Bab 23: Altair Skyheart Vs Dhaindra Sorelis

6 4 0
                                    

Sesosok wanita berpakaian terbuka dengan rantai yang melilit kedua pahanya, tampak memasuki sebuah ruangan tanpa jendela yang dipenuhi dengan peralatan penyiksaan. Sesosok tubuh berbalut pakaian hitam, tampak tergantung dengan tangan terikat rantai ke atas. Sosok Altair yang tertangkap karena menyusup ke markas organisasi Dhaindra Sorelis, terlihat lemas dan tak sadarkan diri. Pakaiannya compang-camping dan menampakkan luka-luka akibat penyiksaan di tubuhnya.

Freiya tersenyum sinis melihat sisok pria yang tergantung di hadapannya. Sesekali ia melecutkan rantai miliknya, tapi Altair tetap tak memberikan perlawanan.

"Masih saja bersikap kuat!" Kembali wanita itu melecutkan rantai ke tubuh Altair yang hanya diam. "Atau kau sudah mati?" kekeh Freiya menjilati bibirnya.

Salah satu rantai wanita itu kemudian bergerak ke arah leher Altair dan melilitnya erat. Tubuh pria berpakaian ala ninja itu hanya tersentak sebentar dan ekspresi Freiya seketika berubah.

"Sialan!" Freiya melepaskan lilitan rantainya, saat tubuh Altair mulai meleleh seperti lilin terbakar.

Wanita itu menyadari, ia telah tertipu, sementara sosok asli Altair telah melarikan diri, sesaat begitu ia memasuki ruang tahanan. Dengan geram, ia menghancurkan pintu ruang tahanan dengan rantainya.

Di lorong kastil yang merupakan markas Zodiac, Freiya bisa melihat bayangan Altair yang melarikan diri. Tanpa menunggu, rantai-rantai miliknya segera melesat ke arah Animagi itu, tapi berhasil dihindari. Dhaindra yang muncul dari portal ciptaannya tampak terkejut melihat Freiya yang mengamuk di dalam kastil.

"Apa yang kau lakukan, Freiya?" sentaknya seraya menepis salah satu rantai yang nyaris mengenainya.

"Tahanan kita kabur dan dia membawa senjata Paladia bersamanya!" pekik wanita itu tanpa menyurutkan serangannya pada Altair yang kini sudah berhasil melewati salah satu jendela kastil dan terbang dengan wujud elangnya.

"Aku akan mengejarnya, kau lanjutkan misi ke Vandescar dengan yang lain." Dhaindra menghentikan langkah Freiya yang ingin mengejar Altair.

Freiya mendengkus kesal, lalu menghilang dengan sebuah portal merah menyala yang ia ciptakan. Dhaindra dengan sekali jejak melesat mengejar sosok Altair yang telah terbang menjauh.

***

Altair terus berlari melewati lebatnya hutan yang dipenuhi pepohonan besar yang cukup menyulitkannya. Begitu ia keluar dari lebatnya hutan, tampak sebuah air terjun dengan dinding batu yang menjulang di hadapannya. Sebuah proyektil melesat cepat, saat Altair melewati celah kecil menuju air terjun dan menghancurkan batu besar yang tepat menjulang di depannya. Pria itu melompat ke atas dengan sigap, lalu mendarat di atas batu besar di puncak air terjun.

"Sampai di sini pelarianmu! Cepat serahkan Paladia itu!" Dhaindra telah berdiri 300 meter dari Altair.

Pria berpakaian ninja itu hanya diam sembari menatap Dhaindra. Konsentrasi dan fokusnya meningkat, saat mengetahui lawannya bukanlah sosok yang mudah untuk dikalahkan.

" Katakan, siapa yang memerintahkanmu!" Sekali lagi Dhaindra berkata lantang, menentang kerasnya deru air terjun yang memisahkan keduanya.

Altair tetap membisu. Ia menarik sebuah rantai panjang dengan senjata berbentuk sabit di ujungnya. Pria itu memutar-mutar senjatanya, makin lama makin cepat. Sementara, Dhaindra hanya menyeringai sembari bersiap dengan kapaknya.

"Kurasa aku harus mencabikmu, supaya mau bicara," sinis pria berzirah hitam itu.

Belum selesai ucapan Dhaindra, sosok Altair sudah lenyap dari tempatnya. Terperanjat, pria berzirah itu dengan spontan menggerakkan kapaknya saat ia merasakan sebuah aliran udara mengarah ke lehernya. Benturan kedua senjata menimbulkan percikan api dan membuat keduanya terdorong beberapa meter.

Altair yang masih melayang akibat beradu senjata dengan Dhaindra, melanjutkan serangannya dengan melemparkan pisau-pisau kecil ke arah pria itu.

Menggunakan senjatanya, Dhaindra menepis pisau milik Altair. Namun, diluar dugaan, pisau tersebut menimbulkan ledakan saat beradu dengan senjatanya. Asap tebal kehitaman membungkus tubuh Dhaindra Sorelis. Belum sempat menjejakkan kaki ke daratan, Altair dikejutkan dengan kemunculan kapak yang berputar cepat dari kepulan asap di mana Dhaindra berada.
Menggunakan sabit berantai, Altair menahan kapak tersebut. Namun, pria itu seketika terperanjat saat Dhaindra telah berada di belakangnya dan melayangkan tendangan memutar.

Tubuh Altair menghempas bebatuan, hingga menciptakan retakan. Dhaindra mengibaskan kapaknya secara menyilang, sebuah pusaran angin kembali menghantam tubuh Altair yang belum bisa keluar dari retakan batu yang menghimpitnya.

Dhaindra menyunggingkan senyum kemenangan, tapi ekspresinya berubah saat merasakan tubuhnya tertarik sesuatu. Sebuah rantai melilit kakinya. Altair berhasil menariknya hingga terlontar ke udara. Pria berpakaian ninja itu menghunus pedang pendek dan mulai menyerang Dhaindra yang masih melayang di udara. Gerakan Altair begitu cepat menebas dan menyerang Dhaindra Sorelis. Di tengah kepungan serangan yang bertubi-tubi, Dhaindra menggeram keras dan kembali menebaskan kapaknya. Sebuah pusaran angin muncul dan mengoyak tubuh Altair.

Raut kepuasan di wajah Dhaindra memudar, saat ia melihat ratusan elang hitam menyebar dari tubuh Altair yang terkena serangannya. Pria itu mengumpat keras krena terkecoh oleh kemampuan lawannya. Tak sampai di situ, elang-elang yang terbang secara acak seketika terbang dengan sebuah formasi dan mulai menembakkan bulu-bulu tajam ke arah Dhaindra yang tak punya pilihan lain, selain kembali mengerahkan pusaran anginnya. Ledakan keras terjadu, begitu pusaran angin dan bulu-bulu elang itu bertabrakan.

Altair melesat melewati kepulan asap, menerjang ke arah Dhaindra. Pertarungan tangan kosong pun terjadi antara keduanya. Meski tak secepat Altair, Dhaindra masih mampu mengimbangi serangan-serangan cepat pria itu. Satu serangan dari Altair membuka celah bagi Dhaindra untuk menyarangkan sebuah pukulan ke perut Altair. Pria itu terdorong beberapa langkah, tapi gerakan Dhaindra lebih cepat sepersekian detik. Beberapa pukulan dan tendangan kembali bersarang di tubuh Altair membuat pria itu terhuyung.

Satu tendangan keras mendarat tepat di dadanya, membuat Altair melayang dan menabrak dinding batu di belakangnya. Dhaindra tampak bersiaga. Ia tak mau lengah dan tertipu oleh kemampuan Altair. Dari tempatnya berdiri, Dhaindra melempar kapaknya tepat ke arah leher Altair. Kepulan asap kembali tercipta dari serangan yang membentur dinding batu. Altair kembali lolos dari maut, sementara kapak Dhaindra melayang menjauh dengan masih berputar kencang.

Tanpa diduga Altair muncul dari atas dan menebas Dhaindra dengan sebilah pedang pipih. Senyuman terukir di wajah Dhaindra. Dengan cepat pria itu menahan pedang Altair dan memiting tangannya ke belakang. Desingan benda berputar tertangkap oleh pendengaran Altair. Dengan sudut matanya, ia melihat kapak Dhaindra menderu ke arahnya dan bersiap memenggal lepas kepalanya.

Altair bersalto menghindari kapak Dhaindra dengan mengorbankan lengan kirinya yang seketika tertebas kapal itu. Dhaindra terperanjat melihat aksi nekat Altair. Keterkejutannya bertambah saat menyadari di tubuhnya telah menempel beberapa kertas yang mulai bersinar dengan terang.

"Matilah kau!" raung Dhaindra mengeluarkan pusaran angin kehitaman bersamaan dengan meledaknya kertas yang Altair tempelkan sebelumnya.

Asap hitam pekat menutupi areal air terjun yang porak poranda. Seketika asap itu lenyap, saat pusaran angin kembali diciptakan Dhaindra. Pria itu menggeram kesal. Namun, di tangannya ia menggenggam sebilah tombak yang dikenal sebagai tombak Olimpus, sementara pandangannya menatap penuh dendam pada sosok elang hitam yang terbang menjauh.

Bersambung

Alcholyte Saga : Tujuh AstralisWhere stories live. Discover now