Danton, My Destiny 12 | Tangisan Pertama

5K 396 16
                                    

Sebulan berlalu, kehidupan menjadi seorang istri dan menjadi Guru sudah ku tekuni

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

Sebulan berlalu, kehidupan menjadi seorang istri dan menjadi Guru sudah ku tekuni. Aku mulai terbiasa menjalani dua peran tersebut dalam waktu bersamaan. Pagi mengajar dan sore hari terkadang mengikuti kegiatan Persit. Belakangan ini pula aku mulai merasa lelah. Danton terkadang mengingatkan untuk ingat diri beristirahat.

Tapi sepertinya itu sangat sulit. Sebulan ini pula aku semakin merasa Bu Wakil mempunyai dendam pribadi padaku. Bukan apa, dari sekian banyaknya anggota mengapa harus aku? Bu Ketua saja tidak sebegitunya terhadapku.

Seperti sekarang contohnya; Ia memintaku datang ke kediamannya. Aku sudah menolak sehalus mungkin karena ini adalah waktu mengajarku. Tapi tetap saja ia memaksa ku datang. Akhirnya aku izin kepada Kepala Sekolah untuk hari ini.

Aku mengira ada urusan penting sehingga aku disuruh datang ke kediamannya. Ternyata tidak. Ia menyuruhku membantu asisten rumah tangganya memasak untuk acara nanti malam. Dan garis bawahi hanya aku seorang. Hebatnya lagi, ia meninggalkanku dengan pembantunya di rumah dengan alasan ia harus ke Mall dan Salon untuk persiapan nanti malam.

Kalian mau tahu ini acara apa? Ini acara makan-makan yang di adakan olehnya untuk seluruh perwira. Jika ia memang mempunyai masalah denganku sebaiknya berbicara jangan seperti ini. Aku seperti tidak di hargai olehnya. Aku tahu suaminya senior Danton yang berarti seniorku juga. Tapi tidak begini.

Jika kalian mengira aku melapor pada Mama kalian salah. Walau Mama punya status tinggi dalam dunia Persit aku tak dapat seenaknya. Aku selalu memendam sikap Bu Vita yang seperti ini padaku. Danton? Aku belum bercerita padanya.

"Mba pulang saja biar Bibi yang lanjutin."

Oh aku tak tega meninggalkan asisten Bu Vita sendiri dengan segini banyaknya pekerjaan di dapur. Hati nurani ku tak sekejam itu. Sebelumnya aku sudah mengirim pesan pada Danton bahwa aku pulang telat karena berada di rumah Bu Vita. Untungnya Danton tak bertanya banyak apa yang ku kerjakan.

Terdengar suara deruman mobil, sepertinya pemilik rumah sudah pulang. Ku lihat tampilannya sudah sangat rapi. Ia berjalan ke dapur dengan dagu terangkat. Tatapannya sangat terbaca jika ia sangat tidak suka padaku.

"Cepet kerjanya Ray, Persit itu harus gerak cepat." Rasanya aku ingin membalas ucapannya. Dia juga persit mengapa bukan dia yang mengerjakan. Ini acara yang di adakannya. Satu lagi, di Bogor sudah pasti banyak jasa catering. Aku paham aku istri junior tapi tak seperti ini.

"Sabar ya Mba, Ibu memang seperti itu," ujar asisten rumah tangga Bu Vita padaku.

Kesabaran ada batasnya, begitupun aku sekarang. Setelah ia melimpahkan lagi kerjaan padaku. Dengan keberanian yang ku tak tahu datangnya, aku menghampirinya yang sedang duduk di ruang tamu memainkan ponsel apel digigitnya. Lupakan sementara dia seniorku.

"Izin Mba, saya boleh bertanya?" Ia hanya mengangguk tanpa menjawab atau menoleh sedikit pun.

"Maaf saya bertanya diluar batas. Tapi kesabaran saya sudah habis. Sejak awal bertemu, saya mulai merasa Mba tidak suka dengan keberadaan saya. Apa saya membuat suatu kesalahan, karena saya merasa Mba selalu melimpahkan setiap tugas pada saya. Jika itu kepentingan Persit saya akan mencoba memahami tapi tidak yang sekarang."

Danton, My Destiny [Terbit di Google Playbooks]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz