliau memandang Soobin bersama hawa nafsu yang memanas ketika lisan sang wira seakan menyalahi putri tunggalnya.

Sungguh, disiang bolong begini Soobin benar-benar menganggu waktu luangnya.

Apalagi urusan ini menyangkut perceraian yang tentunya Minhyuk tak pernah setuju atas perkara demikian.

"Saya gak mau selamanya jadi suami Arin, cukup sampai sekarang, jangan lebih." Soobin menggeleng pelan, menahan diri untuk tidak terlihat marah didepan atasannya.

Hutang itu memang sebenarnya tak wajib Soobin lunasi, Minhyuk pernah membuat kesepakatan kepada Soobin dibeberapa hari sebelum Soobin menikahi Arin.

Soobin tak perlu membayar lagi semua uang Minhyuk yang telah melunasi semua hutangnya dengan syarat ia tak boleh sekalipun mengajukan perceraian kepada Arin.

Soobin harus mencintai Arin sebagaimana Soobin mencintai Lia, Soobin harus mengikuti semua kemauan Arin juga Minhyuk meski hal sepele sekalipun.

Jika benar hutang tersebut tak perlu Soobin lunasi kembali, entah bagaimana indahnya kegelisahan akan urusan tersebut menghilang.

Pasti sejahtera, dimana beban Soobin dengan semua hutangnya telah membayang.

Namun, yang menjadi pemberat adalah semua syarat yang harus Soobin penuhi atas kesepakatan itu.

Sangat menyangkut Lia, dirinya sendiri dan perasaan.

"Gua gak salah denger? Lu pengen cerai sama Arin?" Yeonjun duduk disebelah Arin, asal masuk kedalam ruangan Minhyuk tanpa permisi.

"Iya." Soobin mengangguk, masih menunggu keputusan Minhyuk yang tak berkutik sekalipun.

Soobin tau, mungkin hari ini ia bakal babak belur lantaran berani mengajukan keinginannya yang melenceng dari kemauan mereka.

Entah bagaimana jika Yeonjun nanti memukulinya demi membela si gadis sepupu atau Minhyuk.

Memang awalnya Soobin ragu untuk mengawali semua. Tapi demi Lia, perlawanan sebesar apapun dari mereka akan disanggupi.

"Kamu jangan sekali-kali bikin anak saya sakit hati! Kamu tinggal ngikutin apa kata saya kalau kamu gak mau sengsara."

Kali ini sang direktur meninggikan suara, membuat bariton khasnya kian menajam pada telinga yang mendengar.

"Sumpah demi Allah, saya gak akan pernah percaya sama omongan Bapak lagi, kalau saya bersama Arin berarti saya juga akan menyakiti Lia."

Soobin mendengus kesal, mengabaikan panasnya suhu tubuh padahal baru sekitar setengah jam ia hadir diruangan yang bersuhu dingin.

POLIGAMI | SooliaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin