19: Hening

58 18 6
                                    

Hening merasa keganjilan saat hal yang ia lakukan berlangsung tanpa adanya masalah sama sekali. Tidak ada omelan Mama yang biasanya melarang ia bernyanyi--Hening melakukan ini sembunyi-sembunyi. Sampai akhirnya tepat seminggu sebelum acara dimulai, tangannya terluka. Kacau sudah.

Ia melewatkan latihan mandirinya di hari Selasa. Hening sibuk mengurung diri di kamar. Ia harus lekas mengubah suasana hati dan menjadi profesional. Kalau Hening memaksakan diri, apakah ia tetap bisa memetik senar-senar gitar itu? Saat mencobanya sekali, Hening langsung paham kalau itu mustahil.

Hening menggulung diri di balik selimut. Earphone tersangkut di sebelah telinga, terhubung dengan ponselnya. Lagu yang hendak ia nyanyikan pun terdengar. Hening menonton lirik video resminya di YouTube. Galau membuatnya rajin membaca terjemahan arti tiap lirik lagu yang biasanya selalu diabaikan. Toh, kalau Hening baca pun ia akan langsung lupa

Ketika lirik itu berkata, "Aku ingin kau berbalik dan melihatku. Aku ingin kau memikirkanku" bayang-bayang Gema Akarsana langsung muncul ke permukaan. Ia memukul kepalanya pelan, berharap wajah itu akan berhenti menghantui pikirannya.

Beberapa saat setelahnya, Hening menjentikkan jari. Ia punya rencana yang luar biasa. Ternyata, memikirkan Gema Akarsana tidak selalu buruk.

_#_

SMA Harapan tampak berbeda dari biasanya. Gerbang sekolah yang selalu dijaga ketat dan tampak polos, sekarang penuh hiasan yang kental akan unsur permainan bola. Para tukang gambar di balik gambar-gambar keren itu pasti sudah bekerja keras. Entah berapa waktu tidur mereka dalam sehari untuk mengerjakan tiap ornamen yang ada di segala penjuru sekolah.

Hening sudah berada di ruang rias sejak pukul tujuh. Satu setengah jam sebelum acara dimulai. Ia mengantri untuk dirias. Sisa waktu menjelang pertunjukkan dihabiskan untuk menikmati degup jantung yang semakin menggila. Hening khawatir riasannya luntur akibat keringat yang mulai bercucuran di pelipis. Berkali-kali ia berusaha menghapusnya lembut dengan tisu, super hati-hati agar tidak mempengaruhi makeup yang sudah melekat di wajah. Hening demam panggung.

Sementara suasana sibuk menguasai area belakang panggung dengan panitia yang berlari ke sana-ke mari, para tamu mulai memasuki area sekolah. Hari ini hanyalah pembuka acara semata. Para suporter sekolah peserta lomba belum tampak di permukaan. Walau kegiatan pembelajaran diliburkan, tetap banyak siswa SMA Harapan yang tetap datang ke sekolah. Ruang kelas tetap dipenuhi oleh tas kecil yang mungkin tidak berisi apa-apa.

Sama seperti kelas lain, 11 IPA 3 pun begitu. Tas-tas berkumpul di titik-titik tertentu. Pemiliknya sudah berpencar entah ke mana. Yang tetap setia menetap dalam kelas hanya Gema seorang. Dia melempar pandangan ke arah luar jendela. Lapangan yang biasa menjadi tempat ia bertemu kucing liar berbulu putih, seketika berubah menjadi tempat di mana pertunjukan akan berlangsung. Panggung kokoh itu tampak keren dilihat dari atas sini. Hening akan bernyanyi di sana, di hadapan semua orang. Dia akan bersinar. Sinarnya akan menggapai banyak pasang mata, Gema sudah bukan satu-satunya penikmat cahaya gemerlap itu.

Hening yang keluar dari balik panggung tampak begitu mungil. Di tangannya ada sebotol air mineral. Cewek itu hendak meminumnya, namun semua tumpah mengenai baju bagian depan. Kakak kelas wanita di dekatnya ikut panik melihat Hening yang tertimpa bencana dadakan. Mereka kembali menghilang di balik panggung.

Gema tersentak di tempat ketika mendapati ada Yuni di sisi kirinya. Dia tampak tersenyum memperhatikan manusia-manusia di lantai bawah. Cewek itu menoleh, tersenyum kemudian. Entah karena gaya rambut, wajah yang sedikit dipoles riasan, atau almamater OSIS. Yuni tampak lebih keren dari biasanya.

"Hening grogi tuh, dia keringet dingin," kata Yuni, total tiadk peduli bila gerak isyaratnya tidak sesuai kaidah, yang penting Gema mengerti.

Yuni menepuk pundak Gema pelan. "Gue pergi dulu. Bye!"

S [ayo ikut PO S!!!]Where stories live. Discover now