Malamnya aku dengar Kakek dan Bibi bertengkar. Rupanya puncak kemarahan Kakek padaku sudah mencapai tahap akhir. Mereka meributkan aku, tentang keberadaan ku disini. Kakek hendak mengusirku, tapi bibi melarang karena aku anak ayah,

“Aku sudah tidak tahan Lan zhi! Anak itu membuatku muak!” kata Kakekku keras.

Bibi dengan belinang air mata hanya bisa mengatakan “Tapi dia anak Shin Feng, putramu, dia cucumu! Kamu tidak boleh seperti itu!”

“Hah! aku tidak pernah mengakuinya sebagai cucuku, hanya Sanny cucuku,”

“Tapi Ayah, dimana dia akan tinggal kalau kita mengusirnya? Kasihan dia! Dia masih kecil” mohon bibi.

Tapi itu tak membuat Kakek luluh hatinya. Rupanya Kakek sudah memikirkannya sejak lama, dan dia memutuskan akan membawa ku pergi dari sini.

Esok paginya, Kakek menyeretku dari kamarku. Menyuruh pelayan mengumpulkan pakaianku. Sambil menangis aku meronta-ronta, berusaha melepaskan tangan Kakek.

“Kamu akan pergi dari rumah ini, kamu akan kubawa ke panti asuhan.” Kata Kakek dengan penuh amarah.

Saat itu kulihat bibi hanya bisa diam berdiri, tak berani berbuat apa-apa. Lalu kakak yang sedang sakit datang, menghalangi Kakek. Meminta Kakek melepaskan aku, jangan membawaku pergi.

“Lepaskan Kek! Jangan bawa Jii Yue pergi! Dia adik Sanny! Lepaskan” mohon kakak sambil menangis. Tapi Kakek tidak begeming. Lalu kakak menghampiri bibi,

“Bu... suruh Kakek jangan bawa Jii Yue, bu... Jii Yue adik Sanny, bu... dengan siapa nanti Sanny bermain... bu suruh Kakek...bu...Ibu....” pinta kak Sanny, tapi bibi hanya diam menangis lalu memeluk kakak.

Karena Bibi tak mau akhirnya kakak berusaha menghalangi Kakek sendiri, tapi kemudian di tahan bibi. Dalam cengkraman Kakek aku berusaha menggapai tangan kakak, sama halnya dengan kakak. Dia berusaha melepaskan diri dari bibi. Di mulutnya terdengar permohonan agar melepaskan aku. Tapi Kakek lebih kuat dan membawaku kemobil. Saat mobil berjalan kulihat kakak berlari mengejarku, matanya merah karena sedih. Lalu sedikit demi sedikit aku melihat bayangan kakak menghilang dan menghilang. 

Aku kehilangan satu-satunya orang yang mencintaiku di dunia ini, satu-satunya orang yang kusayangi.

Kakek membawaku ketempat yag tidak kukenali, kesebuah panti asuhan yang sangat jauh. Sesampainya di sana Kakek menyelesaikan semua masalah dengan cepat kemudian meninggalkan ku sendirian disana.

“Kakek...!” panggilanku pelan, tapi Kakek tidak mau menoleh, berhenti sedetikpun tidak.

Seorang suster datang dan membawaku kedalam, ruangan itu sunyi, tapi terdengar suara anak- anak yang ramai dari kejauhan.

“Nah Jii Yue inilah rumahmu yang sekarang! Tenang saja kamu akan baik2 saja disini! Mari aku antar kamu kekamarmu! “Ajakan suster itu.

Sambil berjalan suster menjelaskan ttg Panti asuhan. Panti Thairuisha. Disinilah aku sekarang. Aku lihat banyak anak-anak bermain, dengan ceria. Ada yang membaca buku, ada yang bermain lompat tali, ada yang sedang ngobrol, mereka kelihatan gembira. Tapi aku... apa bisa?

Sampai dikamarku aku lihat, dikamar itu ada dua tempat tidur bertingkat ada dua meja dan dua lemari, satu kamar untuk empat orang. Aku mengambil tempat tidur dibawah yang menghadap jendela. Cukup lama aku diam ketika aku sadar kalau aku sendiri diruangan itu.

Malamnya aku selalu ingat ayah, ingat ibu dan ingat Kakak, dan akhirnya aku menangis,

Bahkan dalam kurun waktu satu bulan pun aku tidak mampu menyesuaikan diri, aku tidak bisa seperti anak yang lainya, begitu gembira. Para Suster juga sudah berusaha membuatku ceria, tapi itu sia sia aku rindu Kakak... Kakak kenapa tidak mencariku? Kupikir kalau Kakak memohon pasti Kakek akan menjemputku... tapi dia tidak datang juga. Sehingga terpikir olehku untuk kabur dari panti asuhan ini.

Dan akhirnya, aku memiliki kesempatan untuk kabur. Malam harinya hujan turun dengan derasnya, petir menyambar keras. Awalnya aku ragu, tapi saat semua lampu panti asuhan mati, aku gunakan kesempatan itu untuk lari kedepan. Sangat mudah karena semua Suster sibuk menjaga anak-anak yang lain. Ditengah derasnya hujan aku berlari. Sekali-sekali berhenti karena suara petir. Sambil menangis aku berlari... dan berlari...

Saat aku sudah lelah, baru aku sadari kalau hari sudah pagi, dan aku berada di sebuah kota yang tidak kukenali. Saat itu aku hendak menyeberang, tapi tiba ada mobil berjalan kencang kearahku. Aku berusaha menghindar dan akibatnya siku tangan ku dan lututku luka. Mobil itu berhenti, aku takut, takut di bawa pulang ke Panti Asuhan, tapi ketika aku mencoba berlari aku tidak kuat dan terjatuh lagi, pingsan

Aku tidak tahu berapa lama aku pingsan, saat sadar aku sudah berada diruangan yang tidak aku ketahui. Tiba- tiba, seorang wanita masuk, membuatku terkejut.

“Dia sudah sadar!”  Serunya pada seseorang yang ada diluar. Sambil membawa sebaskom air panas dia berjalan ke arahku, meletakkan baskom itu dan mencoba menyentuh dahiku, tapi aku memhindar. “Jangan takut Bibi tidak akan menyakitimu!”katanya lembut. Dengan lembut juga dia membelai dahi dan rambutku. Dengan penuh senyum dia mengatakan bahwa panasku sudah turun.

Saat itu masuk dua orang pria, yang satunya sudah dewasa, mungkin suaminya, dan satunya masih kecil, kira sama dengan kak Sanny. Melihatku memandangi mereka, Bibi itu memperkenalkan mereka.

“Mereka keluargaku, suamiku dan putraku, namanya Leo! “jawabnya dengan penuh senyum. “Siapa namamu? Dimana kamu tinggal? Kenapa malam-malam begitu kamu keluyuran?” tanya Bibi itu lembut.

Tapi aku tidak mau menjawabnya, aku takut kalau mereka akan membawaku ke Panti asuhan lagi.

“Kamu tidak mau bilang atau kamu tidak tahu?” tanya bibi itu dengan lembut.

“Aku tidak tahu?” kataku pelan

“Kamu tidak tahu? Bagaimana bisa? Pasti bohong, ya kan?” kata putra bibi itu.

“Leo!” bibi memberitahu putranya. “kamu tidak boleh begitu, Leo” lanjut Bibi. Dan Leo diam cemberut.

“Kamu tidak ingat siapa keluraga mu?” tanya paman itu bijaksana. Dan aku hanya menggeleng.

“Sudah biarkan dia istirahat dulu, mungkin dia lelah.” Kata paman itu. “tidurlah, pembicaraannya kita lanjutkan besok saja besok saja! “

“Tapi yah inikan kamarku?” kata Leo meminta kamarya. Rupanya ini kamarnya. Tapi Paman dan Bibi itu memaksa Leo ikut dengannya. Dan akhirnya dia mau ikut.

Kamarnya banyak terlihat photo pemandangan, serta photo seseorang yang membawa mike, sepertinya seorang Korespondensi. Diatas meja ada kamera. Disampingnya tersebar banyak photo, ada orang, pemandangan, juga hewan. Di sebelah tempat tidurku terdapat bingkai photo yang terbuat dari tangkai es krim, disana terdapat senyuman manis Leo yang diapit ayah ibunya yang berlatarkan gedung sekolah. Dan aku iri sekali dengannya.

Lama baru aku bisa tidur, tapi pagi telah lebih dahulu menjelang. Bibi masuk dengan membawa sebuah baju ganti.

“Mandilah dulu!” ujar Bibi lembut.

Aku mencoba bangun, sambil dibantu Bibi aku berjalan kearah kamar mandi. Kepalaku sakit sekali, teutama sikut dan lututku, sehingga berjalan butuh bantuan Bibi. Bibi dengan tekun membantuku mandi, lalu saat berganti baju bibi pergi karena harus melihat masakannya, jadinya aku ganti baju sendiri. Lalu tiba- tiba Leo masuk tanpa ketok pintu. Aku yang saat itu baru memakai singlet dan celana panjang dan hendak memakai baju terkejut... sama terkejutnya dengan Leo, yang diam mematung. Entah karena apa! Secara reflek aku melempar Leo dengan Bola.....

******

My Lovley BrotherNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