9. A New Day Comes

206 44 19
                                    

Hari masih pagi saat aku memasuki kubikel. Cuaca dingin di luar tidak lagi terasa. Bukan karena coat tebal yang kukenakan, tapi memang suhu kota Shenzhen sudah mulai panas.

Lin Wei, dua orang teman Momo yang namanya sulit diucapkan, dan Momo, tengah bercakap-cakap di depan kubikelku, disusul Simon yang masuk sambil menarik buntut kudaku.

 “Apa yang kalian lakukan di sini?’ tegur Simon. “Selamat pagi, dan silakan kembali ke tempat masing-masing!”
Aku tersenyum geli melihat wajah mereka yang tampak sangat tidak senang.

“Hai, Ra. Tumben datang tepat waktu,” ucap Susan dari balik kubikel. Gadis itu berlari kecil menghampiriku, dan lagi-lagi memasang wajah penggosip. “Sejak tahun baru, kamu selalu diam-diam pulang dan diam-diam nongol. Ke mana, sih?” 

“Aku nggak diam-diam, kok," tukasku. Meski sebenarnya aku memang diam-diam. Aku tak ibgin kedekatanku dengan Henry menjadi bahan gosip baru. "Aku sewa apartemen dekat sini,” ucapku tenang.

“Wah!” Susan membelalakkan mata. “Boleh, dong, kita main di apartemenmu. Aku ingin lihat rumah barumu.”
Aku tersenyum manis. Mungkin sudah waktunya aku membuka hati untuk teman baru. Lili tak bisa selamanya menemaniku. Dia punya pekerjaan dan kehidupannya sendiri. Meski kami bersahabat, aku tak bisa selamanya jadi benalu, kan?

“Boleh, dong!” ujarku ramah. Asal dia tidak jadi penggosip, bagiku tidak masalah.

Sebenarnya aku hanya takut kalau kedatangan Susan ke apartemen akan jadi masalah, karena pintu kamarku berhadap-hadapan dengan Henry. 
Meski aku selalu berusaha pergi dan pulang kantor sendiri, Henry sering menyusul dan memberi tumpangan Sebenarnya, karena Henry, hidupku di Shenzhen ini jadi jauh lebih menyenangkan.

“Anak baru memang selalu belagu, ya?” gumam Lin Wei yang sengaja mengitari kubikelku sebelum masuk ke ruang direktur. 
Aku tertegun, sementara Susan mendelik. Sepertinya dia tidak suka dengan gumaman LinWei yang memang tidak enak di dengar.

“Biar aja, Ra. Mereka kesal karena kamu sering menolak pekerjaan yang mereka kasih sekarang," ucap Susan.

“Iya juga,” tukasku. Aku terkekeh melihat tingkah mereka yang makin tidak enak dilihat. “Aku sedang sibuk menyelesaikan desain musim semi bulan April nanti. Jadi nggak ada waktu buat mengerjakan pekerjaan lain,” jelasku. 

“Kamu hebat. Baru tiga bulan bekerja, sudah dipercaya buat mendesain pakaian di pameran Shanghai. Selama ini, hanya aku dan Simon Ge yang paling sering mendapat tugas mendesain. Tapi, karena aku selalu dikasih kerjaan lain sama Lin Wei Cs, karyaku jadi nggak berarti, dan nggak menarik lagi.” Susan berkata dengan sedih.

Aku tersenyum. “Menurutku karya-karyamu lumayan. Tapi modelnya hampir sama semua. Sementara Simon Ge, desainnya cowok banget. Kurang mengikuti tren masa kini. Cowok sekarang itu bisa pakai beberapa model pakaian perempuan juga. Karena, yang punya genre itu kan manusianya, bukan pakaiannya.”

“Kok kamu bisa semudah itu menilai karya orang dan karyanya.” tanya Susan. Aku hanya tersenyum dan mengangkat bahu.

“Hebat, Rara! Kapan-kapan aku traktir!” seru Simon. “Sekarang, boleh buatin kopinya, ya?”

“Maaf, aku sibuk!” tukasku. Tanpa memedulikan sekeliling, aku kembali dengan berbagai coretan, mengedit, meghapus, dan menggurat lagi.

Suasana kantor kembali tenang. Semua sibuk dengan desain terbaru. Menurut Henry, karya yang menarik, akan ikut menghadiri pameran Fashion di Shanghai. Kadi, waktu yang tidak sampai satu minggu itu betul-betul kugunakan untuk membuat desain trendi yang simpel dan menarik.

Lili dan Lisa kini sering menelepon, jadi aku bisa bertanya sedikit tentang tren apa yang disukai perempuan-perempuan Indonesia, dan model yang digandrungi para artis melalui quisioner Lili di radio. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Miles of Plum Blossom (Sudah terbit! PO ke penerbit Cerita Kata/ DM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang