Jaehyun masih bergeming. Dalam dirinya seolah ada sesuatu yang berdesir, menciptakan rasa hangat di relung hatinya.

"Mark rindu Daddy yang dulu. Ke mana Daddy yang dulu? Sekarang hanya ada sosok Daddy tapi, sikap Daddy yang berbeda, seolah itu bukan Daddy." Mark menjeda ucapannya. "Bisa Mark bertemu dengan Daddy yang dulu? Mark rindu. Sikap hangatnya, senyumnya, serta kebahagiaan yang dulu pernah di berikan. Bisa … Mark mendapatkan itu lagi?"

Hancur sudah pertahanan Mark. Lelaki itu kini malah sudah menangis deras. Persetanan dengan kata lemah, dirinya tak peduli.

"Bisa Daddy kabulin permintaan kecil, Mark?"

Di tatapnya netra itu, yang kini malah menghindari tatapannya.

"Dad, bisa Mark mendapatkan itu?" ulang Mark.

"Mark—"

"Mark Lee!"

Jaehyun berdiri, berjalan menuju putranya itu, lalu mendekap tubuh itu.

Mark menangis semakin keras, tidak peduli Jaehyun akan menganggapnya apa. Dirinya benar-benar lemah jika di pertemukan dengan saat seperti ini.

"Maaf."

"Daddy memang salah. Daddy minta maaf."

Mark menggeleng. "Daddy emang salah. Tapi, permintaan maaf itu lebih berhak Daddy ucapkan untuk bayi Beruang Daddy, Beomgyu."

+×+

"Aaa, ini yang terakhir, ayo anak Bunda buka mulutnya."

Soobin membuka mulutnya sesuai perintah, lalu sesendok makanan masuk ke dalam mulutnya. Di susul kekehan dan usapan di kepalanya.

Pemuda itu menundukkan kepalanya. Malu, karena di perlakukan seperti seorang anak kecil yang di suapi oleh Ibunya.

Sekarang waktunya makan malam. Dia ingin makan sendiri, namun, Moonbyul bersikukuh untuk menyuapinya.

Sepanjang sesi menyuapi, Soobin tidak hentinya di buat malu karena Moonbul yang terus menggodanya layaknya anak kecil saat di suapi. Di tambah, Sena yang terus menerus menggelengkan kepala, menatap mereka berdua dari sofa yang berada di sudut ruangan.

"Ini, minum dulu, lalu minum obatnya."

Soobin mengambil gelas di tangan Moonbyul. Dia meneguk airnya sekali, meminum lagi, dengan sedikit air yang di biarkan di mulutnya. Mengambil dua butir obat, lalu menelannya. Cepat-cepat meneguk air di gelas itu hingga tandas, lalu menyerahkan gelas kosong itu pada Moonbyul.

"Pinter." Wanita paruhbaya itu menepuk pelan surai putranya, dia terkekeh melihat tingkah malu-malu putranya itu.

"Habis ini mau langsung tidur atau nanti aja?" tanyanya.

"Nanti aja, Bun."

Moonbyul mengangguk, dia beranjak bangkit, lalu berlalu ke toilet yang ada di kamar rawat itu.

"Maklumin aja ya, Kak. Bunda emang gitu."

Soobin menoleh ke samping, dia tersenyum. "Gak apa, Kakak … malah seneng."

Sena terkekeh mendengar jawaban itu.

"Ngomong-ngomong, kamu lagi ngerjain tugas apa? Mungkin Kakak bisa bantu."

Sena mengangkat bukunya, memperlihatkan pada Soobin. "Hehe, matematika, Kak," jawabnya. "Gak usah, Kak Ubin baru aja sadar, masa baru beberapa jam harus liat soal musingin gini."

"Kakak gak papa, coba sini liat."

Sesuai perintah, mau tetap mau Sena bangkit, berjalan mendekat, lalu duduk di kursi samping ranjang Soobin.

[√] Can't You See Me? [END]Where stories live. Discover now