60. Berakhir dengan Baik

Mulai dari awal
                                    

"Aku nggak perlu mikirin hal itu. Semuanya berjalan sesuai keinginanku. Tuhan nggak akan bisa menghentikanku. Aku yang punya kendali di sini."

Jasmin menatap Alesha dan Sabrina secara bergantian. Alex berada di luar mengamati kondisi.   Sabrina perlahan mendekat pada Alesha, kemudian ia menyuntikkan sesuatu pada Alesha. Sepertinya obat bius. Ia menyuntikkannya beberapa kali. Jasmin terkejut melihat hal itu, seolah ia baru saja bangun dari tidurnya. Jantungnya berdetak kencang.

Sabrina mendekati pintu keluar, ia menyergap Alex dari belakang. Menusukkan jarum suntik yang berbeda, yang biasa Alesha pakai untuk membunuh orang lain. Kemudian menusuk tubuh Alex beberapa kali.

Sabrina kembali ke dalam konteiner. Di belakangnya ada Ghibran yang mengikuti. Sabrina memberikan obat bius pada Jasmin, dan Ghibran membuka ikatan Jasmin. Sabrina mengikat Alesha di kursi tempat Jasmin.

"Tolong jaga dia, Ghibran. Terus, sampain pesan aku ke Jasmin kalau dia udah sadar. "Mungkin aku nggak pantes minta ini ke kamu, tapi tolong kunjungi makam ibuku setahun sekali. Karena ibuku nggak punya siapa-siapa lagi.""

"Kamu kenapa nggak ikut kami, Sab." Ghibran menanyakan.

Ia mengeluarkan pematik, lalu melemparnya ke sudut-sudut ruang berbahan plastik itu.

"Tujuan aku cuma bunuh mereka. Habis ini, dengan tabungan yang aku punya untuk dibayar ke penghuni lain. Aku minta bantuan Dokter Aksa komunikasi dengan mereka untuk bunuh Galih. Lagi pula, meninggal di dalam penjara karena bentrok dengan penghuni lain udah biasa. Sama kayak yang Alesha lakuin ke pengganggu Galih di lapas, aku bakalan ngelakuin hal itu."

Tempat itu terasa sangat panas. Ghibran berusaha mengajak Sabrina. Namun Sabrina kekeh tidak ingin ikut.

Aku cuma yakin, kalau aku terbiasa membunuh orang, maka aku bisa kecenderungan sama hal itu ketika memiliki dendam dengan orang. Lagi pula, kamu sama Jasmin tangannya belum berlumur darah. Sabrina menatap Ghibran yang sudah mulai berkeringat.

"Pergi dari sini, kalau sampai Jasmin terbunuh, aku bakalan gentayangin kamu." Sabrina tersenyum mencoba untuk membuat lelucon.

Ghibran menggertakan giginya. Ia menatap Sabrina sembari tersenyum. "Makasih udah ngebebasin aku, Sab. Semoga balas dendam bisa buat kamu lega."

Ghibran keluar dari tempat itu. Sabrina menutup pintunya. Cukup lama, Alesha terbangun, seluruh api sudah mengitarinya. Sabrina berdiri di hadapan Alesha sembari mengayunkan sebilah pisau yang ia gunakan untuk membunuh Alex.

"Apa yang kamu lakuin, Sab? Mana Jasmin!" Alesha menatap Sabrina kesal.

Sabrina tidak menjawab ia hanya menatap Alesha.

"Lepasin aku!" pekik Alesha.

Sabrina menodongkan pisau tepat di hadapan Alesha. Alesha tersenyum miring. "Bunuh aku."

Sabrina tau apa yang ada dipikiran Alesha. Gadis itu cenderung membunuh orang-orang yang memiliki penderitaan karena ia tidak menyukai penderitaan itu. Oleh sebab itu, Alesha sendiri tidak menyukai merasakan sakit dan penderitaan.

Sabrina menyeringai menatap Alesha. Tepat di hadapan Alesha, gadis itu menusuk lehernya tepat di vitalnya. Darah mengucur mengenai wajah Alesha. Saat itu juga, Alesha menjerit bukan karena takut, melainkan kesal. Dia pun memikirkan cara untuk melepas diri.

Beberapa menit kemudian, ia mendengar suara sirine polisi. Dengan sisa kekuatannya dan matanya yang sudah buram. ia meminta pertolongan. Namun, sayangnya. Dia tidak berhasil selamat.

...

