6 : Bagai Tahanan

92 20 2
                                    

Seanno Narendra Sebumi. Banyak yang bilang, menjadi dia sangat menyenangkan. Yang orang lain lihat tentang dia hanya perihal harta yabg berlimpah dan wajah yang rupawan.

Tapi, jika Seanno boleh memilih dia akan memberikan semua harta dan ketampanannya demi sebuah kebahagiaan dan kebebasan.

Seanno tidak pernah tau apa itu bahagia dan bebas. Selama hidupnya, ia selalu diatur untuk mengikuti kemauan kedua orang tua nya. Seanno tidak pernah memilih, ia selalu disiapkan untuk melakukan hal ini dan itu.

Seanno baru saja sampai di rumah, ia turun dari mobil mewah pemberian sang Papa.

Rumah megah yang dihuni tiga orang ditambah lima pekerja masih saja nampak sepi.

"Silahkan Tuan muda sudah ditunggu Tuan Besar dan Nyonya di ruang makan."

Seanno disambut oleh pelayan dirumahnya. Seorang wanita berusia 30 tahun yang sudah bekerja 10 tahun dengan keluarga dia.

Cowok itu lalu melangkahkan kaki menuju ruang makan di mana kedua orang tuanya sudah berada. Jika tidak ada hal penting, maka kedua orang tuanya tidak akan berada dirumah pada jam awal seperti ini.

Biasanya mereka baru pulang ketika jam menunjukkan pukul 11 malam.

"Duduk Sean," ujar Diajeng pada sang putra satu-satunya.

Seanno lalu mengambil tempat disebelah sang Papa tepat dihadapan Diajeng.

"Bagaimana sekolah mu?" Sam memulai obrolan dengan berbasa-basi.

"Baik."

"Tidak banyak berbasa-basi, Papa hanya ingin kamu mulai belajar bisnis keluarga kita. Mengingat kamu adalah pewaris tunggal dari Narendra Company."

Seanno lagi-lagi hanya bisa mengangguk nurut. Dia tidak bisa membantah, padahal hatinya ingin sekali menolak. Ia masih duduk dibangku kelas 11, namun sudah harus mempelajari perihal bisnis yang jauh diluar jangkauan nya.

"Tapi, jangan jadikan hal ini sebagai alasan turunnya nilai kamu Sean. Jika hal itu terjadi, kamu akan tau konsekuensinya."

Seanno paham apa yang Papa nya katakan. Dari dulu, ketika ia mendapatkan nilai rendah Papa nya akan selalu menghajar dia dan menghukum dia dengan mengurungnya dikamar dan memberikan beberapa soal sulit untuk ia kerjakan.

Jika ia tidak bisa menjawab, masa hukuman akan diperpanjang dan soal pun terus ditambah. Untungnya, seumur hidup dia saat ini baru dua kali dia mendapat nilai rendah.

"Paham Pah," balas Seanno.

"Oh iya sayang, Mamah mau kenalin kamu dengan anaknya teman Mamah. Dia sangat cantik."

"Kau juga harus bergaul seperti anak lain nya Sean atau berkencan dengan seorang gadis. Hal itu tidak masalah asal urusan sekolah mu tetap lancar," timpal Sam.

Sam dan Diajeng terkadang cukup bingung dengan Seanno yang tidak memiliki teman satupun apalagi berkencan dengan seorang gadis.

"Saya tidak punya waktu untuk itu." Seanno menjawab dengan santainya.

Sam dan Diajeng yang tengah melahap makan nya pun menatap sang Putra. Sementara Seanno sibuk memainkan alat makan miliknya.

"Jika kamu tidak memiliki waktu, maka biarkan Mama dan Papa yang membantu kamu untuk itu." Diajeng tersenyum menatap sang putra.

"Kalian atur saja, saya harus belajar." Seanno lalu bangkit dan pergi meninggalkan ruang makan yang terdapat kedua orang tua nya.

Seanno tidak benar-benar belajar. Dia hanya menghindari obrolan yang sudah pasti jawabannya orang tua dia yang memutuskan. Dalam artian, Seanno tidak begitu berguna berada di sana karena semua keputusan diambil secara sepihak.

Cowok itu menatap sebuah akuarium yang berada didekat meja belajarnya. Akuarium berisi dua kura-kura peliharaan dia.

"Seperti tahanan. Di atur dan diperintah. Bedanya disini tidak melakukan kesalahan." Seanno bermonolog sambil tersenyum miris.

