8. Behind The Hill

159 46 27
                                    

Aku tertegun menatap lembaran desain yang belum sempat kuotak-atik. Selama libur tahun baru ini, sengaja aku gunakan untuk mengejar ketinggalan. Meski kantor libur sampai tiga minggu, tapi pekerjaanku tidak mungkin bisa libur, kan?

Hari terakhir kemarin, aku hanya sempat mengerjakan pekerjaan LinWei dan Momo, lalu aku berjanji pada Henry akan mengerjakan desain ini selama liburan.tenang.

Ya, selama liburan tahun baru, aku memilih menghabiskannya bersama Lili dan keluarganya yang tinggal di kampung halaman mereka, Meixian, di sebuah desa kaki bukit. Letaknya hanya lima belas menit saja dari kota Meizhou. Tapi, suasananya sangat tenang, dan selama musim dingin, suhunya juga sangat sejuk.

Untung saja Shu he Shen, kedua orang tua Lili, mau mengerti. Jadi, meski sementara ini aku tinggal di rumah, mereka tidak keberatan. Bahkan, mereka yang bilang kepada Papi dan Mami, serta Emak dan Engkong, bahwa aku baik-baik saja bersama Lili. Jadi, mereka tidak khawatir.

Sebenarnya, Mami tidak ingin aku bekerja terlalu keras. Tetapi, pekerjaan inilah yang justru membuatku lebih santai, dan tidak lagi memikirkan Radit.

Ah! Tenangnya.

Aku merapatkan kardigan baby pink, yang melapisi piyama sewarnaku. Dingin.
Lingkungan rumah ini memang sepi, cukup jauh dari Shenzhen. Lili harus menyetir selama dua jam dari Guangzhou ke Shenzhen, lalu dua jam lebih lagi untuk tiba di Meizhou, dan masih lima belas menit kemudian, baru tiba di tempat ini. Suasananya tidak hanya sepi, tapi udaranya juga dingin, mengingatkanku akan suasana di Puncak, atau Lembang Bandung.

Lili dan keluarganya memang sedang ke kota Meizhou mengunjungi sanak keluarga yang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lili dan keluarganya memang sedang ke kota Meizhou mengunjungi sanak keluarga yang lain. Hanya aku sendirian yang ada di sini, karena harus segera menyelesaikan desain.

Tapi, entah karena terlalu sepi, atau terlalu lelah, akhirnya aku tertidur. Tiba-tiba, bahuku terasa panas, dan rasanya sesuatu membungkus punggungku. Jantungku langsung berdebar kencang. Keringat dingin mengalir, tenggorokanku kering, dan wajahku terasa dingin. Jangan-jangan, rumah di kaki bukit ini berhantu!

Segera aku melompat dari tempat duduk. Selembar kain tebal tergelincir, membuat tubuhku menegang dan mematung, terlebih saat seseorang menyentuh bahuku.

"Kamu kenapa, Ra?"

Uh! Itu suara Henry!

Lututku lemas, sehingga aku terduduk di tempat semula. Darahku kembali mengalir normal. Aku menghembuskan napas lega, sekaligus malu.

"Gege. Kapan datang?" tanyaku. Kok nggak ketok pintu dulu?"

Henry mencondongkan wajahnya dan meletakkan punggung tangannya ke dahiku. Tiba-tiba wajahku terasa panas, dan jantungku brdebar. Aku sadar kalaiu di rumah ini memang hanya ada aku dan dia. Mungkin itu yang membuatku jadi malu. Segera tangannya ku tepis agar semua kembali normal.

"Aku nggak sakit, kok!" tukasku cepatt.

"Aku sudah telepon, tapi nggak ada yang buka. Jadi aku masuk aja. Biasanya juga begitu, kok," ucapnya tenang. Pria itu duduk di hadapanku, dan menatap lekat, membuatku salah tingkah.

Miles of Plum Blossom (Sudah terbit! PO ke penerbit Cerita Kata/ DM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang