Cinta Dari Langit Ke-2

916 59 2
                                    

Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.

(Qs. Al-Jumu'ah : 10)

**

Tiba waktunya saya kembali bekerja. Jadwal saya hari ini adalah memberikan pembekalan kepada calon taruna-taruni Angkatan Udara. Mengenai Radya, dia sudah tidak marah. Sudah saya katakan, perempuan itu cepat sekali berubah-ubah sikapnya meski harus saya bujuk dengan permintaan maaf dan menuruti keinginannya.

"Sayang, masak apa?" Saya keluar kamar, mendapati dia sedang sibuk di dapur.

Dia menoleh sekilas sebelum kembali mengaduk panci di depannya. "Masak sup ayam, Mas."

Saya melangkah mendekat, memeluknya dari belakang. Radya selalu cantik setiap saat meski dia belum mandi karena sibuk mengurus rumah dan Alfarez. "Mas, ih, misi, aku lagi masak. Tunggu aja di meja makan, sih."

Dia berusaha melepaskan lengan saya yang melingkar di perutnya, tapi justru saya semakin mengeratkannya. "Enggak, mau lihatin istri saya masak."

"Kumat deh. Mending bantuin aku nyapu, Mas. Ya?"

Kalau dipikir-pikir, tugas menjadi ibu rumah tangga tidak mudah. Waktu kerjanya pun dua puluh empat jam nonstop. Sebenarnya untuk pembagian tugas di rumah, saya ikut membantu Radya. Kalau dia ngepel, saya nyapu. Dia nyuci, saya yang menjemurkannya. Awalnya Radya menolak dengan alasan itu sudah kewajibannya sebagai istri. Akan tetapi, saya tidak akan membiarkan dia capai sendiri, bagaimanapun dalam hal membina rumah tangga harus ada kerja sama antara suami dan istri, kan?

Saya pilih dia sebagai istri saya, bukan pembantu yang mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga. Tenaga dia pasti sudah habis mengurus Alfarez, maka semampu saya, saya membantu dia untuk mengurangi bebannya. Yang bikin saya kagum adalah Radya tidak pernah mengeluh secapai apa pun dirinya.

"Iya, Sayang," kata saya sambil mengecup pelipisnya sebelum mengambil sapu di belakang.

Bila kebanyakan laki-laki gengsi mengerjakan pekerjaan rumah tangga, maka saya tidak. Saya hanya sedang berusaha meniru akhlak Rasulullah shalallahu'alaihi wa sallam yang turut membantu istrinya mengurus rumah.

Saat saya menyapu bagian teras, Radya memanggil, "Mas, masakannya udah jadi. Makan dulu, yuk?"

"Sebentar, saya beresin ini dulu."

Radya mengangguk dan berlalu ke dalam karena kami mendengar Alfarez yang menangis, mungkin anak itu baru bangun dan tidak mendapati Radya di sampingnya.

Selesai menaruh sapu di belakang, saya ke meja makan. Saat saya baru mau menyendok nasi ke piring, Radya keluar dari kamar bersama Alfarez yang digendongnya. "Selamat pagi jagoan Ayah, prajurit kecil Bunda."

Radya duduk di sebelah bersama Alfarez yang mukanya khas orang bangun tidur, sangat menggemaskan. "Pagi, Ayah," jawab Radya dengan nada seperti anak-anak.

Saya menciumi pipi Alfarez bertubi-tubi sampai anak itu kembali menangis. "Mas, ih, tuh, kan, nangis lagi. Iseng banget, sih."

"Makan, Mas, udah mau jam delapan, tahu," katanya lagi saat melihat saya menyengir ketika dia menegur.

"Iya. Makasih, ya."

"Sama-sama, Ayahnya Farez."

**

Ada enam puluh lima orang calon siswa yang harus mengikuti pelatihan untuk bisa lolos seleksi daerah dan akan dikirim ke Akademi Angkatan Udara, terdiri dari lima puluh lima laki-laki dan lima perempuan. Mereka diberikan pembekalan dari Danwingdikum* Letkol Adm** Ahmad Husein. Setelahnya, sekitar jam dua siang, saya yang bertugas memimpin mereka untuk lari di sekitar Batalyon 461 Paskhas.

Cinta Dari Langit [TERBIT]Where stories live. Discover now