Di lain sisi Ghibran berhasil membawa Jasmin menjauh dan membawanya ke kosannya. Pemuda itu membaringkan tubuh Jasmin dan melepaskan ikatannya. Ia meringkuk menempel dinding tanpa membersihkan diri, dia menyesal karena tidak bisa menyelamatkan Sabrina.

Beberapa jam kemudian, Jasmin sadar. Ia mencoba mengumpulkan ingatan dan kesadarannya. Ia beringsut duduk, saat itu ia melihat Ghibran yang sudah tertidur.

"Sabrina?"

Jasmin melihat roh Sabrina tepat di hadapannya berdiri dengan wajah pucatnya. "Hmm, kamu udah nggak ada. Maafin aku, Sab."

"Ternyata rumor kamu bisa ngelihat roh itu benar, ya," lirih roh Sabrina.

"Makasi udah nyelamatin aku," ungkap Jasmin.

Roh Sabrina tersenyum. "Tadi roh Alesha, langsung diangkat. Tugas aku udah selesai. Dendam ku terbayar. Jasmin jangan hidup seperti kami. Kamu orang yang bener-bener baik. Jadi hiduplah dengan baik."

Roh itu menghilang. Bersamaan dengan itu Ghibran terbangun. Ghibran menjelaskan semuanya. Ia memberitahu kalau Sabrina merencanakan semuanya, namun ia tidak tahu kalau Sabrina berniat untuk bunuh diri.

Kemudian Jasmin meminta Ghibran menyembunyikannya sementara waktu dan berniat untuk pulang ke rumah utama. Ghibran menyetujuinya.

Keesokan harinya, Jasmin pulang dan mengejutkan semua orang. Namun daripada menanyakannya, mereka lebih memilih diam dan bersyukur atas kepulangannya. Setelah itu, Jasmin memberitahukan pada polisi segalanya.

...

Di perpustakaan milik Jasmin di rumah utama. Jasmin tidur dipangkuan Sehun sembari membawa bukunya, begitu pula dengan Sehun.

"Sehun ... pas aku berhadapan dengan Alesha. Aku nggak takut sama sekali berkat apa yang kamu pernah bilang ke aku kalau manusia bakal meninggal pada waktu yang udah ditentukan. Jujur, waktu itu aku cuma asal ngomong untuk memancing amarah Alesha. Aku bahkan berpikir kalau memang di sanalah aku bakalan meninggal, tapi ternyata perkataan kamu itu benar." Jasmin mengatakan.

Sehun tersenyum sembari meletakkan bukunya. "Tuhan tau kalau selama ini kamu menderita makanya Tuhan membalikkan hati Sabrina untuk nolong kamu. Biar dengan sisa hidup kamu, kamu bisa ngejalanin hidup yang normal."

Jasmin menganggukkan kepalanya. "Aku harap semua bakalan baik-baik aja. Sampai seterusnya."

"Kita bakalan baik-baik aja, kalau bersama. Lagi pula aku orang yang bakalan ada di sisi kamu seumur hidupku." Sehun mengatakan.

"Iya sih yang udah pacaran, mesra banget." Kaisar tiba-tiba muncul dari balik rak buku.

Rachel menganggukkan kepalanya. "Agak iyuh gitu, pas Sehun bilang, kita bakalan baik-baik aja, kalau bersama. Lagi pula, aku orang yang bakalan ada di sisi kamu seumur hidupku."

"Ternyata Bang Sehun bisa ngomong gombal juga, ya." Rosa menggesekkan jari telunjukkan di dagunya.

Malu dengan ejekan mereka. Melempar buku ke arah mereka dan berniat memberikan pukulan ringan arah mereka. Jasmin hanya tersenyum melihat tingkah mereka.

"Bersama, ya?" Jasmin beranjak dari duduknya. Kemudian meletakkan buku yang ia baca ke rak seperti semula.

Entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Karena yang memiliki dendam pada keluarga Sanjaya nggak cuma Niandri dan Alesha. Entah kenapa, hatiku rasanya sudah membeku, seolah aku sudah memijaki wilayah yang tertutupi es. Bahkan mungkin suatu hari nanti ketika aku harus merelakan seseorang karena hal ini terulang, mungkin aku akan melakukannya. Karena itulah maksud dari kata bersama yang sesungguhnnya.

....

Tamat.

Selesai juga book ini. Aku😑☺ legaaaaaa bangeeeeetttttt. Terimakasih untuk temen-temen yang udah mau dengan sabar nunggu sunset update. Makasi juga yang udah mau baca cerita sunset. 🙇‍♀️ sayang kalian semua 🥰

INDIGO 3 ; percaya untuk matiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang