ARAH PANDANGAN

55 19 0
                                    

"Brengsek lo, Babi!! Woi!!"

Itu kalimat yang amat jelas Kirana dengar saat keluar dari dalam mobil sang papa, lengkap dengan Seila yang mengejar-ngejar Bintang–temannya.

Kirana meneguk ludahnya, menunduk, memandang kedua ujung sepatunya, kemudian menghela napas. Perempuan itu kembali mengangkat kepalanya, mulai melangkahkan kaki memasuki gerbang sekolah yang ramai siang itu.

Matanya menyapu pandang, memperhatikan sekitar. Melihat siswa-siswi yang juga melangkah baru berdatangan, ada yang berdua dengan temannya, bertiga, berempat, bahkan segerombolan, ada pula yang berduaan saja dengan pacarnya.

Kirana kembali menghela napas sambil melengos malas melihatnya. Selalu seperti ini setiap paginya, Kirana yang melangkah sendirian di antara banyaknya orang.

Sendirian, Kirana sudah lama terbiasa seperti ini. Tak punya teman, apalagi pacar. Hidupnya benar-benar datar tak berwarna. Pagi pergi sekolah, pulang langsung les private, malamnya belajar, berkumpul dengan keluarga hanya sebentar saat makan malam saja. Hidup Kirana benar-benar tak ada asiknya.

Kirana menggeleng pelan, berusaha menyadarkan diri dari lamunan tentang kehidupannya yang menyedihkan. Ia terus melangkah melewati lapangan yang pagi itu, sudah ada beberapa siswa yang bermain basket di sana.

Gadis itu menunduk, mengangkat tangan kirinya, dan melihat jam pada arloji di tangannya. "Masih pagi," gumamnya seraya melihat sejenak pada beberapa pria di lapangan terbuka itu.

Iya, hanya sejenak, tetapi matanya tidak sengaja bersua tatap dengan salah satu pemainnya. Hanya sesaat, karena setelahnya, Kirana kembali melanjutkan langkah menuju kelasnya.

Tidak ada yang spesial pagi ini, Kirana memasuki kelas, mengikuti pelajaran sebagai murid teladan yang pintar seperti biasanya.

"Selesai nggak selesai, buku tugasnya kumpulin sekarang. Kirana, tolong nanti bawain bukunya ke meja bapak ya. Sekian, selamat beristirahat," ucap guru matematika itu sebelum akhirnya meninggalkan kelas.

"Na, bentar ya, aduh gue belum dua nomer lagi," ucap salah satu siswa di sana. "Woi Siti nyontek dong!"

"Dua menit ya, gue juga kalo kelamaan bisa dimarahin," balas Kirana setelah mendaratkan pantatnya pada kursi.

Perempuan itu kemudian menunduk, mulai menyalin materi-materi yang didapatnya hari ini.

"Lo mah anak kesayangan guru, ga bakal di marahin Na, telat dua jam juga ga bakal dimarahin," celetuk seorang siswi di bangku sampingnya yang kini bersama-sama dengan yang lainnya.

"Ya iyalah, Kirana anak kesayangan kita semua," timpal yang lainnya.

"Dih ogah, gue mah mending sayang sama Lee Minho," pungkas yang lainnya lengkap dengan tawa mengejek pada akhir kalimatnya.

Kirana menggerakkan tubuhnya tak nyaman mendengar hal itu, yang sayangnya, pergerakan itu malah terlihat oleh salah satu siswa yang juga turut menyalin di bangku sampingnya.

"Udah woi, anak kesayangan kita nggak suka digituin."

"Utututu maaf ya anak kesayangan kita," ucap Farhat menyahuti celetukan Bagas.

"Najis lo, bisa berhenti ngomong gitu nggak sih? Jijik banget kuping gue gatel dengernya," sungut Alea yang memang biangnya gosip dan tukang julid.

Kirana berdecak pelan mendengar hal itu, tangannya bergerak hendak meraih earphone dan mendengarkan musik saja daripada harus mendengar bacotan teman sekelasnya.

Tetapi pergerakannya terhenti ketika seseorang dari arah lawang pintu kelas tiba-tiba saja memanggilnya.

"Kirana woy! Ada yang nyariin!"

Bangchin Twoshoot StoryDove le storie prendono vita. Scoprilo ora