21. Terlalu Dini untuk Jatuh Cinta

1K 125 2
                                    

USTADZ HARUSKAH AKU MELAMARMU?

A spiritual story by
Dwinda Darapati

.
.
.

Selamat Membaca

***

Dengan bus sekolah, anggota osis yang rapat waktu itu kini berangkat. Menuju sebuah sungai yang akan menjadi tempat kemah mereka walau satu hari.

Amel dan Audy yang duduk di belakang sana ribut menonton sebuah acara Korea. Dimana ada laki-laki yang menari-nari yang mereka teriaki dengan histeris. Sehingga keributan mereka menganggu penumpang yang lain.

"Amel ... Audy! Kalian punya etika, ga, sih?" omel Zidan dengan kesal. "Udah tahu numpang, tapi ga tahu diri." Zidan yang selalu blak-blakan.

"Apaan, sih, Dan? Lagian orang lain ga ada yang ke ganggu, elo aja yang berlebihan!" jawab Audy dengan lantang. "Demi ketek gue yang wangi, acaranya ini kalau ga teriak, ga a enam!"

"A enam apaan, sih, Dy?" tanya Amel.

"A enam!" Audy memperagakan tulisan bayangan yang bertulisan huruf A dan angka 6.

"Bego! Itu bacanya A six! Ga teriak ga asix!" Zidan membenarkan. "Kudet tapi blagu!"

"Astagfirullah Zidan! Dimana etika, Lo?" Kali ini giliran Amel yang membalikkan perkataan Zidan tadi.
"Ga boleh gitu, Lo, Dan. Ntar kalau Tami tahu Lo ngomong kasar begitu, diputusi, mau?" Amel menaik-turunkan alisnya.

"Tau nih, Lo kalau ngomong kaya gitu, sama aja Lo caci maki gue! Maklum lah, gue ga tahu apa-apa," timpal Audy.

Kedua sahabat itu sangat kompak dalam beradu kata dengan Zidan.

"Maaf, gue cuma bercanda." Zidan berkata dengan lemah. "Bercanda!" Kemudian dengan suara lantang.

Hal tersebut membuat Gibran dan Cahaya yang duduk di depan mereka langsung menoleh.

"Kenapa, Dy?" tanya Cahaya ketika melihat Audy yang tertawa geli setelah dirinya melihat.

Audy menceritakan apa yang terjadi. Sedangkan Zidan menutup telinganya karena malu.

"Gua cuma bilang blagu kenapa kalian terlalu mempermasalahkan, sih? Ada-ada aja, deh!" Zidan tampak tak terima, dia membuang muka ke arah jendela.

Cahaya tersenyum. "Kalian kenapa, sih? Ntar kecantol!" peringatnya.

"Aya!" serbu Amel dan Audy bersamaan karena tidak terima.

Mata indah itu menyipit kala dia tertawa, sangat cantik. Seseorang yang dari tadi terus mempertahankannya mengucap Alhamdulillah di dalam hatinya karena sempurnanya gadis yang satu ini.

***

Akhirnya mereka sampai di sungai jam dua siang. Segera membersihkan tempat dengan peralatan yang sudah disiapkan. Para anggota yang laki-laki membersihkan rumput sekitar sedangkan yang perempuan memulai membangun tenda.

Fathan, guru yang mereka ajak ikut membantu membangun tenda. Begitu juga dengan Bu Susi—pembina osis— yang juga ikut.

Setelah sepersekian menit, akhirnya tenda berhasil di dirikan. Semuanya langsung menyusun barang-barang di dalam tenda.

Ada empat buah tenda, dimana tenda pertama di huni oleh Amel, Cahaya dan Audy dan tenda kedua oleh Anisa, Putri dan Bu Susi.
Sedangkan dua tenda lagi di huni oleh anggota laki-laki.

Ustadz Haruskah Aku Melamarmu? [Selesai]✅Where stories live. Discover now