Sampai akhirnya pikiran dia tiba-tiba teringat seorang gadis berisik yang menarik perhatian nya saat di perpustakaan.

"Elana Isvara."

Nama itu masih ia ingat jelas. Wajah gadis itu ketika mengomel padanya benar-benar seperti seorang ibu-ibu tengah protes perihal diskon besar.

Seanno tidak pernah mengenal atau melihat Elana. Namun beberapa terakhir ini, ia dihadapkan untuk bertemu gadis itu. Gadis yang seperti nya tengah menjalin hubungan dengan seorang cowok yang Seanno tau bernama Alsaki.

"Kenapa jadi mikirin urusan orang? Ini semua karena kamu." Seanno berucap pada dua kura-kura yang bahkan tak mengerti apa yang dia ucapkan.

Cowok itu kemudian melempar tubuh nya ke atas kasur. Memang tempat ternyaman yang selalu menerima Seanno apa adanya hanya kasur milik dia.

Tanpa ia sadari, matanya terpejam memasuki alam mimpi dengan baju seragam yang masih melekat.

--
Alsaki tengah menghisap rokok miliknya di Kedai Pojok. Cowok itu baru saja mengantar Elana pulang dan dia memutuskan ke dajok untuk sekedar merokok atau menikmati secangkir kopi kesukaannya.

"Mang Ijot kopi susu satu," ujar Dipta yang tiba-tiba datang bersama Kamal dan Awan.

"Ngapain lo nyuruh kita kesini?" Tanya Kamal pada Alsaki yang tengah menghembuskan asap rokoknya.

"Tau lo, gua baru aja nempelin pantat di kasur," sahut Awan.

"Gua mau tanya." Wajah Alsaki berubah menjadi serius.

Ketiga temannya pun mendadak mengikuti cowok itu. Jarang-jarang Alsaki serius.

"Tanya apa?" Kamal tidak sabar.

"Kalau jantung deg-degan kenceng tuh kenapa ya?"

Dipta menepuk dahinya menggunakan telunjuk sambil berfikir tentang pertanyaan Alsaki.

"Jantung emang kudu deg-degan, gak belajar IPA lu ya," ucap Awan.

"Iya. Gua kan anak IPS."

"Bener juga."

"Lu punya penyakit jantung kali, kebanyakan kopi." Kamal berucap sambil mengambil rokok dari sakunya kemudian menyalakan dengan pemantik.

"Kagak , gua tuh sehat."

"Tunggu, menurut buku yang gak pernah gua baca isinya tapi baca judulnya, itu tanda jatuh cinta," ujar Dipta.

"Ah serius lo Dip?" Tanya Alsaki tidak percaya.

"Iyalah, anak Baba Haji gak mungkin bohong."

Kamal menatap Alsaki, ia menggelengkan kepala.

"Lo percaya sama Dipta? Dia aja gak baca bukunya, cuma judul. Nih , ya mungkin jantung lo cuma lagi lebay aja sampai kayak gitu," jelas Kamal dengan santai.

"Bener juga lu. Dah gua cuma nyuruh kalian kesini buat tanya itu doang," balas Alsaki dengan tanpa dosanya.

Awan, Dipta dan Kamal pun serentak menatap cowok itu dengan sengit.

"Anak babi."

"Mang anjing lu Ki, gua bela-belain kagak ganti baju buat langsung kesini dan cuma begini doang? Lu emang anjing."

"Gua gak pernah se-marah ini dalam hidup gua, intinya lo bangsat."

Alsaki yang mendengar amarah teman-teman nya hanya menyengir.

"Kenapa sih kawan marah-marah?"

"Apa guna nya lo punya handphone kalau gak buat komunikasi?" Ujar Kamal dengan menahan hasrat ingin memukul Alsaki.

"Ya buat nonton bokep," jawab Alsaki enteng.

"Dosa udah banyak Ki, cepat lah tobat sebelum terlambat," balas Dipta.

"Lu dulu, baru gua."

Ke empat nya pun menikmati sisa waktu sore dengan berbincang atau sekedar bermain hal tidak jelas.

To be continue...

Vote dan komen adalah bentuk support kalian ke aku, terima kasih yang udah mau vote dan komen.

Terima kasih yang udah baca,
Buat saran dan masukan bisa DM aku ya🤗

UNDECIDED [COMPLETE]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum